Mohon tunggu...
Maria Clarita
Maria Clarita Mohon Tunggu... Mahasiswa - ----

Mahasiswi Pendidikan Sosiologi B 2020 Fakultas Ilmu Sosial UNJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Permasalahan Produk Kebudayaan Novel Tere Liye: Gempuran Buku Bajakan di Era New Normal

16 Juni 2023   08:31 Diperbarui: 16 Juni 2023   08:35 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Menurut Soekanto (2009 : 150) kebudayaan adalah suatu hal kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh sekumpulan anggota masyarakat. Sementara itu produk kebudayaan mengacu pada segala sesuatu yang dihasilkan oleh manusia sebagai ekspresi dari nilai-nilai, norma, dan tradisi budaya. Ada berbagai macam produk kebudayaan seperti seni, teknologi, bahasa, dan lagu atau musik. Seni juga memiliki ragam jenisnya seperti seni rupa, seni musik, dan seni sastra. Salah satu wujud atau bentuk dari karya seni sastra yang termasuk ke dalam produk kebudayaan adalah novel. Novel merupakan salah satu bentuk produk kebudayaan yang memiliki peran penting dalam membentuk identitas dan warisan intelektual suatu masyarakat. Dalam hal ini, karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat (Soemardjan, 1964 : 115). 

Salah satu produk kebudayaan novel yang terkenal di tanah air adalah novel karangan Tere Liye. Novel-novel karangan Tere Liye telah menjadi fenomena kebudayaan yang sangat populer di kalangan pembaca Indonesia. Ciri khas novel karangan Tere Liye adalah karyanya selalu mengetengahkan pengetahuan dan moral kehidupan. Penyampaian yang unik dan sederhana ala seorang Novelis Tere Liye dapat membuat pembaca seolah-olah hanyut ke dalam isi cerita. Setiap cerita pun bertemakan kehidupan sehari-hari yang sering ditemui tetapi tetap sarat akan makna. Sebagai produk kebudayaan, novel-novel karya Tere Liye mencerminkan kekayaan budaya dan pengalaman manusia di Indonesia. Dalam setiap halaman, pembaca dapat menemukan nilai-nilai, norma, dan tradisi budaya yang melekat dalam masyarakat. Karya-karya ini menjadi salah satu cara untuk mengenali dan memperkuat identitas budaya tanah air. 

Namun, di tengah perkembangan era New Normal yang ditandai oleh peningkatan penggunaan teknologi dan penetrasi e-commerce, novel-novel karya Tere Liye menghadapi tantangan serius. Fenomena gempuran buku bajakan menjadi ancaman bagi keberlanjutan karya-karya sastra ini. Buku-buku bajakan yang tersedia secara luas di platform e-commerce seperti TikTok Shop dan toko online lainnya seperti Shopee menyebabkan penurunan pendapatan bagi penulis dan penerbit yang sah serta mengurangi apresiasi terhadap nilai karya asli. Padahal, pemerintah memiliki peran dalam menekan angka pembajakan dilakukan dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang mulai diberlakukan tanggal 29 Juli 2003. Negara menjamin sepenuhnya perlindungan segala macam ciptaan yang merupakan karya intelektual manusia sebagai produk olah pikirnya baik bidang ilmu pengetahuan maupun seni dan sastra (Damian, 2004 : 17).

Sejak 2021-sampai saat ini, Tere Liye acapkali meluapkan kemarahannya di media sosial karena merajalelanya marketplace yang menjual buku bajakan. Ia tidak hanya menyayangkan gempuran buku bajakan karya miliknya melainkan semua karya penulis tanah air. Menurut Tere Liye, banyak cara untuk dapat membaca buku orisinal walaupun tidak memiliki cukup uang untuk membeli buku tersebut. 

"Buku-buku yang dijual di Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dll dengan harga Rp20.000 s/d Rp40.000, nyaris 100% bisa dipastikan bajakan. Kalian dungu sekali kalau sampai membelinya. Jika kalian tidak punya uang, PINJAM bukunya ke teman, perpus, atau baca di aplikasi iPusnas. GRATIS. Jangan malah mensupport tukang bajak." tulis Tere Liye di laman instagramnya pada 13 juni 2023 lalu. Baginya, cara lain diperbolehkan asal tidak memberikan keuntungan untuk pembajak buku. 

Tere Liye juga memaparkan elemen-elemen rincian biaya pada suatu karya buku miliknya pada satu unggahan di laman instagram miliknya. Biaya mikir adalah tak terhitung, royalti penulis adalah sebesar 10-15% dari harga buku, biaya editor, cover, dll adalah sebesar 5-10% dari harga buku, pajak PPH adalah sebesar 0-25% dari harga buku, biaya promosi, proses penulis baru, dll adalah sebesar 10-15% dari hasil buku. Itu adalah proporsi atau andil persentase pada buku original. Sedangkan, pada buku bajakan semua komponen tersebut tidak ada bayaran alias nihil. Melalui unggahan tersebut Tere Liye ingin menyadarkan para pembaca maupun para followersnya bahwa buku bajakan murah karena para pembajak tidak membayar komponen-komponen di atas. Unggahan tersebut diposting ulang berkali-kali oleh Tere Liye. 

Isi

Dalam mengaitkan permasalahan ini dengan perspektif sosiologi kebudayaan Raymond Williams, kita dapat melihat bahwa sistem industri kebudayaan memainkan peran penting dalam menjaga keberlangsungan dan apresiasi terhadap karya-karya sastra, termasuk novel-novel karya Tere Liye. Williams mengidentifikasi beberapa subsistem yang membentuk sistem industri kebudayaan, yaitu creative artist, subsistem manajerial, media, dan feedback.

Apabila dianalisis dengan sistem industri kebudayaan, Tere Liye dipandang sebagai pencipta atau novelis (creative artist) yang berubah menjadi subsistem teknis yang memberikan "input" untuk sisa sistem. Dalam hal ini, ada kelebihan pasokan di subsistem teknis yang berisi lebih banyak novelis daripada yang dibutuhkan sistem secara keseluruhan. Pada input boundary, seniman kreatif menggunakan "penanda batas", seperti agen, agar karya mereka diperhatikan oleh organisasi produksi, atau mereka dapat bertindak sebagai agen mereka sendiri, misalnya seorang Tere Liye yang acapkali mempromosikan karya novelnya di akun instagram pribadinya.

Kemudian bergeser pada subsistem manajerial. Subsistem manajerial terdiri dari organisasi yang benar-benar menghasilkan produk yakni penerbit, agen, dan distributor. Terkadang hal ini merupakan perusahaan besar, tetapi terkadang tidak. Mereka memiliki peran penting dalam menjaga keberlangsungan karya-karya Tere Liye dengan cara mengelola proses penerbitan, pemasaran, dan distribusi. Namun, fenomena gempuran buku bajakan mengancam subsistem manajerial ini karena mereka tidak mendapatkan penghasilan yang adil dari penjualan buku bajakan.

Kemudian ada media (subsistem kelembagaan) yakni orang-orang seperti pengulas buku dan bagian dari pers yang meliput budaya dan penciptanya. Untuk perusahaan besar, publisitas dan departemen penjualan memupuk hubungan dengan media, yang berfungsi sebagai konsumen pengganti. Jika media/acara hiburan mingguan telah memberi review atau ulasan terhadap suatu novel karya Tere Liye, maka konsumen atau dalam hal ini para pembaca akan cenderung melihat atau membaca novel yang telah dibahas tersebut. Dalam hal ini meskipun organisasi penghasil sangat bergantung pada paparan media semacam itu dan bekerja keras untuk mendapatkannya, mereka juga bekerja keras untuk menghindari kebutuhannya, baik dengan memproduksi produk yang cukup homogen atau dengan meyakinkan konsumen sebanyak-banyaknya.

Terakhir, feedback atau umpan balik dari pembaca juga merupakan elemen penting dalam sistem industri kebudayaan. Pada dasarnya ada dua jenis umpan balik yg terjadi dalam sistem industri budaya, yaitu berasal dari media dan terdiri dari airtime, review, dan perhatian media secara umum. Yang kedua berasal dari konsumen dan diukur dengan penjualan tiket, CD, atau buku; dan dengan penjualan produk terkait. Umpan balik ini dapat mencakup tanggapan, apresiasi, kritik, dan diskusi terhadap karya-karya Tere Liye. Melalui interaksi antara pembaca dan penulis, pembaca dapat memberikan dukungan dan penghargaan yang mendorong keberlanjutan karya sastra.

Dengan uraian di atas, dapat membantu kita memahami cara kerja organisasi penghasil budaya. Organisasi semacam itu berusaha menghasilkan aliran produk yang teratur dan mengurangi ketidakpastian. Namun, terlepas dari upaya pengendalian subsistem manajerial, banyak ketidakpastian datang dari pasar --- pembeli tiket/konsumen, yang pada akhirnya menentukan keberhasilan objek budaya, seperti fenomena banyaknya peminat buku bajakan di era pandemi sampai new normal yang mana pemanfaatan teknologi sedang intens-intensnya.

Kesimpulan

Fenomena gempuran buku bajakan mempengaruhi ekosistem ini dengan merusak ekonomi kreatif, mengurangi penghargaan terhadap karya orisinal, dan menciptakan ketidakseimbangan dalam umpan balik yang diterima oleh penulis dan penerbit. Fenomena gempuran buku bajakan ini tentunta berpengaruh pada feedback yang diterima oleh penulis dan penerbit. Kehadiran buku bajakan yang lebih murah dan mudah diakses dapat mengurangi apresiasi terhadap karya asli. Selain itu, penulis dan penerbit mungkin tidak menerima umpan balik atau dukungan yang sebanding dengan upaya kreatif dan investasi yang mereka lakukan. Oleh karena itu, kita perlu memeriksa sifat pasar lebih dekat. Melalui hal ini juga dapat disimpulkan bahwa objek budaya bukan sekadar produk "alami" dari beberapa konteks sosial, tetapi diproduksi, didistribusikan, dipasarkan, diterima, dan ditafsirkan oleh berbagai orang dan organisasi. Artinya, ada proses yang panjang dibalik terbentuknya suatu budaya atau produk kebudayaan dan setiap manusia wajib menghargai tiap proses tersebut.

Daftar Pustaka

Soekanto, Soerjono. 2009.  Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Damian, Eddy. 2004. Hukum Hak Cipta. Bandung : PT Alumni Bandung.

Liye, Tere, Hindari Buku Bajakan (2023, Juni 13) [Instagram post]. https://www.instagram.com/p/CtaRWixtSm3/?igshid=MzRlODBiNWFlZA==. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun