Mohon tunggu...
Maria Ulfa Trie Jayani
Maria Ulfa Trie Jayani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Learning to write is learning to find the voice within myself

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Relevansi dan Efektivitas Aturan Disiplin di Perguruan Tinggi: Sebuah Evaluasi

6 November 2024   22:48 Diperbarui: 6 November 2024   22:50 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Larangan adalah perintah” merupakan suatu ungkapan umum yang sering kali kita dengar. Kontradiktif. Larangan dalam aturan disiplin suatu perguruan tinggi dirancang agar mahasiswa dapat menjadi lebih disiplin dan bertanggung jawab. Di sisi lain, aturan yang diterapkan terkadang redundant dan tidak relevan, sehingga penerapannya tidak efektif dan menimbulkan potensi pelanggaran lain.

Aturan disiplin memiliki peran dalam pengembangan karakter dan tanggung jawab mahasiswa. Aturan memberikan batasan-batasan hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan mahasiswa baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus. Dengan mengikuti aturan, mahasiswa dapat belajar untuk menjadi lebih disiplin dan bertanggung jawab. Terdapat konsekuensi yang akan dihadapi mahasiswa apabila batasan yang telah ditetapkan tersebut dilanggar. Hal ini diharapkan membuat mahasiswa menjadi lebih bijak dalam melakukan sesuatu serta memahami makna dari akuntabilitas.

Kepatuhan terhadap aturan disiplin dipengaruhi berbagai macam faktor, seperti kesadaran dan pemahaman terhadap aturan, pengaruh dari lingkungan, dan perasaan takut akan ketahuan dan konsekuensi. Hal ini sejalan dengan Rational Choice Theory oleh Gary Becker. Sering kali aturan disiplin yang berlaku diabaikan karena ketidaktahuan akan poin-poin dari aturan tersebut, minimnya bahkan tidak ada pengawasan, pengabaian dari pihak lembaga, ataupun sulitnya menilai pelanggaran karena aturan tersebut bias. 

Salah satu contohnya adalah aturan disiplin pada suatu perguruan tinggi yang mewajibkan mahasiswa untuk menyisir rambut. Saya secara pribadi baru mengetahui aturan ini setelah 4 tahun lulus dari perguruan tinggi tersebut. Wajib berarti aturan tersebut harus dipatuhi, bila tidak maka akan ada konsekuensi yang dikenakan. Lantas, bagaimana dengan mahasiswa yang botak atau rambutnya sangat pendek? Bagaimana dengan mahasiswi yang menggunakan hijab? Bukankah sangat sulit menilai apakah rambut mahasiswa telah disisir atau belum? Di sisi lain, pihak lembaga juga tampaknya tidak terlalu memperhatikan poin ini dan lebih fokus pada pakaian/seragam yang dikenakan mahasiswa. Aturan ini kemudian dianggap redundant dan pelaksanaannya tidak efektif.

Contoh lain dari perguruan tinggi yang sama adalah aturan terkait seragam perkuliahan. Mahasiswi diwajibkan mengenakan rok panjang formal (sampai mata kaki) untuk perkuliahan, tidak boleh mengenakan celana. Ketika ditanya apa tujuannya, jawabannya adalah agar terbiasa mengenakan rok nantinya saat memasuki lingkungan kerja. Nyatanya, di lingkungan kerja tidak ada kewajiban mengenakan rok. Pegawai dapat mengenakan baik celana, rok, maupun baju terusan dengan catatan memenuhi aspek kesopanan dan kepantasan. Lagi, aturan dianggap tidak relevan. Namun, aturan ini tetap diikuti karena pengawasannya lebih ketat sehingga mahasiswa tidak berani melanggar. 

Kemudian muncul lagi pelanggaran yang pengawasannya lebih rendah, mengenakan rok di atas mata kaki. Bahkan beberapa mahasiswi mengenakan rok 7/8 . Selain itu, ada juga mahasiswi yang mengenakan rok yang ketat, memiliki belahan, ataupun nonformal. Sama halnya dengan kewajiban mahasiswa mengenakan kaos kaki 5 cm di atas mata kaki. Rata-rata mahasiswa mengenakan kaos kaki. Tidak jarang ditemui mahasiswa mengenakan kaos kaki di bawah mata kaki. Sangat amat jarang pelanggaran tersebut dijatuhi hukuman karena rendahnya pengawasan. Aturan ini agak menjadi perhatian saat ujian tengah semester dan ujian semester berlangsung. 

Aturan disiplin memiliki peran penting dalam pengembangan karakter dan tanggung jawab mahasiswa, namun efektivitasnya dipengaruhi oleh relevansi dan pengawasan. Aturan yang dianggap redundant dan tidak relevan cenderung diabaikan, sementara aturan dengan pengawasan ketat lebih mungkin dipatuhi. Oleh karena itu, penting bagi perguruan tinggi untuk meninjau kembali kebijakan dan aturan disiplin yang diterapkan, memastikan aturan tersebut tidak hanya relevan dan efektif, tetapi juga dapat diterima secara rasional oleh mahasiswa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun