Di sela-sela pelajaran Matematika, seorang teman yang sudah ogah berhitung diam-diam mengajak saya untuk membuat line-up pilihan, lengkap dengan pelatih, formasi, dan jersey. Sudah menjadi hobi. Buku catatan kami lebih banyak dipenuhi formasi dan ukiran nama pesepakbola, ketimbang mencatat rumus atau menggambar sistem pencernaan manusia.
Teman saya menggabungkan pemain senior-junior dalam skema 4-1-3-2. Duet Pepe dan Carragher akan mengawal Manuel Neuer, kiper muda yang tengah naik daun kala itu. Di sisi kiri kanan diisi Dani Alves dan Marcelo. Ia tempatkan Genaro Gattuso sebagai gelandang bertahan.
Sementara Steven Gerrrard, Paul Scholes, dan Thomas Muller akan menjadi gelandang kreatif yang menyokong duet Fernando Torres dan Zlatan Ibrahimovic di barisan depan. Pelatihnya Jose Mourinho!
Tim kami lalu diadu. Sebenarnya kami sama-sama belum mengerti soal taktik sepakbola. Yang kami debatkan hanyalah nama besar pemain dan kebengalan mereka jika terjadi adu jotos (maka jangan heran jika ia menempatkan Zlatan, Gatusso, Pepe, dan Mourinho).
Yang kami tahu hanya gaya permainan yang sering kami baca di tabloid Bola atau FourFourTwo, itu pun hanya mengetahuinya secara umum pula: kick and rush (tendang dan lari), catenaccio (grendel ala Italia), tiki-taka (operan pendek cepat sekali sentuhan), jogo bonito (permainan indah khas Brasil), hingga total football Belanda di tahun 1970-an (yang menurut saya tidak jauh beda dengan apa yang sering kami lakukan di lapangan seminari).
Setelah puas mengadu pemain dan pelatih (bagian ini saya kalah telak sebab fokus teman saya hanya pada 'tawuran' antar pemain), kami lalu mengadu jersey. Sebenarnya mengadu jersey sama halnya dengan mengadu kreativitas.
Saya menggambar jersey Barcelona dengan sponsor pertama: 'Unicef'. Sementara teman saya, merancang kostum berwarna dasar merah, dengan trim putih pada leher dan beberapa di lengan.
Gambar itu lalu kami adu dan perdebatkan lagi. Sekalipun saya menggunakan sponsor sebuah badan kemanusiaan PBB Â yang mengurus anak-anak, tetap saja saya harus menyerah dari sebuah pabrik ban kendaraan.
Menariknya, teman saya yang adalah seorang Liverpudlian, tidak memilih 'Calsberg' atau 'Standar Chartered' sebagai sponsor untuk timnya. Teman saya berbisik: "Sponsor apa lagi yang abadi selain Pirelli?"
***