Mohon tunggu...
Maria Febri Kristina
Maria Febri Kristina Mohon Tunggu... Penulis - Seorang mahasiswi yang sedang belajar menulis

Seorang mahasiswi yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jikalau Kau Ingin Bicara, Katakan Saja...

15 Juli 2016   08:31 Diperbarui: 15 Juli 2016   14:04 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jikalau Kau Ingin Bicara, Katakan Saja…

Maria Febri Kristina

Seperti biasa

Usai ku selesai dari rutinitas harianku

Aku selalu menikmati indahnya sore di taman kota

Sambil melihat detik-detik  Sang Surya masuk ke dalam perut bumi

Dan segera menyambut datangnya malam

Dengan berdiri tegaknya Sang Bulan di angkasa raya

Dan berjuta bintang bersebaran   di sekitarnya

Sambil menunggu detik-detik masuknya Sang Surya masuk ke perut bumi

Aku pun duduk di salah satu bangku di taman itu

Sembari menikmati angin semilir yang berhembus sepoi-sepoi

Yang beberapa kali menyibakkan rambutku yang masih pendek

Oh betapa sejuknya engkau sang angin

Tak lupa, aku pun juga membawa buku yang baru saja aku beli

Dan masih tersisa banyak halaman yang belum ku baca

Canda dan tawa mewarnai  suasana sore itu

Anak-anak kecil saling berkerjar-kejaran

Dan menambah ramai suasana sore taman kota itu

Dunia mereka selalu identik dengan dunia yang penuh dengan keceriaan

Aku pun tersenyum

Tatkala melihat salah satu dari ada yang saling jahil dengan teman mereka

Salah seorang teman mereka pun ada yang menangis

Tapi tak lama

Mereka kembali  bermain akrab seperti semula

Ya, itulah dunia mereka

Dunia yang tak mengenal kata benci, marah, ataupun dendam

Bau harum aroma wedang rondhe

Ternyata perlahan membuatku merasa haus

Aku pun sejenak menghentikan buku yang beberapa halaman sudah ku baca

Dan menghampiri bapak penjual rondhe

Aku pun tak mempercepat langkah kakiku

Sambil menikmati sepoi angin yang sejuk berhembus secara perlahan

Sambil menunggu antrian penjual wedang rondhe itu

Aku pun memutuskan untuk duduk di salah satu bangku kosong dekat situ

Dan melanjutkan kembali buku yang belum juga usai untuk ku baca

Tak selang berapa seorang wanita muda duduk di sampingku

Aku pun berusaha  untuk tetap membaca

Sambil membaca buku yang belum selesai

Dan mengamatinya dari balik buku ku

Dari wajahnya tersirat apa yang terjadi pada dirinya

Tersirat ekspresi kesedihan dari wajahnya

Aku tak tahu apa sebabnya

Aku hanya berusaha mengamati dia balik buku ku

Tak lama

Dari jauh aku mengamati penjual wedang rondhe itu

Rupanya ia sudah tampak sepi pembeli

Aku pun menutup kembali buku itu

Dan menaruhnya di kursi itu

Aku pun mulai melakukan langkahku

Menghampiri penjual wedang rondhe itu

Sengaja aku memesan 2 mangkuk

Satu untuk ku dan satu untuk perempuan muda itu

Aku berharap pemberianku yang tak seberapa bisa menghibur dan sedikit melegakannya

Dari tempat penjual wedang rondhe itu

Aku melihat perempuan itu masih belum berhenti mengeluarkan air matanya

Aku pun mulai melanjutkan langkahku menuju ke bangku itu

Tempat dimana aku menaruh buku yang belum juga usai aku baca

Tak selang beberapa lama

Aku  pun kembali ke tempat duduk awal tadi

Dan mulai memberikan wedang rondhe yang sudah ku pesan untuk wanita itu

Tak lama

Setelah memberikan wedang rondhe itu

Tak ku duga

Perempuan muda itu pun langsung memeluk

Lagi-lagi tangisnya pun kembali pecah

Aku pun tak paham

Mengapa wanita muda justru malah semakin banyak mengeluarkan air mata?

Apa yang ku perbuat untuknya ini salah?

Tanya ku dalam hati

Tak lama

Tangis perempuan muda ini pun mulai mereda

Ia pun mulai terbuka dan menceritakan apa yang terjadi

Aku pun mulai mendengarkannya dengan penuh perhatian

Sambil menikmati wedang rondhe yang agaknya sudah mulai dingin

Karena terkena tiupan sepoi angin sore

Ternyata

Setelah beberapa saat mendengar curahan hati wanita muda itu

Sekarang aku pun paham

Mengapa ia mengeluarkan air mata dengan begitu derasnya

Ya, karena satu pergumulan hidupnya

Pergumulan yang membuat hidupnya merasa tak berguna

Iya sebuah kegagalan yang tak kunjung usai menghampiri hidupnya

Aku pun semakin bertanya padanya

Dan ia berkata dengan pelan padaku

Sebab ia merasa tak cocok dengan pekerjaan yang ada padanya saat ini

Sebut lain,

Ia merasa tertekan kala ia mendengar teman seangkatannya sudah berhasil meraih apa yang mereka impikan

Ya, itulah yang menjadi kesedihan hatinya

Aku pun bisa memahami apa dirasakannya

Sebab,

Aku pun pernah merasakan demikian pula

Tapi,

Aku berusaha untuk segera bangkit dan berusaha untuk tidak jatuh dalam kelam perasaan itu

Terlintas dalam pikiranku

Usia kita boleh bertambah, tapi belum memilliki pekerjaan yang memadai

Dan juga belum juga meraih mimpi yang selama ini kita impikan

Hidup kita pun seakan tidak berubah menjadi lebih baik

Mendengarkan curahan hatinya

Membuatku teringat pada suatu buku yang beberapa bulan lalu telah usai ku baca

Sebuah buku yang ditulis oleh Alan Cohen , salah seorang penulis di Amerika

Yang menuliskan demikian dalam buku itu

“ Ada dua macam orang di dunia ini. Yakni mereka yang seringkali suka mencari alasan dan ada pula mereka yang berusaha mencari keberhasilan”

 Orang yang mencari alasan yaitu mereka yang mencari alasan dan  selalu berkata apa yang dikerjakannya seringkali gagal dan selalu menemui jalan buntu.

Sedangkan

Orang yang mencari  keberhasilan yaitu mereka yang selalu mencari alasan mengapa pekerjaannya dapat terhasil dan terselesaikan pula dengan baik

 

Sejenak,

Aku pun terdiam dan memajamkan mataku

Aku berkata dalam hati kecilku dan berbisik pelan

Semoga aku bisa menjadi orang yang selalu mencari keberhasilan

Bukan malah menjadi orang yang selalu mencari alasan

Ya, itulah harapan sederhanaku

Semoga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun