Mohon tunggu...
Maria Citinjaks
Maria Citinjaks Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Citizen Journalist | An Aviation Enthusiastic | Interest #Travel #Fotografi |Maksa orang keliling dunia | P:7642DF93 | www.ceritatravel.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pesta Rakyat Pelantikan Joko Widodo, Ekspresi Pilkada Langsung

20 Oktober 2014   20:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:21 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_367765" align="aligncenter" width="300" caption="Joko Widodo (Gambar: Sampul Majalah Time)"][/caption]

Padamu negeri kami berjanji,
Padamu negeri kami berbakti,
Padamu negeri kami mengabdi,
Bagimu negeri jiwa raga kami....

Lirik lagu ini seketika terdorong keluar dan membuat airmataku tak terbendung lagi, entah apa yang dipikirkan kusbini kala itu, tapi memang ternyata  perjalanan ini terasa begitu berat ketika untuk pertama kali rakyat harus berjuang keras dengan sehati mendaratkan tapak tangan kasarnya di punggung tipis itu, sekuat tenaga mendorongnya untuk masuk ke Istana.

Jelang pelantikan, petani kembali ke sawah, nelayan tersenyum menjaring 5 ekor ikan, tukang bakso terseyum sumringah mendorong gerobak 5 kilometer. Bahagia menatap alam dan kota, bahwa disana sudah kutitipkan pemimpin yang berasal dari antaraku yang kupilih  dengan jari kasarku.

Sesak menahan tangis ketika UU Pilkada tidak langsung,  menjadi kekejutan di malam hari. "Ahh, mereka pasti bercanda " , pikirku. Tapi, ternyata ini bukan mimpi, jari kasarku tak akan bisa memilih lagi.

Mungkin bagi dewan yang terhormat,  pilihanku tak pantas. Aku harus sadar,  aku cuma nelayan, cuma petani, cuma tukang bakso, aku tak mengerti politik, aku hanya sanggup duduk sampai kelas 5 SD, aku tak pantas memilih pemimpinku dan bagai diminta untuk berhentilah berharap. Pukulan hebat menghantamku, bagai balas dendam dari mereka yang kubayar dengan pajak penghasilanku.

Nilai rupiah semakin jatuh ditengah susunan kabinet, rasanya harapanku tak mungkin lagi. Dia tak mungkin merubah bangsa ini sendiri. Presiden lama pun buru-buru melantik puluhan duta, entah dia tersambar apa, sehingga tampak terasa konyol di akhir pemerintahannya, mewariskan ribuan duka,  menggoreskan luka dengan sandiwara Walkout partainya bagaikan pembalasan dendam bagi rakyat yang tak memasang harga untuk menjual hati nurani.

Joko Widodo hari ini 20 Oktober 2014,  dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia ke -7 .  Memasuki gerbang yang harusnya membahagiakan, tetapi sesungguhnya terselip  kedukaan mendalam disana dimana hak kami dicabut dengan girangnya oleh dewan terhormat.  Seolah-olah siap menghabisi "Pelayan" pilihan kami dan membentuk undang-undang pelindung ambisi.

"Jangan khawatir, jika pun ada undang-undang baru dibentuk, tidak akan masalah sepanjang itu untuk kepentingan rakyat, semuanya untuk kepentingan rakyat ", kata presiden baru  menguatkan hati kami.

Sembari berjuang dukung pilkada langsung, kupilih untuk percaya pada presidenku , karena kekhawatiran tidak akan menambah apa-apa bagi bangsaku. Kupilih untuk tak ikut-ikut an kontroversi saat bangsa lain sibuk dengan inovasi.  Kupilih mengajak bangsaku untuk tak ikut mengejar kenyamanan dengan bantal, saat negara lain sibuk mengejar Nobel.

Karena aku tak ahli politik, maka akupun akan mengkritik presidenku dengan cara bijaksana bukan dengan cara pasaran seperti mereka yang mengaku pakar politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun