Mohon tunggu...
M Arifin Pelawi
M Arifin Pelawi Mohon Tunggu... Akuntan - PNS

Mahasiswa PhD yang dibiayai LPDP

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menanti Al Capone Indonesia dengan UU Anti Minol

15 November 2020   12:47 Diperbarui: 15 November 2020   13:00 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

All laws which can be violated without doing any one an injury are laughed at. Nay, so far are they from doing anything to control the desires and passions of men that, on the contrary, they direct and incite men's thoughts the more toward those very objects; for we always strive towards what is forbidden and desire the things we are not allowed to have. And men of leisure are never deficient in the ingenuity needed to enable them to outwit laws formed to regulate things which almost be entirely forbidden...He who tries to determine everything by law will ferment crime rather than lessen it. (Baruch Spinoza)  

Minuman alkohol. Namanya saat ini lagi terkenal. Ketika orang sudah mulai melupakan Ciptaker maka RUU baru anti Minol ini menjadi jawara perhatian. RUU bagaikan sambutan atas kehadiran kembali Imam besar FPI, Habib Rizieq Shihab. Pelarangan minuman alkohol bak bagian dari sambutan permintaan beliau untuk revolusi akhlak.

Hanya yang menjadi masalah apakah melarang minuman keras akan memberi solusi untuk menghilangkan para pemabuk? Apakah dampak negatif minuman keras akan hilang jika dilarang? Kok ya kayaknya berdasarkan sejarah masa lalu itu tidak terjadi.

Pada masa lalu Amerika Serikat pernah melakukan pelarangan minuman keras dengan ketat yang disebut prohibition. Dilarang meminum, membuat dan mengedarkan minuman keras. Dampak yang terjadi dari pelarangan ini tidak menyebabkan revolusi akhlak masyarakat di Amerika menjadi tidak suka minuman keras. 

Pelarangan itu malah jadi berkah bagi organisasi kejahatan mendulang uang. Mereka bermain dengan larangan untuk menaikkan harga serta mengedarkan minuman keras bekerja sama dengan dekingan para aparat keamanan. Minuman keras oplosan merajalela. Perang antar kelompok mafia berebut daerah kekuasaan menyalurkan minuman terjadi makin banyak.

Penelitan Jensen ( 2000) menunjukkan bahwa prohibition law di Amerika tidak berhasil menurunkan konsumsi alkohol, menambah banyak masalah sosial berkaitan dengan minuman keras serta meningkatkan secara dramatis jumlah pembunuhan. Scarpitti dan Andersen (1992) menyatakan bahwa amendemen hukum ini memiliki efek yang lemah untuk mengurangi kosnumsi alkohol; dia hanya mendorong penjulan alkohol illegal. 

Efek utamanya adalah menyuburkan pengembangan organisasi kejahatan pada skala yang tidak pernah terjadi selama keberadaan Amerika Serikat. 

Prohibition disebutkan oleh Jensen (2000) malah menyebabkan orang lebih banyak mengkomsusnsi alkohol beracun dan menjadi sumber ekonomi bagi organisasi kejahatan untuk berkembang.

Hal yang menjadi sangat aneh jika ada annggota rakyat yang mampu menjamin bahwa RUU ini akan bisa menjadi senjata ampuh untuk menghilangkan konsumsi alkohol. Pada saat ini saja minuman keras oplosan merajalela. 

Apakah ada jaminan kemampuan dari pemerintah bahwa aparat keamanan dan aparat pemerintahan di Indoensia lebih baik dari aparat di Amerika untuk mampu menerapkan undang-undang ini dengan benar?

Saya tidak melihat ada kemampuan pemerintah untuk melakukan penerapan hukum ini dengan benar. Jika pemerintah tidak mampu menerapkan peraturan ini dengan benar maka yang terjadi adalah peningkatan korupsi aparat dan menambah makmur para organisasi kejahatan yang membuat, menyelundupkan serta mengedarkan munuman keras secara illegal. 

Indonesia akan punya gangster setara Al Capone yang akan menguasai dan mendapatkan kekayaan besar dari pelarangan minuman keras jika pemerintah tidak punya kemampuan menrapkan UU anti  minol dengan benar.

Hal yang lebih baik jika pemerintah menggunakan pajak yang didapat dari minuman keras untuk mengendalikan penggunaan alkohol. Dana itu sebaiknya digunakan sebagi insentif bagi aparat keamanan yang mampu menangkap pembuat dan pengedar minuman keras illegal. 

Hasil pajak itu juga bisa digunakan sebagai dana untuk mengawasi serta melakukan bimbingan tehadap para pembuat dan penjual minuman keras tradisional yang selama ini bisa berjualan tanpa pengawasan dan bimbingan. 

Selain itu pajak juga bisa digunakan untuk sumber dana menyebarkan secara luas efek samping buruk dari minum minuman keras dan panti untuk menanggulangi kecanduan minuman keras. Melakukan pelarangan tanpa institusi dan dana yang kuat tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. 

Kemungkinan besar malah menghasilkan kehancuran yang lebih parah. Saya sangat mendukung jika Indonesia bebas dari orang-orang yang kecanduan minuman keras. Namun, pelarangan tanpa institusi yang siap mendukung pelarangan itu telah terbukti gagal serta memberikan hasil yang lebih buruk. 

Jadi daripada mebuat undang-undang yang melarang minuman keras maka sebaiknya pemerintah menyiapkan peraturan yang mampu menggunakan dana yang didapat pemerintah dari minuman keras agar efek samping samping minuman keras mampu diminimalisir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun