Kembali ke laptop. Yang kami percaya, alasan sebenarnya Jokowi mencopot Rizal Ramli adalah karena Jokowi ingin membawa perekonomian Indonesia semakin ke kanan, dan dalam model neoliberal ini kehadiran Rajawali Ngepret tidak diperlukan. Hanya memang sebagian besar publik kelas menengah ke bawah yang mengikuti perkembangan politik, mengira Rizal Ramli dicopot karena perseteruannya dengan Ahok dalam isu Reklamasi Pulau G.
Kisah (story) ini menguat karena waktu dicopotnya Rizal Ramli dari kabinet bersamaan dengan acara diskusi Indonesian Lawyer’s Club tanggal 26 Juli 2016 malam hari yang bertemakan tentang Ahok vs Rizal Ramli: Berwenangkah Menko Menghentikan Reklamasi? (sumber: ini). Story tentang “kepahlawanan” Rizal Ramli, meskipun dikalahkan oleh Jokowi saat si Rajawali Ngepret sedang berhadapan dengan Ahok , membekas di kalangan rakyat kecil terutama kaum nelayan, korban gusuran, dan para aktivis di DKI Jakarta.
Maka tidak heran mendadak banyak pihak (kabarnya lebih dari 20-an komite, organisasi, dan organisasi payung) berbondong-bondong memaksa Rizal Ramli untuk maju Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Yang unik, para pendukung Rizal Ramli for DKI1 tidak hanya dari kubu relawan Jokowi, tapi juga dari kubu yang dahulu tergabung di Koalisi Merah Putih. Ini menunjukkan kualitas jaringan politik Rizal Ramli, yang sebenarnya dapat mempercepat persatuan nasionaldi antara elemen-elemen kebangsaan.
Beberapa hari ini juga muncul pandangan yang bersifat “adu domba” antara Jokowi dengan PDI Perjuangan (baca tulisan ini).
Pertama adalah tentang Pilkada DKI Jakarta. Katanya PDI Perjuangan sengaja menunggu sampai injury time karena menunggu strategi Jokowi apa. Perlu diketahui, PDI Perjuangan memang selalu bergaya begini semenjak Pilkada DKI 2012 saat Jokowi (tanpa perlu sebut Ahok..) maju sebagai cagub pergi dari Solo. Tidak ada hubungannya dengan pilihan Jokowi di Pilkada DKI nanti. Karena yang pasti secara terbuka Jokowi selaku Presiden tidak boleh menyatakan dukungan kepada salah satu calon, sedangkan PDI Perjuangan diperbolehkan oleh hukum.
Kedua adalah tentang reshuffle kabinet yang kedua pada 27 Juli 2016. Dikatakan bahwa Jokowi telah tunjukkan kegagahannya di hadapan PDI Perjuangan dengan mempertahankan Rini Soemarno di kabinet dan me-retooling Rizal Ramli dari Kabinet. Retooling adalah hak prerogatif Presiden yang berada di atas semua hukum dan aturan di partai politik, termasuk PDI Perjuangan. Jangan pernah mengadu domba Presiden dengan partai politik yang sudah belasan tahun menjadi tempatnya bernaung, karena dapat menjadi senjata makan tuan kelak bagi para pengadu domba.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H