Mengulang intensitas manusia pada umumnya, di kamar mandi sebagai idaman merenung dan sebelum tidur pada malam hari. Berapa hari menuju idaman aksara otak untuk memenuhi hasratnya.
Mari berpikir untuk kemajuan IPTEK, mengeja kata-kata dan menulis untuk perkembangan otak. Apa terlalu dini untuk menyuarakan pendapat? Saya rasa itu kapan saja tergantung kemauan.
Selama berabad-abad perkembangan teknologi sangat pesat, bahkan untuk memalingkan diri dari dunia ilmu bakalan tetap jalan.
Teknologi AI seperti yang ada pada zaman sekarang, diperkirakan akan mengalahkan pekerjaan manusia. Apakah itu berdampak pada pola pikir manusia? Tentu saja tidak, pada tulisan ini saya akan membuka pikiran teman-teman untuk selalu maju dalam mengkreasikan ide dan mindset pada umumnya.
Perkembangan industri musik di dunia akan terus berjalan, mulai dari klasik sampai modern, begitu juga perkembangan dunia film yang semula hitam putih kini menjadi berwarna. Jadi tidak ada salahnya AI berkembang karena memang sudah waktunya untuk berjalan.
Apa yang menjadi tolak ukur kita? Terutama dalam menguasai dunia di era AI. Apakah itu bisnis? Kita mulai dari perkembangan bisnis kavlingan, manusia akan terus bertumbuh dan kebutuhan skunder tentu sejalan. Mobil dan kebutuhan lainnya akan terus sejalan juga. Lalu apa selanjutnya? Psikologi juga akan bertaruh pada kehidupan manusia, dimana semua berlomba-lomba untuk menjadi di atas dan tingkat stres akan tinggi. Dengan adanya psikolog tentu membantu untuk menjadi lebih baik.
Kedua hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh AI karena menyangkut batin manusia dan keinginan. Tentu tidak bisa dijadikan tolak ukur untuk kemajuan karena pemikiran manusia berbeda-beda dalam mencapai yang namanya kepuasan.
Kebahagian adalah pencarian utama dan tidak bisa lepas dari ekonomi yang berkecukupan, tentu semua teman-teman setuju uang bukanlah kebahagian tapi tanpa uang kita tidak bisa mencapai kebahagiaan itu. Tapi ini hanyalah subjektif. Kita bisa menilai dari dua keinginan berbeda dari orang dari kalangan atas dan dari golongan biasa. Saat yang diatas mau kehidupannya seperti yang biasa dan begitu juga sebaliknya.
Apa intinya? Semua membutuhkan yang namanya rasa syukur, dengan bersyukur semua anugrah akan terasa nikmat. Tapi bisakah sebagai insan biasa kita akan bersyukur setiap saat? Maka sesekali lihatlah ke bawah untuk melihat bahwa ada yang lebih sakit dibanding diri kita masing-masing.
Saya menulis ini sebagai pembelajaran karena saya juga tidak bisa lepas dari rasa syukur.
Itulah hal yang tidak akan bisa dilakukan oleh AI, bahkan sampai kapanpun.
Matur tampiasih semeton sudah membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H