Suatu hari saat kembali ke kampung setelah menyelesaikan Pendidikan Profesi Guru pasca SM-3T di Makassar, saya membuka kembali tumpukan buku-buku yang lama tak dibongkar. Anak-anak yang sedang belajar mengaji di rumah saya, ikut membantu membersihkan. Setelah semuanya selesai, anak-anak ini minta ijin untuk membacanya terlebih dahulu. Saya mengiyakan dan mereka pun berebutan memilih.
Keinginan saya untuk mendirikan taman baca bermula dari pemandangan itu. Lalu bersamaan pula sahabat saya, Ayu Pertiwi, menawarkan buku komik miliknya lewat story WA. Saya yang pertama menangkapnya. Saat itu spontan saya bilang pada Ayu bahwa saya berminat mendirikan taman baca. Buku-buku itu pun lalu dikirim. Tak lama kemudian dikirim pula buku-buku yang lain lewat adik saya yang kuliah di Makassar.
Ayu Pertiwi adalah pemilik Penerbit Camar sekaligus editor dari novel picisan berjudul "Siluet Sejak Mahakam" yang saya coba buat dengan latar pengalaman mengajar di 3T. Novel yang dicetak indie itu pun saya coba tawarkan dengan tujuan bahwa seluruh keuntungannya akan dipergunakan untuk merintis taman baca. Alhamdulillah 70 eksemplar yang saya cetak berhasil habis oleh pembeli yang bahkan membayar lebih dari yang saya tawarkan.
Tak lama kemudian, Bapak Sulhan Yusuf dan Kanda Dion Syaef dari Boetta Ilmoe mengunjungi rumah saya. Beliau-beliau memberi saran agar taman baca segera dimulai saja. Soal tempatnya, mereka berdua menyarankan agar buku-buku digelar di beranda rumah panggung saya. Soal buku yang masih sedikit, saya diminta untuk meminjam di Bank Buku Boetta Ilmoe.
Hari itu juga kami memulai taman baca yang kami beri nama TBM Paladang. Paladang berarti beranda. Ruang sebelum anda masuk ke rumah. Jika menarik, jelas anda tak sabar lagi segera bertamu ke dalamnya. Seperti itu juga harapan kami. Kami berupaya mengenalkan beranda ilmu kepada mereka agar mereka menemukan betapa menariknya dipelajari lalu pada akhirnya tak mau berhenti larut dalam pencarian yang lebih.