Mohon tunggu...
Marina Ika Sari
Marina Ika Sari Mohon Tunggu... -

International Relation Student, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebijakan Luar Negeri Thailand ke Kamboja dalam Konflik Perbatasan Candi Preah Vihear (2008-2011): Faktor Internal dan Eksternal Thailand

27 Januari 2012   02:44 Diperbarui: 4 April 2017   18:26 6267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik yang terjadi antara Thailand dan Kamboja disebabkan karena perebutan wilayah di sekitar Candi Preah Vihear yang terletak di antara Provinsi Preah Vihear, Kamboja dan dekat distrik Kantharalak, Thailand. Kedua negara saling mengklaim wilayah tersebut. Kamboja merupakan negara bekas jajahan Perancis. Kamboja mengklaim wilayah di sekitar Candi Preah Vihear berdasarkan peta tahun 1907 yang dibuat oleh Perancis. Sementara, Thailand mengklaim wilayah Candi Preah Viheardengan menggunakan peta tahun 1904. Oleh karena itu terjadi perbedaan pendapat dan persepsi dalam menentukan wilayah Candi Preah Vihear.

Menurut pemerintah Kamboja, Candi Preah Vihear dibangun oleh raja Kamboja dari suku Khmer. Tetapi menurut Thailand, sebenarnya wilayah di sekitar Candi Preah Vihear bukan milik siapapun, karena daerah perbatasan tersebut dibuat secara sembarangan pada zaman kolonial Perancis. Jadi menurut Thailand, walaupun Candi Preah Vihear dibangun oleh raja Kamboja, tetapi bangunan tersebut merupakan tempat suci bagi seluruh masyarakat sekitar untuk beribadah.

Sebenarnya Mahkamah Internasional pada tahun 1962 sudah menyatakan bahwa Candi Preah Vihear adalah milik Kamboja, tetapi wilayah di sekitar Candi Preah Vihearyang seluas 4,6 km2 tidak ditetapkan kepemilikannya. Oleh karena itu Thailand dan Kamboja tetap mengkalim wilayah di sekitar Candi Preah Vihear ke dalam wilayah kedaulatannya masing-masing. Kemudian, pada 7 Juli 2008, UNESCO menjadikan Candi Preah Vihear sebagai warisan sejarah dunia yang dimiliki oleh Kamboja.[2]

Konflik antara Thailand dan Kamboja semakin memburuk sejak 2008 ketika kedua negara menempatkan tentaranya di sekitar wilayah Candi Preah Vihear dan terjadi baku tembak. Setelah itu, kedua negara setuju untuk melakukan gencatan senjata pada Agustus 2010, tetapi pada tanggal 4-6 Februari 2011 terjadi baku tembak kembali antara tentara kedua negara. Sejak baku tembak terjadi 22 April lalu, delapan pasukan Thailand dan sembilan pasukan Kamboja tewas. Seorang warga sipil Thailand juga turut tewas dalam kejadian ini. Jadi, jumlah total korban tewas dari pihak Thailand dan Kamboja adalah 18 orang.[3]

Awalnya, Thailand bersikukuh ingin menyelesaikan konflik ini secara bilateral, tanpa campur tangan dari ASEAN. Sedangkan Kamboja ingin menyelesaikan konflik ini melalui PBB. Tetapi, karena desakan dari PBB yang menyerukan agar konflik perbatasan ini diselesaikan melalui ASEAN, akhirnya Thailand dan Kamboja setuju untuk menyelesaikan konflik ini melalui ASEAN.Indonesia selaku ketua ASEAN 2011 berperan sebagai mediator konflik antara Thailand dan Kamboja. Upaya-upaya yang dilakukan Indonesia yaitu upaya diplomasi seperti perundingan-perundingan antara pihak Thailand dan Kamboja. Upaya diplomasi sangat diutamakan untuk menghindari cara kekerasan dan militer. Walaupun ada kemajuan menuju perdamaian, namun sampai saat ini konflik antara Thailand dan Kamboja belum sepenuhnya terselesaikan.

Ada dua faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri yang diambil oleh Thailand dalam konflik perbatasan dengan Kamboja, yaitu faktor internal (domestik) dan faktor eksternal (internasional).

·Faktor internal (domestik) yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Thailand dalam konflik perbatasan dengan Kamboja antara lain:

1)Budaya dan sejarah.

Dalam konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja ini terdapat faktor sejarah dan budaya yang menyebabkan kedua negara saling mengklaim wilayah tersebut. Berdasarkan sejarah, Candi Preah Vihear dibangun oleh raja Kamboja dari suku Khmer. Tetapi menurut Thailand, sebenarnya wilayah di sekitar Candi Preah Vihear bukan milik siapapun, karena daerah perbatasan tersebut dibuat secara sembarangan pada zaman kolonial Perancis. Jadi menurut Thailand, walaupun Candi Preah Vihear dibangun oleh raja Kamboja, tetapi bangunan tersebut merupakan tempat suci bagi seluruh masyarakat sekitar yang beragama Budha untuk beribadah.

