Mohon tunggu...
Mariemon Simon Setiawan
Mariemon Simon Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Silentio Stampa!

Orang Maumere yang suka makan, sastra, musik, dan sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Daddy: Ketika Coldplay Bercerita tentang Kerinduan dan Kehilangan

3 Januari 2021   20:13 Diperbarui: 3 Januari 2021   21:54 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Boneka anak perempuan dalam video klip animasi lagu 'Daddy-Coldplay'. Sumber: Kompas.com)

Menjelang akhir bulan November pada tahun 2019 lalu, Coldplay kembali meluncurkan sebuah album baru berjudul Everyday Life. Menariknya, ada satu visi baru yang coba diangkat oleh Chris Martin dan kawan-kawan melalui album yang diluncurkan dua kali dalam sehari ini. Sebagian besar lagu dalam album tersebut memuat beragam pesan tentang toleransi dan perdamaian, misalnya lagu Church dan Eko.

Namun, ada sebuah lagu yang justru mengajak para pendengar untuk mengenang sosok seorang ayah: Daddy. Dengan kekuatan lirik yang menyentuh, alunan musik yang melankolis, dan animasi video klip yang menyayat hati, Coldplay seakan mengajak para pendengar untuk sejenak menepi, merenung, dan mengenang tentang sosok ayah dalam hidup, teristimewa bagi mereka yang sudah kehilangan sosok ayah.

Saya pun merasa tertarik untuk menginterpretasi lagu ini. Oiyah, sesudah (atau sebelum) membaca ulasan ini, ada baiknya jika Anda juga mendengarkan lagu ini.

***

Pada pembukaan lagu ini, Coldplay mengajak para pendengar untuk memposisikan diri sebagai seorang anak kecil yang memiliki kerinduan besar akan kehadiran sosok ayahnya (Daddy are you out there? Daddy won't you come and play?). Kata play (bermain) dalam penggalan lirik di atas menunjukkan keakraban seorang anak dan ayahnya yang sering bermain bersama. Memang tidak dijelaskan di mana sang ayah berada, tetapi dari lirik lagu tersebut, kita bisa tahu bahwa sang ayah berada 'di tempat yang jauh'.

Kepergian sang ayah itulah yang meninggalkan si anak berada pada fase puncak dari segala kerinduan tak bertepi yang terjadi justru terjadi pada hari ulang tahunnya. Kalimat 'Daddy, are you out there? Daddy won't you come and play?' pada pembukaan lirik lagu menjadi pertanyaan yang paling memilukan, sekaligus menunjukan betapa besar rasa rindunya akan kehadiran ayahnya.

Rasa kehilangan dan kerinduan yang semakin memuncak itu menempatkan si anak pada keputusasaan sehingga menimbulkan kesan 'menyalahkan' ayahnya sendiri (Daddy, do you not care? Is there nothing that you want to say?).

Si anak yang menyadari kepedihannya pun tampaknya yakin bahwa sang ayah juga merasakan hal yang sama, seperti yang ia rasakan (I know, you're hurting to). Hal inilah yang memantik rasa jujur, sekaligus sikap pasrah dari si anak.

Entah disengaja atau tidak, Chris Martin melalui lirik lagu ini telah menciptakan suatu urutan perasaaan yang sering kita hadapi ketika mengalami kehilangan orang dekat: kenyataan pahit (Daddy, are you out there?, I know, you're hurting to), kejujuran mendalam sebagai tanggapan atas kenyataan pahit tersebut (But I need you I do// You're so far away), dan kerelaan atau kepasrahan total (But that's ok, that's ok, I'm ok).

Hal inilah yang kerap menggambarkan situasi manusia yang terkadang tak bisa berbuat apa-apa jika menghadapi kehilangan, apalagi jika kehilangan itu bernama kematian.

Pada bagian verse 2, ada sepenggal kalimat dalam lirik yang menarik bagi saya: Look dad, we got the same hair. Kalimat ini tampak berbeda dari penggalan lirik yang lain. Jika kalimat-kalimat lain dalam lirik ini menggambarkan tentang keresahan si anak, kalimat di atas tampaknya hanya sebagai informasi bahwa si anak dan ayahnya memiliki kesamaan ciri fisik.

Bagi saya, penggalan lirik ini (Look dad we got the same hair) menunjukkan 'kedekatan' yang tidak dapat dipisahkan atau disangkal oleh si anak terhadap ayahnya. Kesamaan rambut mewakili kesamaan secara genetik. Segala susunan tubuh fisik-biologis si anak merupakan 'warisan' langsung dari ayahnya.

Namun, perlu diingat bahwa kedekatan atau kesamaan secara genetik tidak menjadi jaminan mutlak bahwa mereka memiliki 'kedekatan batin', sekalipun kesamaan ciri fisik menjadi salah satu faktor dari kedekatan batin antara anak dan ayahnya.

Si anak dalam lagu tersebut menyadari bahwa kedekatannya dengan ayahnya bukan saja karena kesamaan ciri fisik atau genetik semata, tetapi juga karena 'kedekatan batin' yang mampu memberinya rasa nyaman.

Dengan demikian dapat kita pahami betapa sedihnya si anak ketika ditinggalkan sang ayah karena ia merasa bahwa separuh jiwa yang 'membentuk tubuh'nya telah hilang; dan lebih daripada itu, ia merasa bahwa separuh batin yang selama ini memberikan kenyamanannya telah pergi.

Di sinilah letak kepiawaian seorang Chris Martin yang tidak sekedar menulis lirik, tetapi juga merefleksikan dan meramunya sedemikian rupa sehingga mampu membangkitkan gairah, emosi, dan refleksi yang mendalam bagi para pendengarnya sehingga memberikan kesan bahwa lirik ini merupakan ungkapan hati seorang anak yang dirundung duka karena ditinggalkan orang 'terdekat'nya, bukan saja dekat karena kesamaan genetik, tetapi juga karena kedekatan batin.

Pada bagian penutup lagu ini, kita dihadapkan pada suatu titik harapan yang paling puncak. Bagian akhir ini menunjukan ketidakberdayaan dari si anak, dan satu-satunya yang ia miliki saat ini hanya harapan.

Saya merinding ketika mendengar Chris Martin menyanyikan empat ayat terakhir ini: won't you come home won't you stay?// please stay, please stay// won't you come home won't you stay// one day, just one day.

Saking sadarnya akan harapan yang tidak akan mungkin terwujud itu, si anak memohon sang ayah untuk datang lagi, meski dalam waktu yang relatif singkat. Ia masih menyimpan harapan agar sang ayah kembali datang 'ke rumah', mewarnai lagi hidupnya, dan memberikan lagi kebahagiaan seperti semula, meski hanya untuk sehari.

Lirik-lirik lagu yang menyentuh ini menemukan chemistry ketika Chris Martin menyanyikannya dengan penghayatan maksimal. Para pendengar seakan terhipnotis dan larut dalam keharuan. Iringan musik yang didominasi oleh alunan solo piano sepanjang lagu pun menjadi pilihan yang tepat untuk menambah kesan syahdu pada lagu ini.

Dengan formula ini (lirik yang menyentuh, suara dan penghayatan maksimal Chris Martin, dan alunan denting piano yang melankolis), para pendengar seakan tenggelam dalam kenangan dan kerinduan akan kehadiran sosok seorang ayah.

Pada akhirnya, Coldplay tampaknya telah memberikan sedikit ruang bagi para pendengarnya untuk mengenang kembali kasih sayang seorang ayah yang sering luput dari perhatian anak-anak. Hal ini pula menjadi pelajaran berat bagi para ayah agar bisa menjadi contoh dan teladan yang baik untuk anak-anaknya, sekaligus menjadi 'sahabat' bagi anak-anak.

Dan bagi anak-anak yang telah 'kehilangan' sosok ayah, harapan akan kehadirannya merupakan kerinduan paling besar. Kerinduan itu memang menyiksa, tetapi saya percaya, kerinduan yang menikam itu akan menemukan kelegaannya jika dibawa dalam doa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun