Mohon tunggu...
Marianus Soni
Marianus Soni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

JANGAN MATI SEBELUM MENINGGAL

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setangakai Mawar di Malam Hari

21 Mei 2021   07:46 Diperbarui: 21 Mei 2021   07:50 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita  itu berawal dari beragam kisah yang saling mengikat  Setangkai  Mawar yang aku kirim lewat nokia layar kuningku, tak kuduga menjadi awal dari cerita ini. Setangkai Mawar dalam bayangan maya itu, telah berkembang menjadi sejuta mawar nusa bunga pujakanku. Duri mawar itu terlanjur merobek hati yang Ia tutup rapat bagi Banyak pangeran yang mengirim jutaan bunga untuknya. Tapi sayang, tak satupun yang Ia terima. Aku sendiri tidak mengerti apa sebenarnya yang dia inginkan. Padahal bunga-bunga yang telah Ia terima sebelumnya merupakan bunga dari para pangeran, anak dari pejabat pemerintah didaerahku, tak ada sedikitpun kekurangan ada pada mereka jika kuperhatikan setiap hari, suasana keharmonisan selalu nampak dalm keluarga mereka. Kehidupan mereka memang sangat mewah tapi sayang, tak satupun yang berhasil membuat dia terpesona, mungkin baginya harta bukanlah jaminan di masa depan tapi cinta dan pengertian. Dari sekian jutaan bunga yang mereka berikan kepadanya, mereka lupa memetik setangkai mawar layu yang aku pagari dalam pekarangan rumah reok warisan ayahku. Mawar memang diciptakan berduri, tapi sayang bagi mereka duri selalu diidentikan dengan luka. Pangeran takut Putri terluka karena duri-duri yang menghiasi mawar.  Tapi malam itu, ya malam itu aku berhasil merobek benteng pertahanan sang Putri dengan duri-duri mawarku. Duri dari mawar yang tak seindah mawar-mawar yang lain, mawar permulaan aku mengenal cinta….

*** Ketika mawar itu berhasil kukirim, jantungku berdetak kencang menunggu jawaban dari sang Putri ya sang malekat bagiku. Kupandang bintang yang senyum cemerlang diatas bubungan gereja pada penghujung malam itu. Pikiranku tidak lagi berfokus pada lilin yang kupegang ditangan kiriku. Aku lebih banyak menghabiskan waktu melihat nokiaku bercahaya. Kedinginan malam itu tak ku pedulikan. Ku lihat sepasang kekasih yang duduk disamping gereja itu saling menghangatkan tubuh mereka dengan jacket tebal. Kulihat belaian kasih pria itu yang merangkul kekasihnya yang tampak menggigil kedinginan. Ketulusan dan kasih sayang Pria itu tampak jelas kusaksikan. Namun seketika akupun merasa kedinginan yang amat sangat. Baju rombengan tipisku tak mampu menahan kedinginan malam itu. Kulihat di sudut jalan bocah kecil yang digendong ibunya, menjerit sejadinya takkala udara malam itu menyapu desaku. Bocah itu kelihatan tak berdaya, tetapi ibu separuh baya itu berusaha menghibur bocah kecilnya itu, merangkul dan memeluknya, walaupun Ia juga merasa kedinginan. Ibu itu berpenampilan sederhana dengan sandal jepit kumal yang berusia cukup tua serta daster merah tua yang kusam. Hataiku sedikit sedih melihat kejadian itu….

*** Kutatap sudut-sudut mata ibu itu yang ternyata menyimpan luka. Didepan ibu itu tampak seorang pria yang memiliki postur tinggi dengan perut buncit serta memakai jacket berlapis tampak serius mengikuti perayaan itu. Pria itu tidak sendirian. Disamping kanannya terdapat istri dan anak-anaknya yang berpenampilan sangat mewah dengan sepatu kaca berkilap tampak serius menyentuh dan menggeser  layar kaca bercahaya. Menunjukan bahwa mereka adalah keluarga pejabat. Keluaraga papan atas. Tangsisan bocah itu memecah kesunyian malam itu. Namun tidak ada satupun yang peduli dengan jeritannya selain ibu itu. Dipojok pintu gereja itu kudengar sebuah bentakan yang ditujukan kepada ibu itu. Mereka merasa tidak nyaman dengan tangisan bocah itu, karena mengganggu konsentrasi mereka. Lantas dimanakah keluarganya? Dimanaka suaminya? Ternyata dia adalah Ibu fance, seorang janda miskin yang tinggal gubuk reok diujung pasar Raja.  Bocah yang Ia gendong itu merupakan cucunya. Lantas dimanakah ibu anak itu? Ibu anak itu adalah seorang gadis SMA yang terpaksa menjadi wanita malam yang hidup dalam kekelaman yang hingga kini menghilang entah kemana direkrut oleh seorang bandit berdasi. Didesaku sangat terkenal dengan kemiskinan, banyak perempuan diperdagangkan, anak-anak dipaksa kerja dengan upah yang sangat rendah. Disana banyak sekali tikus berititel yang selalu berpesta riah. Menunjukan bahwa mereka punya segalanya. Kedinginan malam itu juga membuat tubuhku semakin menggigil, bahkan tanpa kusadari nokia tuakupun turut merasa kedinginan malam itu, dia yang kusimpan dalam kantong celanaku tiba-tiba bergetar hebat. Ahh ternyata nokiaku bergetar bukan karena kedinginan tetapi karena seseorang yang memanggilnya. Mataku terbelalak ketika melihat nama yang memanggilku. Dengan sedikit gerogi kupencet tombol hijau, lalu segera berjalan menuju belakang  gereja. Kudengar suara gadis itu memanggil namaku. Entah kenapa jantung yang tadinya berdetak teratur kini seperti dikejar singa kelaparan. Suara gadis itu membuat sarafku berhenti seketika, bahkan udara dingin yang kurasakan spontan berhenti. Suaraku gagap. Akhirya tanpa kata, suara itu menghilang. Aku menyesal, aku merasa berdosa. Kenapa aku harus mengirim mawar jelek itu? Ini adalah pengelaman pertamaku. Aku malu dengan gadis itu. Mungkin aku tidak pantas baginya. Atau mungkin aku hanya seorang anak yatim yang mengembara mengais cahaya diatas bukit sandaran matahari itu (Ledalero). Aku benci dengan rasa ini. kenapa perasaan ini tumbuh. Tapi aku sendiri tak mengerti kenapa rasa itu ada. Dia datang begitu spontan dan menetap begitu kekal.

*** Beberapa menit kemudian nokiaku kembali bergetar. Kulihat kotak pesan itu. Secara hati-hati kupencet tombol “ok”. Jantungku kembali berdebar kencang melihat nama pengirim pesan itu. Gadis itu lagi. Ah,,tidak. Aku tidak berani membaca pesan itu. Aku malu dengan gadis misterius itu. Setelah perayaan selasai aku pulang ke rumah. Setelah tiba, tanganku kembali meraih nokiaku yang sedari tadi berada dalam kantong celanaku. Kududuk didepan teras rumahku sambil membaca dua pesan yang dikirim gadis misterius itu.

Selamat malam kaka,,,makasi ya atas bunganya..............aku sangat suka warnaya. Aku minta maaf karena sudah mengganggumu,selamat hari valentine kaka . 

Setelah kubaca pesan pertama aku semakin penasaran dengan gadis itu. Kenapa Dia lupa kalau malam ini merupakan malam minggu? Bukanya malam kasih sayang ini adalah malam bebas untuk para pemuda-dan pemudi, Ataukah dia dia sengaja, gumahku dalam hati. Hmmm aku semakin penasaran setelah membaca pesan pertama. Ketika itu juga nokia layar kuningku bernyala lagi, matakau terpadang pada alamat pengeirim,,ah dia lagi,,,cewe itu,, Akhirnya pesan kedua ku baca.

Sebenarnya aku takut untuk menjawab. Aku malu, walaupun Ini adalah pengelaman yang sekian kalinya. Tapi aku merasa malam ini sangat berbeda dari sebelumnya. Setelah melihat bunga yang kamu kirim serta membaca pesanmu, hatiku berdebar kencang. Aku takut. Tapi aku tidak bisa membohongi hati kecilku. Aku tidak mengerti rasa ini muncul begitu spontan. Dan sekarang aku mau katakan bahwa aku juga mencintaimu,tapi aku takut, takut jika suatu saat nati kamu lebih memilih Dia yang memanggil kaka..aku takut itu kaka……aku sayang kaka…

Setelah membaca pesan kedua,  aku hampir tidak percaya kalau Dia menerima Cintaku, bahkan Dia juga merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Haaaaaaaaaa akupu seperti seorang pemuda yang sedang dimabuk cinta.. ya,,,,akupun senyum dan ketawa sendiri……Malam itu hatiku diliputi kebahagiaan yang sulit kulukiskan. Kebahagiaan malam itu, seperti kebahagiaan seorang politikus bertitel yang berhasil luput dari jerat hukum ketika uang rakyat berhasil dibawa kabur. Dalam kebahagiaan malam itu, terbayang sosok bocah dan ibu janda malang yang aku temukan di Gereja tadi. Terlihat sangat jelas ada jurang pemisah yang sangat dalam antara orang kaya dan orang miskin dalam negeri ini. Ya…aku merenung,,, Tetapi kamu malekatku ,kekasih jiwaku, jangan berhenti mencintaiku, Tepislah berbedaan kita. Jembatanilah jurang kita dengan “cinta” yang kita ukir bersama pada 01 Oktober., malam dimana aku baru mengenal cinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun