Pada bagian verse 2, ada sepenggal kalimat dalam lirik yang menarik bagi saya: Look dad, we got the same hair. Kalimat ini tampak berbeda dari penggalan lirik yang lain. Jika kalimat-kalimat lain dalam lirik ini menggambarkan tentang keresahan si anak, kalimat di atas tampaknya hanya sebagai informasi bahwa si anak dan ayahnya memiliki kesamaan ciri fisik.
Bagi saya, penggalan lirik ini (Look dad we got the same hair) menunjukkan 'kedekatan' yang tidak dapat dipisahkan atau disangkal oleh si anak terhadap ayahnya. Kesamaan rambut mewakili kesamaan secara genetik. Segala susunan tubuh fisik-biologis si anak merupakan 'warisan' langsung dari ayahnya.
Namun, perlu diingat bahwa kedekatan atau kesamaan secara genetik tidak menjadi jaminan mutlak bahwa mereka memiliki 'kedekatan batin', sekalipun kesamaan ciri fisik menjadi salah satu faktor dari kedekatan batin antara anak dan ayahnya.
Si anak dalam lagu tersebut menyadari bahwa kedekatannya dengan ayahnya bukan saja karena kesamaan ciri fisik atau genetik semata, tetapi juga karena 'kedekatan batin' yang mampu memberinya rasa nyaman.
Dengan demikian dapat kita pahami betapa sedihnya si anak ketika ditinggalkan sang ayah karena ia merasa bahwa separuh jiwa yang 'membentuk tubuh'nya telah hilang; dan lebih daripada itu, ia merasa bahwa separuh batin yang selama ini memberikan kenyamanannya telah pergi.
Di sinilah letak kepiawaian seorang Chris Martin yang tidak sekedar menulis lirik, tetapi juga merefleksikan dan meramunya sedemikian rupa sehingga mampu membangkitkan gairah, emosi, dan refleksi yang mendalam bagi para pendengarnya sehingga memberikan kesan bahwa lirik ini merupakan ungkapan hati seorang anak yang dirundung duka karena ditinggalkan orang 'terdekat'nya, bukan saja dekat karena kesamaan genetik, tetapi juga karena kedekatan batin.
Pada bagian penutup lagu ini, kita dihadapkan pada suatu titik harapan yang paling puncak. Bagian akhir ini menunjukan ketidakberdayaan dari si anak, dan satu-satunya yang ia miliki saat ini hanya harapan.
Saya merinding ketika mendengar Chris Martin menyanyikan empat ayat terakhir ini: won't you come home won't you stay?// please stay, please stay// won't you come home won't you stay// one day, just one day.
Saking sadarnya akan harapan yang tidak akan mungkin terwujud itu, si anak memohon sang ayah untuk datang lagi, meski dalam waktu yang relatif singkat. Ia masih menyimpan harapan agar sang ayah kembali datang 'ke rumah', mewarnai lagi hidupnya, dan memberikan lagi kebahagiaan seperti semula, meski hanya untuk sehari.
Lirik-lirik lagu yang menyentuh ini menemukan chemistry ketika Chris Martin menyanyikannya dengan penghayatan maksimal. Para pendengar seakan terhipnotis dan larut dalam keharuan. Iringan musik yang didominasi oleh alunan solo piano sepanjang lagu pun menjadi pilihan yang tepat untuk menambah kesan syahdu pada lagu ini.
Dengan formula ini (lirik yang menyentuh, suara dan penghayatan maksimal Chris Martin, dan alunan denting piano yang melankolis), para pendengar seakan tenggelam dalam kenangan dan kerinduan akan kehadiran sosok seorang ayah.