Mohon tunggu...
Marim Purba
Marim Purba Mohon Tunggu... Penjahit - Pria Prima Rindu Sumba

Jalan kesana kemari dan clingak clinguk sambil berusaha menuliskannya..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Gereja Over Dosis

15 November 2019   22:27 Diperbarui: 15 November 2019   22:27 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu apa yang didapat umat GKS? Keriuhan telah usai, saatnya memungut sampah - juga residu gerejawi. Residunya adalah konsep surgawi yang tak mudah dimengerti. Tapi umat tak menangis, mereka kuat karena percaya "tana wai kanena, loku wai kalala," tanah yang penuh harapan dan menjanjikan kesejahteraan.

Sementara peserta berdiskusi dan beribadah, pimpinan Sinodenya sibuk dengan kekuasaan. Ada kekuasaan di Sinodenya, dan ada kekuasan di Sumba. Cuma berpindah tempat saja. Selalu ada kesenjangan antara imam dan awam. Sudah jamak, sejak lama.

Dosen STT merasa cemas dan menulis di wall-nya, 'karena walau yang illahi itu mengakutalisasi sebagai kuasa, tapi jangan sampai jadi bengis dan tak adil,' begitu kira kira isinya. Dan itulah yang terjadi. PGI seakan menjadi 'gereja baru' mengambil alih fungsi Gereja, jadi anggota yang ke 92. Menjaga zona nyaman di Salemba.

Kekuasaan menjadi sekumpulan lupa kolektif. Lupa bahwa kantong kemiskinan itu ada dilingkungan umat gereja. Lupa bahwa money politik di Pilkada ada disekitar gereja. Lupa bahwa banyak gereja tak bisa rutin menggaji pendeta. Kekuasaan bahkan membuat orang lupa toleran, lupa keanekaragaman budaya, lupa meng-Indonesia, lupa kewajiban berbangsa, lupa beroikumene. Maka PGI asyik sendiri, dan gereja gereja dibiarkan sepi. Sudah jamak, sejak lama.

Kekuasaan di Sidang Raya diraih demi kekuasaan yang satu, dan dipakai untuk kekuasaan yang lain, semacam kecanduan jabatan. Awas lho, kekuasaan over dosis bisa bikin semaput.

Apa sebenarnya yang terjadi? Lihat saja, orang yang ambisi kayak sinterklas penabur janji, mengumpulkan nafsu dan egoisme gereja gereja di bagian barat, memasukkan mereka dalam karung bak hadiah natal dan menjualnya ke pasar di timur. Tak hanya isinya, 'sak karung karung-ne' dibeli tunai oleh belut membelit, yang tubuhnya diselimuti oli. Tentu saja licin, sangat licin!

Dan mereka yang setia mengawal matahari terbenam menangis, tak dapat apapun. Janji tinggal janji. Tapi Sinterklas tak peduli. Alang dan batu karang diterabas, pasal pasal ilahi dilanggar. Kekuasaan (politik) boleh masuk. Tak perlu harus hadir penuh. Bahkan tak cukup satu, dua juga boleh. Sangat licin memang. Maka lonceng kematian pun berdentang, ditiap lonceng gereja ada cap 'OD,' over dosis. Suaranya berdegung diantara gereja gereja tua di Indonesia, bunyinya memilukan...

Lalu apa yang PGI akan lakukan? Pertama dan terutama tentu saja pergi ke Jokowi, lalu selfi. Sejak dulu selalu begitu.

Lalu (seakan empati) mengadu tentang masalah di Papua. Padahal rekan dari Gereja Papua tra diingat di nominasi, sehingga dorang ancam keluar dari PGI- dan akhirnya 'ditampung' di MP-PGI. Lagi lagi pertunjukan (over dosis) kekuasaan. Ah, sudahlah.  

Btw, torang ndak bole berburuk sangka dang, mar percaya saja PGI akan lakukan semua hal- kecuali yang penting!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun