Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Menurut Suardi (2012: 2), bahwa dengan adanya proses belajar mengajar dengan sistem yang baik, maka pendidikan telah terselenggara dengan baik.Â
Dalam pengajaran terdapat beberapa komponen penting, yaitu pengajar atau guru, peserta didik, metode atau media, perlengkapan pembelajaran, dan lingkungan kelas yang terstruktur pada pencapaian tujuan pembelajaran.Â
Dalam proses pelaksanaanya, pembelajaran yang berlangsung saat ini lebih banyak mengarah kepada sistem yang kurang memberikan dorongan motivasi kepada siswa untuk turut aktif dalam pembelajaran seperti pemberian buku teks dan sistem tanya jawab. Menurut Djamarah (2000: 186), bahwa interaksi edukatif selayaknya dibangun guru berdasarkan penerapan aktivitas siswa yaitu belajar sambil melakukan (Learning by Doing).
Istilah Learning by Doing pertama kali dicetuskan oleh John Dewey. John Dewey adalah salah satu tokoh pendidikan dan filsafat pedagogik. Dewey sering memberikan beberapa pondasi penting dalam dunia pendidikan dan filsafat pedagogik dan pemikirannya selalu relevan dari dulu hingga saat ini. Bagi Dewey, pengalaman jauh lebih kaya dari pengetahuan.Â
Pengalaman setiap orang bersifat unik dan personal maka dari itu semakin banyak pengalaman seseorang, semakin berkembang intelektual seseorang. Sama halnya seperti pendidikan, bagi Dewey pendidikan merupakan hasil dari akumulasi dari pengalaman-pengalaman jenjang pendidikan sebelumnya. Seseorang bisa saja memiliki jenjang pendidikan atau jabatan yang sama namun yang membedakan antara individu satu dengan individu lainnya adalah pengalamannya.
Dewey merupakan pendiri Dewey School yang menerapkan prinsip-prinsip Learning by Doing, yaitu bahwa siswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan. Dari rasa keingintahuan siswa akan hal-hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam suatu proses belajar.Â
Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi siswa dan guru untuk bersama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman. (Maslakhah, 2019:163) Pembelajaran dengan metode Learning by Doing ini dapat diterapkan di semua jenjang pendidikan, dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Dalam hal ini, jenjang SMK lebih banyak atau lebih sering menggunakan pembelajaran Learning by Doing
Isi
Sekolah Menengah Kejuruan atau yang biasa disingkat SMK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang cukup banyak diminati masyarakat. Berbeda dengan SMA yang hanya memiliki 2-3 jurusan, SMK memiliki lebih banyak dari itu. Jurusan yang tersedia di SMK antara lain adalah Multimedia, Tata Boga, Teknik Mesin, Administrasi, Akuntansi, dan lain sebagainya.Â
SMK dapat menjadi pilihan bagi para siswa yang memiliki keinginan langsung bekerja setelah lulus dari pendidikan menengah atas. Oleh karena itu, dalam proses pembelajarannya siswa SMK akan lebih banyak menggunakan metode Learning by Doing. Mengapa demikian? karena Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) membutuhkan lebih banyak praktik ketimbang teori untuk mempersiapkan mereka menghadapi tuntutan pasar kerja.