Mohon tunggu...
Maria Tanjung Sari
Maria Tanjung Sari Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger-Content Writer-Content Placement Artikel di Blog-Jasa Review Produk dan Jasa di Blog Untuk kerja sama bisa email di titikterang751@gmail.com

Blogger Surabaya yang mengelola beberapa blog diantaranya santaisore.com , sahabatcurhat.my.id , curhatyuk.my.id dan masih banyak lagi Senang menulis mengenai dunia HRD, suka mengamati perilaku sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jangan Jadi Karyawan yang Berperilaku Doom Spending Kalau Tak Mau Gajimu Habis di Pertengahan Bulan

21 Oktober 2024   11:49 Diperbarui: 21 Oktober 2024   12:03 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah tidak kamu yang berstatus seorang karyawan di sebuah perusahaan, ketika stress kerja melanda, maunya jajan terus. Ya jajan offline, ya jajan online. Apalagi ketika akhir bulan, dikerja target omzet penjualan sementara belum tercapai, stress donk ya. Dengan dalih ingin menghilangkan stress, akhirnya kamu jajan kopi kekinian. Atau mumpung ada saldo di M-Banking, akhirnya kamu pun checkout barang belanjaan yang mungkin sebenarnya tidak perlu dibeli.

Dengan alasan stress atau bahkan self rewards setelah sekian lama bekerja, maka kamu bisa terjebak doom spending apabila membelanjakan sejumlah barang yang sebenarnya tidak diperlukan sama sekali dalam hidupmu saat ini. 

Dari beberapa sumber yang saya baca, doom spending atau dalam Bahasa Indonesia artinya "pengeluaran malapetaka", memiliki pengertian sebagai sebuah perilaku berbelanja yang dilakukan oleh seseorang secara berlebihan, dimana dilatar belakangi oleh alasan seperti kecemasan maupun stress. Biasanya orang yang berperilaku doom spending kurang menggunakan logika ketika berbelanja, dan tidak memikirkan apakah yang dibelinya itu benar-benar bermanfaat atau hanya kesenangan sesaat.

Setelah dipikir-pikir, jangan-jangan saya pernah menjadi seseorang dengan perilaku doom spending, terlebih ketika masih menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Bayangkan, ketika lagi gabut di kantor dan kebetulan ada saldo di M-Banking, saya pun tanpa ragu membeli makanan atau minuman melalui aplikasi online. Meskipun sebenarnya saya sudah makan namun entah kenapa ada dorongan untuk membeli makanan kembali meskipun hanya camilan. Ujung-ujungnya sedikit rasa menyesal datang ketika makanan tersebut sudah datang ke kantor namun saya merasa masih kenyang untuk mengonsumsinya.

Ada beberapa faktor seseorang terjebak dalam perilaku doom spending, misalnya saja:

  • FOMO (Fear of Missing Out)

Saat ini bisa dibilang kita berada di fase FOMO, tapi tentu saja saya tidak bilang semua orang akan merasa FOMO. FOMO sendiri merupakan perasaan yang dirasakan seseorang karena kekhawatiran tertinggal update atau tren tentang peristiwa terkini. Biasanya FOMO dirasakan seseorang setelah melihat media sosial dari teman maupun kerabat yang mengakibatnya dirinya ingin mengikuti atau meniru apa yang diposting oleh teman atau kerabatnya itu.

MIsalnya saja ketika teman mengunggah status di media sosial kalau dirinya habis makan di salah satu restoran terkenal, maka kalian yang merasa FOMO akan buru-buru mengunjungi restoran tersebut atau bahkan mencarir restoran lain yang lebih mahal harganya. Tak lupa ketika sedang makan di restoran itu, kalian unggah juga di media sosial dengan caption hiperbola.

Seorang karyawan yang mudah FOMO dengan gaya hidup teman kerja lainnya, maka bisa jadi dia akan sulit untuk berhemat atau menyisihkan sebagian gaji yang diterima tiap bulannya. Setiap ada tempat nongkrong baru, wajib dikunjungi. Lalu tiap ada kopi kekinian grand opening, wajib jajan kopi kekinian. Gaji tak seberapa namun pengeluaran sudah berada di titik darurat tiap bulannya. Bahkan jangan-jangan gajimu bisa minus jika selalu mengikuti FOMO dari update rekan kerja lainnya.

Saran saya, jangan terjebak ke dalam arus FOMO. Jadilah dirimu sendiri apa adanya, yang melakukan segala sesuatu sesuai kemampuan. Jika tak mampu membeli sebuah barang maka jangan memaksakannya demi terlihat keren di depan orang lain.

Mungkin secara tidak sadar, selama ini ini kita memiliki budaya konsumtif dengan dalih perlu untuk membeli sejumlah barang. Namun pada kenyataannya setelah dibeli, barang tersebut tergeletak begitu saja di dalam kamar atau gudang misalnya. Ketika awal bulan baru menerima gaji, seorang karyawan mungkin merasa dapat membeli segala sesuatu. Tapi sadarkan kamu bahwa keinginan membeli barang terus menerus akan membawa pada sifat konsumtif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun