Mohon tunggu...
Marina Aulia Devy
Marina Aulia Devy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Administrasi Publik Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Urgensi Penguatan Kebijakan Penangan Kriminalitas Anak: Menyoal Kekosongan Regulasi dalam Sistem

7 Januari 2025   10:16 Diperbarui: 7 Januari 2025   10:16 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kebijakan yang sudah diterapkan perlu terus dimonitor dan dievaluasi agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Pemerintah dapat membentuk tim khusus untuk mengevaluasi pelaksanaan UU SPPA dan Peraturan Pemerintah terkait, dengan melibatkan akademisi, praktisi hukum, dan organisasi masyarakat.

Di luar aspek regulasi, budaya masyarakat Indonesia yang cenderung menghakimi pelaku tindak pidana tanpa melihat latar belakangnya juga menjadi tantangan besar. Anak-anak yang pernah berhadapan dengan hukum sering kali menghadapi stigma yang sulit dihilangkan. Oleh karena itu, kampanye kesadaran publik mengenai pentingnya rehabilitasi anak perlu digencarkan. Selain itu, stereotip gender juga memengaruhi cara anak diperlakukan dalam sistem hukum. Anak laki-laki sering kali dianggap lebih "tangguh" dan diberikan hukuman lebih berat, sementara anak perempuan cenderung diabaikan kebutuhannya untuk rehabilitasi. Hal ini perlu diatasi melalui pelatihan berbasis gender bagi aparat penegak hukum.

Kriminalitas oleh anak di bawah umur adalah masalah kompleks yang memerlukan pendekatan multidimensional. Meskipun Indonesia sudah memiliki UU SPPA sebagai landasan hukum, implementasinya masih jauh dari sempurna. Kekosongan regulasi dalam beberapa aspek, seperti pencegahan dan rehabilitasi, harus segera diisi dengan kebijakan yang lebih komprehensif dan implementasi yang konsisten. Penguatan kebijakan penanganan kriminalitas anak bukan hanya soal menciptakan generasi yang lebih baik, tetapi juga tentang menjamin hak asasi manusia bagi setiap individu, termasuk anak-anak. Pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan harus bekerja sama untuk memastikan bahwa sistem peradilan pidana anak di Indonesia tidak hanya menjadi wacana, tetapi juga memberikan perubahan nyata bagi masa depan anak-anak bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, R. (2015). Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Jurnal Hukum dan Pembangunan, 45(3), 311-324.

Indonesia. (2012). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153. Jakarta: Sekretariat Negara.

Indonesia. (2022). Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2022 tentang Bentuk dan Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan terhadap Anak. Jakarta: Sekretariat Negara.

Marlina. (2017). Peradilan Pidana Anak di Indonesia: Pendekatan Restorative Justice. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Muladi. (2002). Hak Asasi Manusia dan Sistem Peradilan Pidana. Bandung: Alumni.

Nugraha, A. R. (2018). Evaluasi Implementasi UU SPPA: Studi Kasus Penanganan Anak Pelaku Kriminal di Indonesia. Jurnal Hukum Indonesia, 10(2), 25-37.

Setiawan, B. (2020). Diversi sebagai Alternatif Penanganan Anak yang Berkonflik dengan Hukum. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun