Kondisi ini kemudian menjadi landasan dibentuk dan didesaknya RUU Perlindungan Data Pribadi dalam Prolegnas prioritas 2019 oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi. Sayangnya, perjalanan panjang negara dalam merancang dan nantinya mengesahkan masih akan menemui hambatan dari subyek yang hendak dilindungi. Pasalnya, banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami pentingnya menjaga kerahasiaan informasi pribadi, baik daring (online) dan luring (offline).
Transaksi elektronik menjadi salah satu sarana yang dimanfaatkan peretas dan penipu untuk meraup keuntungan, sehingga masyarakat pun perlu berhati-hati dalam memberikan informasi nomor kartu debit atau kredit beserta informasi pribadi lainnya, seperti CVV dan nama ibu kandung, baik secara daring maupun telepon dari telemarketer karena kita tidak pernah tahu apakah yang bersangkutan memang resmi sebagai karyawan bank tersebut.Â
Secara luring, menempelkan stiker bergambar anggota keluarga dengan nama-namanya di kaca belakang mobil terkesan tidak membahayakan untuk konsumsi publik, tapi bagi pelaku kejahatan, hal tersebut dapat menjadi informasi. Misalnya perampok rumah dapat berdalih mengenal keluarga dari pemilik rumah karena mengetahui nama-nama anggota keluarga tersebut.
Individu dan kelompok individu nampaknya kurang memahami pentingnya menjaga kerahasiaan data pribadi. Padahal dengan tidak mengunggah data-data yang bersifat personal dapat menghindarkan individu dari perangkap penipuan, misalnya tidak sembarangan mengonfirmasi data-data pribadi, kode OTP, dan berhenti membagikan kehidupan personal terlalu banyak di internet.Â
Selain itu, keterbukaan informasi publik oleh industri perbankan dapat menjadi upaya menghentikan jaringan jual-beli data nasabah alih-alih menutupi oknum-oknum yang menyalahgunakan profesinya. Informasi publik, baik dari industri maupun media, seharusnya dapat menjadi sarana edukasi bagi masyarakat, di samping mendasari pengambilan keputusan kebijakan publik, dalam kasus ini adalah Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, dan pengelolaan dan pelayanan informasi, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.Â
Dengan demikian, bila Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi disahkan, regulasi tersebut dapat berjalan beriringan dengan berbagai industri, tidak hanya perbankan tapi telekomunikasi dan teknologi, serta masyarakat yang telah teredukasi mengenai pentingnya kerahasiaan data pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H