Negara berbentuk republik konstitusional adalah sebuah negara di mana kepala negara dan kepala pemerintahan dipegang oleh presiden, tetapi kekuasaan presiden dibatasi oleh konstitusi. Secara konstitusional, Indonesia merupakan negara kesatuan berbentuk republik sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-undang Dasar atau UUD 1945 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi "Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik". Mengapa Indonesia memilih bentuk republik? Terdapat sejumlah alasan Indonesia menganut bentuk negara republik, khususnya republik konstitusional.
- Republik Identik dengan Kedaulatan Rakyat; Alasan yang mendasari indonesia memilih bentuk pemerintahan republik konstitusional adalah bentuk negara kesatuan republik mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat. Bentuk republik identik dengan kedaulatan rakyat berarti memiliki dasar yang teguh untuk menyusun sistem pemerintahan berdasarkan pertanggungjawaban yang luas dan kekal. Kedaulatan rakyat adalah pemerintahan rakyat yang dijalankan menurut peraturan yang telah dimufakati dengan bermusyawarah.
- Bentuk Monarki tidak Ideal Diterapkan di Indonesia; Bentuk monarki adalah bentuk kekuasaan atas orang banyak yang dilakukan oleh satu orang yaitu raja atau oligarki. Mohammad Hatta berpendapat bahwa bentuk pemerintahan monarki bukan bentuk pemerintahan yang ideal untuk diterapkan di Indonesia. Hal itu dikarenakan pemerintahan negara yang berdasarkan kedaulatan perseorangan tidak dapat menanamkan sendi yang kuat dan kekal terhadap kedudukan negara. Pada hakikatnya, bentuk pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat lebih tangguh karena dijunjung oleh tanggung jawab bersama.
- Unitarisme merupakan Cita-cita Gerakan Kemerdekaan Mohammad Yamin mengemukakan alasan yang mendukung Indonesia memilih bentuk republik. Salah satunya adalah unitarisme atau keinginan membentuk negara kesatuan sudah menjadi cita-cita gerakan kemerdekaan sejak awal. Sehingga tidak akan memberi tempat untuk provinsialisme. Unitarisme juga mencegah adanya tenaga di daerah untuk membentuk negara federal. Selain itu, dari sudut pandang geopolitik, dunia internasional akan melihat Indonesia kuat apabila berbentuk negara kesatuan.
Feodalisme adalah sistem sosial politik yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tuan, bawahan, dan wilayah. Struktur feodalisme dapat dilihat dari bagaimana ketiga elemen ini saling melengkapi. Tuan adalah bangsawan yang memiliki tanah, bawahan adalah orang yang diberikan tanah, dan wilayah adalah tanah perdikan. Sebagai imbalan atas perdikan, bawahan akan memberikan prajurit kepada tuan. Kewajiban dan hubungan antara tuan, bawahan, dan wilayah membentuk dasar feodalisme. Karena itu, ciri khas dari feodalisme adalah ketaatan mutlak terhadap pemimpin atau atasan.
Feodalisme menghasilkan sistem piramida masyarakat feodal sebagai berikut. Raja menduduki posisi paling atas, menyusul kaum aristokrat. Selanjutnya, terdapat bupati yang berkuasa pada suatu daerah dan di bawahnya terdapat kepala-kepala rakyat dan terakhir rakyat menempati strata paling bawah yang berarti paling banyak menerima tekanan dan menderita. Masyarakat feodal merupakan masyarakat yang mempunyai orientasi pada nilai pelayanan berlebihan pada penguasa, pejabat, birokrat, maupun orang yang dituakan.
Tiga prinsip utama feodalisme. Pertama, sistem feodalisme berfokus pada kekuasaan, yakni menguasai politik, sosial, ekonomi, budaya, dan segala aspek kehidupan. Kekuasaan feodalisme bersifat sentral pada satu pemimpin. Kedua, kekuasaan dalam feodalisme hanya berkutat pada kelompok tertentu yang berkerabat. Misalnya, ketika seorang pemimpin meninggal, ia akan digantikan oleh anak atau kerabat dekat. Ketiga, pengkultusan terhadap pemimpin. Pemimpin feodal tidak hanya dihormati, melainkan juga dipuja dan bahkan dikultuskan.
Untuk konteks Indonesia, budaya feodalisme dianggap sebagai warisan dari sistem kerajaan yang mengedepankan patron-klien. Kerajaan Mataram sering disebut sebagai cikal bakal tumbuhnya budaya feodal. Di masa itu terdapat kitab hukum yang menjadi dasar dan sumber hukum tertinggi bernama manawa. Isinya, antara lain menjelaskan bahwa semua tanah merupakan milik raja, tidak ada satu pun milik rakyat. Untuk mengelola tanah tersebut, raja dibantu oleh patuh. Patuh dibedakan menjadi dua, ada patuh yang berasal dari keluarga kerajaan bernama sentani; dan patuh yang bertugas untuk penyelenggaraan kebijakan kerajaan disebut nayaka. Di bawah sentana dan nayaka terdapat bekel, yaitu petugas yang mengkoordinir tanah-tanah tersebut. Kemudian di level bawah lagi terdapat sikep yang bekerja mengelola tanah tersebut dibantu oleh bujar atau batur. Di sinilah mulai munculnya sistem feodalisme pada Kerajaan Mataram.
Setelah masa kerajaan, muncul masa kolonialisme di mana Belanda menjajah Indonesia. Rakyat dieksploitasi dan tidak mendapat keadilan, sementara sejumlah elit lokal melakukan kolusi dan korupsi dengan Belanda. Akibatnya, rakyat mengalami penderitaan berlipat ganda. Sudah ditindas karena kolonialisme, ditambah pula dengan sikap penguasa pribumi yang korup. Para penguasa pribumi yang feodal itu memotong upah para pekerja sehingga rakyat semakin menderita.
Pandangan Mohammad Hatta, Mohammad Yamin dan Syahrir
Demokrasi kerakyatan merupakan suatu sistem yang diciptakan oleh Mohammad Hatta untuk mengantarkan masyarakat Indonesia menuju kehidupan yang baru dan lebih baik. Dapat dipahami bahwa gagasan demokrasi Mohammad Hatta berbeda dengan demokrasi Barat. Mohammad Hatta mendirikan demokrasi di Indonesia dengan kesadaran yang matang. Ia juga menyadari bahwa demokrasi masyarakat di Indonesia memiliki perbedaan dengan demokrasi Barat sehingga tidak sesuai jika diterapkan pada masyarakat Indonesia. Menurutnya, demokrasi berarti kedaulatan rakyat atau kedaulatan di tangan rakyat. Kedaulatan rakyat berarti rakyat mempunyai hak dan kekuasaan untuk menetapkan paham dan roda pemerintahan suatu negara. Rakyat berdaulat dan mempunyai kekuasaan untuk memutuskan bagaimana masyarakat menjalani kehidupan pemerintahan. Namun, keputusan rakyat dapat menjadi aturan pemerintahan bagi semua orang dan harus teratur dalam bentuk dan prosesnya, yaitu keputusan yang diambil berdasarkan konsensus dalam perundingan. Hal ini bukanlah keputusan yang tiba-tiba diambil dalam rapat umum lainnya.
Dalam hal ini, Mohammad Hatta mengemukakan dua asumsi yang mendukung kebenaran prinsip kedaulatan rakyat. Pertama, bahwa rakyat tidak hanya berdaulat tetapi juga bertanggung jawab atas kedaulatan yang dipegangnya. Kedua, tidak mungkin rakyat yang berdaulat kehilangan kedaulatannya. Dengan kata lain, Mohammad Hatta mengacu pada pengalaman sejarah untuk menunjukkan bahwa lembaga-lembaga demokrasi pada dasarnya berjalan dengan waktu yang lama serta stabil. Penting untuk ditekankan, bahwa sistem demokrasi juga memenuhi syarat-syarat tertentu untuk keberlanjutannya, yaitu pemerintahan berdasarkan hukum dan terwujudnya kesejahteraan dan keadilan rakyat. Jika kondisi tersebut tidak dipenuhi, maka akan terjadi anarki yang berujung pada revolusi dan munculnya pemerintahan otoriter.
Negara yang berdasarkan demokrasi adalah negara demokrasi, dengan kata lain demokrasi di Indonesia merdeka harus bersifat inklusif (Zulfikri Suleman, 2010: 190-200). Dalam pandangan Mohammad Hatta, demokrasi kerakyatan dinilai paling cocok dengan keadaan Indonesia karena Mohammad Hatta menjaga kedaulatan rakyat melalui "musyawarah mufakat". Hal ini sejalan dengan hakikat masyarakat Indonesia, dimana rakyat mempunyai hak tertinggi untuk memerintah baik secara politik maupun pemerintahan.
Res Privata atau Res Publica
Berpijak pada pengistilahan bangsa Romawi yang telah menetapkan res publica, yang secara harfiah berarti "urusan rakyat", sebagai kebalikan dari res privata, yang artinya "urusan privat/swasta". Pengistilahan "republik" adalah pengistilahan politik. Mungkin, begitulah kesimpulan kita, jika membaca sejarah munculnya pengistilahan ini di jaman Yunani dan Romawi Kuno. Dan, jika ditarik dalam terminologi hukum-politik ketatanegaraan, seperti yang terdapat dalam UUD 1945, bahwa republik sangat kuat dengan pemaknaan "kedaulatan rakyat". Bahwa makna negara Republik Indonesia adalah kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat Indonesia.
Begitu hebatnya makna dari sebuah negara "Republik", maka tidak mengherankan apabila segala sesuatu yang menyangkut tentang ketatanegaraan harus menjadi "urusan rakyat". Namun, pertanyaan yang muncul kemudian adalah, sejauh mana rakyat terlibat dalam urusan ketatanegaraan di Indonesia saat ini? Pemilihan Umum dianggap sebagai salah satu bentuk pengakuan kedaulatan rakyat dalam sebuah negara yang berbentuk republik. Di Indoensia, Pemilihan Umum tidak hanya untuk memilih anggota legeslatif yang duduk di parlemen saja, tapi juga untuk memilih eksekutif, seperti Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota. Yang nampak, bahwa urusan negara sudah menjadi urusan rakyat.
Faktanya, rakyat hanya dilibatkan dalam proses pemilihan umum saja. Namun, dalam menentukan kebijakan, peran rakyat hampir dihilangkan sama sekali. Dalam isu pengolahan sumber daya misalnya, masyarakat tidak mendapat akses untuk terlibat dalam menentukannya. Tidak mengherankan apabila yang muncul adalah penguasaan aset sumber daya oleh pihak swasta (khususnya pihak asing). Selain itu, sering kali kebijakan yang dibuat pemerintah, justru tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat. Fakta ini memberikan gambaran, betapa hak politik rakyat telah dikebiri dan disalahgunakan oleh wakil-wakil mereka yang duduk di pemerintahan.
Res Republica
Res Republica sebagai suatu sitem kenegaraan yang mengejawantahkan hal-hal yang sifatnya umum dan menegasi hal-hal yang sifatnya pribadi atau golongan tertentu seperti pengakumulaisan harta kekayaan dari perbendaharaan rakyat. Res Publica (republik) sebagai bentuk pemerintahan menempatkan artikel pertama yakni rakyat kebanyakan sebagai dasar penjelasan. Idealisme ini bukanlah topik dari dunia kayangan, tetaoi penegasan berulang dari sekian anak bangsa yang berada di bawah payung republik ini. Hal-hal yang menyangkut kepentingan rakyat bukanlah isapan jempol belaka. Hujatan dan gelengan kepala adalah eksprsi betapa terlaknatnya kita di bawah naungan republik. Slogan kepentingan rakyat menjadi senjata ampuh beberapa pejabat yang telah menguras kepentingan rakyat dalam bentuk korupsi. Rakyat seolah diperjualbelikan dalam rentetan proses politik. Res publica (republik) sebagai bentuk pemerintahan mengalami begitu banyak ketimpangan yang sudah, sedang dan mugkin terus terjadi. ketimpangan ini terkristal dalam bentuk sosial, politik, hukum dan lain-lain. Dalam bentuknya yang sangat tajam, ketimpangan itu muncul dalam diri pengemban amanah rakyat.
Res Privata
"Res privata" dalam konteks hukum, khususnya yang berkaitan dengan korupsi pajak, merujuk pada kepentingan pribadi yang berpotensi bertentangan dengan kepentingan publik. Dalam kasus korupsi pajak, "res privata" bisa merujuk pada tindakan individu atau kelompok yang berusaha menghindari kewajiban pajak atau memperoleh keuntungan pribadi dengan cara yang melanggar hukum. Secara lebih spesifik, korupsi pajak biasanya terjadi ketika seorang pejabat publik atau individu yang berwenang dalam administrasi perpajakan memanfaatkan posisi mereka untuk memfasilitasi penghindaran pajak, memberikan keringanan pajak yang tidak sah, atau bahkan menerima suap untuk mengurangi kewajiban pajak suatu pihak. Hal ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga dapat menciptakan ketidakadilan di dalam sistem perpajakan, karena pihak-pihak yang berusaha menghindari kewajiban pajak mendapatkan keuntungan pribadi yang tidak sah. Pentingnya mengidentifikasi "res privata" dalam konteks ini adalah agar masyarakat dan aparat hukum dapat lebih mudah menemukan dan menangani praktik-praktik korupsi yang merugikan kepentingan negara, yang pada akhirnya berdampak pada ekonomi dan pembangunan negara tersebut. Dengan kata lain, korupsi pajak berhubungan dengan upaya penyalahgunaan sistem perpajakan untuk keuntungan pribadi, yang tentu saja bertentangan dengan prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan fiskal.
Res Publica dan Res Privata dalam Konteks Korupsi Pajak
Dalam konteks korupsi pajak, istilah res publica dan res privata memiliki peran penting dalam memahami hubungan antara negara, masyarakat, dan individu terkait dengan pengelolaan pajak dan potensi penyalahgunaan kekuasaan.
- Res Publica:
- Res publica merujuk pada urusan atau hal yang bersifat publik atau kepentingan umum. Dalam konteks pajak, ini berkaitan dengan bagaimana negara mengelola sumber daya untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Pengumpulan pajak adalah bagian dari pengelolaan res publica karena uang yang diperoleh dari pajak digunakan untuk membiayai berbagai layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan program sosial lainnya.
- Ketika terjadi korupsi pajak, misalnya pejabat yang menyalahgunakan wewenang untuk memanipulasi data pajak atau mengambil bagian dari pendapatan pajak untuk keuntungan pribadi, itu merusak res publica karena mengurangi dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum. Praktik korupsi ini menyebabkan ketidakadilan, ketidakmerataan, dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
- Res Privata:
- Sebaliknya, res privata mengacu pada kepentingan pribadi atau urusan pribadi. Dalam konteks pajak, ini berhubungan dengan individu atau entitas yang berusaha menghindari kewajiban pajak mereka demi keuntungan pribadi. Misalnya, dengan menyuap pejabat pajak atau dengan menyembunyikan pendapatan untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar.
- Tindakan seperti ini, meskipun mungkin menguntungkan pihak yang terlibat secara pribadi, dapat merugikan negara dan masyarakat, karena pajak yang seharusnya diterima negara untuk membiayai layanan publik menjadi berkurang. Oleh karena itu, res privata dalam konteks korupsi pajak dapat merusak res publica karena mempengaruhi kesejahteraan kolektif masyarakat.
Daftar Pustaka :
Firmansyah, Adhe Rose Kusumaningratri. 2010. Hatta Si Bung yang Jujur dan Sederhana Adhe FIRMANSYAH. Yogyakarta: Garasi House of Book.
Suleman, Zulfikri. 2010. Demokrasi Untuk Indonesia-Pemikiran Politik Bung Hatta. Jakarta: Kompas.
https://sman3borong.sch.id/res-publica/
https://parawansa.blogspot.com/2007/06/indonesia-res-publica-atau-res-privata.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H