2)Struktur pemerintah

Struktur pemerintah berkaitan dengan hubungan atau interaksi antara pemimpin negara dengan birokrasinya. Hubungan antara Perdana Menteri (PM) Thailand sebelumnya yaitu Abishit Vejjajiva dengan birokrasi-birokrasinya seperti Departemen Luar Negeri yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya dan Departemen Pertahanan yang diwakili oleh Menteri Pertahanan Thailand Prawit Wongsuwan sangat mempengaruhi kebijakan luar negeri yang akan diambil oleh Thailand terkait masalah konflik perbatasan dengan Kamboja. Karena merasa tidak aman, akhirnya Thailand memutuskan untuk menempatkan pasukan militernya di wilayah perbatasan Candi Preah Vihear yang kemudian berakibat terjadinya baku tembak. Kemudian tindakan Thailand selanjutnya adalah tidak mau menarik pasukan militernya dari perbatasan, hal ini juga dilakukan oleh Kamboja dengan alasan untuk menjaga wilayah kedaulatan mereka masing-masing.

Di Thailand, pihak militer berperan sangat penting dalam pemerintahan dan dalam kebijakan luar negeri Thailand. Dalam pemerintahan Thailand, terjadi perbedaan pendapat antara Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri mengenai cara penyelesaian konflik perbatasan dengan Kamboja ini. Departemen Pertahanan menolak peran Indonesia sebagai mediator untuk menengahi konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja. Hal itu karena Departemen Pertahanan Thailand menolak intervensi (campur tangan) pihak lain dalam penyelesaian konflik ini, Thailand ingin menyelesaikan konflik ini secara bilateral dengan Kamboja. Sedangkan Departemen Luar Negeri Thailand mau menerima pendekatan yang ditawarkan ASEAN dalam menyelesaikan konflik perbatasan dengan Kamboja.

Jadi, PM Thailand Abishit Vejjajiva pada awalnya memutuskan untuk menyelesaikan konflik perbatasan ini secara bilateral dengan Kamboja, tetapi akhirnya sepakat untuk menyelesaikan konflik ini melalui ASEAN. Setelah sepakat dengan peran ASEAN dalam menengahi konflik antara Thailand dan Kamboja, Menteri Pertahanan Thailand, Prawit Wongsuwan menyatakan tidak akan menghadiri Joint Border Committee (JBC) dan menolak kehadiran tim peninjau (observer) dari Indonesia di wilayah konflik. Pertemuan JBC adalah salah satu upaya yang dilakukan ASEAN untuk membahas masalah perbatasan antara Thailand dan Kamboja yang digelar pada 7-8 April 2011 di Istana Bogor, Jakarta.

3)Partai Politik

Saat Partai Demokrat dibawah kepemimpinan PM Abishit Vejjajiva yang didukung oleh militer Thailand, kebijakan luar negeri Thailand adalah bersikeras agar konflik perbatasan ini diselesaikan secara bilateral. Kemudian, Partai Pheu Thai yang menang pemilu pada 3 Juli 2011 telah memberikan pengaruh positif dalam upaya penyelesaian konflik Thailand dan Kamboja. Ketegangan yang terjadi antara Thailand dan Kamboja sudah mulai mereda. Thailand menarik pasukan militernya dari wilayah konflik. Hal ini diikuti dengan penarikan pasukan militer Kamboja atas perintah PM Kamboja, Hun Sen. Penarikan sepenuhnya telah dilakukan di daerah perbatasan, di luar zona demiliterisasi sementara yang dibuat oleh Mahkamah Pengadilan Internasional pada 18 Juli 2011. Diperkirakan sekitar 1.800 tentara telah ditarik mundur dari wilayah perbatasan.[4]

4)Pemilu

Pada saat pemilu, para pemimpin akan mencari cara untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan politiknya, dan akan terjadi persaingan politik agar mendapat dukungan dan suara dari rakyat. Pemilu di Thailand telah mengantarkan Yingluck Shinawatra dari Partai Pheu Thai sebagai pemenang pemilu pada 3 Juli 2011, dan disahkan Raja sebagai perdana menteri wanita pertama di Thailand. Yingluck Shinawatra merupakan adik mantan PM Thaksin Shinawatra. PM Yingluck Shinawatra segera mengangkat Surapong Tochakchaikul sebagai Menteri Luar Negeri Thailand yang baru, menggantikan Menteri Luar Negeri sebelumnya, Kasit Piromya.

Dengan terpilihnya PM Yingluck Shinawatra, hubungan antara Thailand dan Kamboja menjadi lebih baik. Thailand bersedia menerima kehadiran tim peninjau dari Indonesia untuk mengawasi wilayah perbatasan. Kemudian telah dibentuk zona bebas militer seluas 2,5 km untuk memelihara perdamaian. Di zona bebas militer ini, pasukan Thailand dan Kamboja dilarang memasukinya, kecuali pasukan Indonesia sebagai peninjau dari ASEAN.[5] Thailand juga telah menarik pasukan militernya dari wilayah perbatasan.

·Faktor eksternal (internasional) yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Thailand antara lain:

Tabel perbandingan kekuatan Thailand-Kamboja

Kekuatan

Thailand[6]

Kamboja[7]

Size (ukuran)

513.120 km

181.035 km

Populasi (2009)

67.764.000 jiwa

14.805.000 jiwa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun