Mohon tunggu...
Emmanuela Dinda
Emmanuela Dinda Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menjelajahi Potensi Sorgum sebagai Solusi Pangan Keberlanjutan

10 Desember 2024   15:50 Diperbarui: 10 Desember 2024   17:39 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh :

Emmanuela Dinda Galuh Larasati Kusumaningrum

Terlihat matahari  muncul di atas perbukitan hijau desa Lumbung Kerep,  angin fajar itu membawa aroma segar dari ladang-ladang kecil yang menghiasi desa. Di tengah keheningan pagi, terdengar suara cangkul beradu dengan tanah serasa musik alam yang sangat akrab. Terlihat sosok perempuan paruh baya sibuk memanen sorgum di ladangnya. Bagi mak Marni, sorgum bukan sekadar tanaman, melainkan warisan berharga yang menyimpan harapan akan masa depan.

"Sorgum ini sudah ditanam sejak nenek moyang kami. Sejak dahulu, tanaman ini dikenal sebagai salah satu alternatif pangan lokal selain beras dan jagung, meskipun popularitasnya tidak sekuat keduanya, sehingga sorgum menjadi makanan pokok di desa ini," tutur mak Marni sambil mengikat batang sorgum dengan cekatan. Tanaman biji-bijian yang toleran terhadap kekeringan dan dapat tumbuh di tanah gersang, hal ini menjadikannya tanaman yang ideal di daerah dengan curah hujan rendah atau lahan marginal.

Negara Indonesia sungguh diberkahi dengan kekayaan alam luar biasa, selain flora dan fauna yang melimpah, negeri ini juga memiliki keanekaragaman hayati pangan yang jarang ditemukan di tempat lain. Namun, di balik kemegahan itu, ternyata masih terdapat kekayaan pangan lokal yang tersembunyi seperti sorgum, ubi, sukun, hingga gembili kerap terlupakan.

Sorgum sebagai salah satu kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Selain menjadi solusi pangan di tengah krisis iklim, sorgum juga bisa menjadi bagian dari gaya hidup sehat dan berkelanjutan. Mengenal dan memberikan dukungan terhadap sorgum, tidak hanya menjaga tradisi lokal tetapi kita juga berkontribusi pada pelestarian lingkungan. Kandungan karbohidrat, protein, serat, vitamin B, dan mineral seperti zat besi dan magnesium ada pada sorgum. Sehingga jika dibuat tepung sorgum akan terbebas gluten dan cocok untuk penderita penyakit celiac atau orang yang menjalani diet bebas gluten (KEHATI, 2024)

Terlihat kesetiaan warga pada tradisi menanam pangan lokal masih banyak, ladang-ladang kecil mereka menjadi benteng terakhir melawan arus modernisasi yang mendorong ketergantungan pada beras dan gandum. Sebagian besar kawasan yang ada di desa Lumbung Kerep merupakan lahan kering berbatu kapur, sehingga sangat cocok untuk budidaya sorgum, karena sifatnya yang tahan terhadap kekeringan. Di daerah ini, sorgum digunakan sebagai bahan pangan alternatif sekaligus pakan ternak.

"Pangan lokal itu kuat, nak," kata mak Marni kepada Laras, anak gadisnya yang baru saja pulang dari kota. "Sorgum ini tidak butuh banyak air juga tidak perlu pupuk kimia, dan tahan terhadap perubahan cuaca. Kalau semua orang tahu manfaatnya, sorgum bisa jadi penyelamat saat krisis." tambahnya.

Laras kecil masih ingat betapa seringnya ia membantu emaknya membuat bubur sorgum untuk sarapan. "Hmm...lezatnya bubur sorgum ini mak, besok emak buat lagi ya?" pinta Laras waktu itu. Namun kini pola makan keluarga sudah berubah, hidangan nasi dan mie instan mendominasi meja makan mereka. Perubahan ini bukan hanya terjadi di keluarga mak Marni, tetapi juga di beberapa daerah di Indonesia.

Konsumsi pangan lokal masih tergolong rendah dan belum dimanfaatkan secara optimal dibandingkan dengan pangan non lokal. Pola makan masyarakat belum sepenuhnya mencerminkan prinsip beragam, bergizi, berimbang, dan aman (B2SA), sebagaimana yang dianjurkan dalam pedoman Pola Pangan Harapan (PPH). Pedoman B2SA dan PPH digunakan sebagai acuan untuk mengukur tingkat diversifikasi konsumsi pangan. Berdasarkan panduan PPH, pola konsumsi pangan masyarakat masih memerlukan perbaikan (Asiva Noor Rachmayani, 2015)

Saat ini masyarakat Indonesia mengandalkan beras sebagai makanan pokok. Ketergantungan ini menjadi ancaman besar terhadap keanekaragaman pangan lokal, yang lambat laun terpinggirkan.

"Orang-orang terlalu fokus pada beras," keluh mak Marni, "padahal, di tanah ini, ada banyak tanaman yang bisa jadi makanan pokok. Bagaimana jika sorgum hilang? Bukan hanya kita yang rugi, tapi juga bumi."

Melalui sebuah diskusi sederhana di serambi rumah, Laras mendengar cerita emak tentang tantangan yang dihadapi petani pangan lokal. Harga jual sorgum sering kali lebih rendah dibandingkan beras, bahkan minimnya dukungan pemerintah serta rendahnya kesadaran masyarakat juga menjadi penghalang bagi pelestarian pangan lokal.

Namun, mak Marni pantang menyerah. Keyakinan yang begitu kuat bahwa perubahan harus dimulai dari langkah kecil. Setiap panen sorgum, ia selalu menyisihkan sebagian untuk diolah menjadi produk seperti tepung dan kue, yang kemudian dijual di pasar tradisional. Upaya meningkatkan derajat sorgum agar dapat setara dengan beras melalui inovatif dan kreatifitas tanpa mengurangi kecukupan gizi menjadikan nilai jual tinggi. Bahkan bisa menjadi peluang untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.

"Kalau kita tidak memulai, siapa lagi?" katanya mantap.

Laras, yang kini berprofesi sebagai desainer grafis di Jakarta, merasa terinspirasi oleh semangat emaknya. Sehingga ia memutuskan untuk membantu memasarkan produk olahan sorgum mak Marni melalui media sosial. Dengan tagar #KEHATI dan #CintaPanganLokal, Laras berharap dapat menarik perhatian generasi muda terhadap pentingnya keanekaragaman hayati dan pangan lokal.

Melalui akun media sosial yang dikelolanya, Laras membagikan cerita dan pengalamannya tentang bagaimana sorgum menjadi bagian penting dari kehidupan di desa Lumbung Kerep. Bahkan  kerap mengunggah resep-resep tradisional berbahan dasar sorgum yang dikemas dengan gaya modern penuh kreasi, seperti sorgum cookies dan smoothie sorgum dipromosikan sebagai pilihan sehat karena rendah indeks glikemik dan tinggi serat, sehingga baik untuk menjaga kadar gula darah (Avif & Dewi, 2022).

Keinginan untuk menghidupkan warisan tanaman leluhur menjadi tujuan utamanya. Tidak butuh waktu lama, unggahan Laras menarik perhatian banyak orang. Pesanan produk olahan sorgum mulai berdatangan, tidak hanya dari dalam negeri saja bahkan juga dari luar negeri. Bagi Laras, hal ini bukan sekadar soal bisnis, tetapi juga langkah kecil untuk melestarikan keanekaragaman hayati pangan Indonesia.

"Betapa bangganya diriku, setiap kali aku melihat orang mencoba sorgum untuk pertama kali," ujar Laras, "ini adalah bukti bahwa pangan lokal kita tidak kalah dengan makanan modern" sambungnya.

Di tengah ancaman perubahan iklim dan krisis pangan global, keberadaan pangan lokal seperti sorgum, sukun, dan gembili menawarkan solusi yang berkelanjutan. Tanaman-tanaman ini tidak hanya kaya nutrisi, tetapi juga memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap kondisi lingkungan yang ekstrem. Harapan dunia untuk mempertahankan pangan lokal menjadikan tantangan bagi masyarakat (Dewi & Ariani, 2023).

Mengutip seorang ahli pertanian yang pernah mengunjungi desa Lumbung Kerep, "Tanaman lokal seperti sorgum adalah masa depan kita, dengan keanekaragaman hayati yang kita miliki, Indonesia bisa menjadi contoh bagi dunia dalam menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan."

Cerita mak Marni dan Laras menjadi cerminan kecil dari perjuangan besar untuk melestarikan keanekaragaman hayati pangan. Setiap pilihan yang kita buat di meja makan, mulai dari memilih bahan lokal hingga mengurangi makanan instan, merupakan langkah nyata untuk menjaga bumi.

Daya pikat sorgum menjadikan Laras sebagai salah satu duta pangan lokal di komunitasnya. Bersama emaknya, mereka mulai rutin mengadakan lokakarya tentang cara menanam dan mengolah sorgum. Hingga saat ini desa Lumbung Kerep mulai dikenal sebagai pusat edukasi keanekaragaman hayati dan menjadi tempat bagi masyarakat untuk belajar mengenai pentingnya melestarikan warisan pangan.

"Jika kita mencintai pangan lokal, artinya kita juga mencintai bumi," kata mak Marni sambil tersenyum hangat, "dan kalau kita menjaga bumi, berarti kita juga menjaga masa depan anak cucu kita."

"Pangan lokal bukan sekadar soal rasa, melainkan soal identitas, keberlanjutan, dan masa depan. Di tengah arus globalisasi, mencintai pangan lokal adalah cara kita untuk tetap berpijak pada akar budaya dan menjaga kekayaan hayati negeri ini," pungkas mak Marni penuh semangat yang diiyakan dengan senyuman dan anggukan Laras.

Oleh karena itu, mari mulai dari piring kita, pilih pangan lokal, dukung petani kecil, dan jadikan #KEHATI sebagai gerakan bersama. Karena keanekaragaman hayati adalah warisan tak ternilai yang harus kita jaga untuk generasi mendatang.

#KEHATI #CintaPanganLokal #LestariBersama

Referensi :

Asiva Noor Rachmayani. (2015). DIREKTORI KONSUMSI PANGAN KABUPATEN KOTA TAHUN 2021 WILAYAH TENGAH (M. Dr. Maya Safrina Suraningsih, S.TP (ed.)). BADAN PANGAN NASIONAL.

Avif, A. N., & Dewi, A. O. T. (2022). Analisis Kandungan Zat Gizi, Fenol, Flavonoid, Fitat, dan Tanin pada Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench). Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan Dan Aplikasinya, 6(2), 65--74. https://doi.org/10.21580/ns.2022.6.2.7083

Dewi, D. O., & Ariani, M. (2023). Pengembangan Pangan Lokal Mendukung Ketahanan Pangan Berkelanjutan. In Diversifikasi Pangan Lokal untuk Ketahanan Pangan: Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Budaya. https://doi.org/10.55981/brin.918.c791

KEHATI. (2024). Sorgum Jadi Pilihan Ketahanan Pangan Lokal di Flores. YAYASAN KEHATI. https://kehati.or.id/sorgum-jadi-pilihan-ketahanan-pangan-lokal-di-flores/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun