"Kamu yakin menerimaku apa adanya?" tanya Delina dengan lembut.
Seolah pertanyaan itu sudah lama tersimpan, baru menanyakannya. Ia mengehembuskan nafas lega.
"Apa aku terlihat main gila selama ini, De?" Raymond mendekatinya. Mengusap lembut pipinya,"Apakah kamu ragu, De?"
Delina hanya tersenyum. Raymond, pria gagah nan lembut itu sukses merengkuh dingin hatinya. Tak disangka, Ray, menerima kekurangannya.
"Aku percaya kamu, Ray," bisiknya.
Senja kini berlalu, tidak dengan kemesraan yang terajut. Raymond tak melepas pandangan. Ingin sekali ia mengecup bibir merekah itu.
"Belum saatnya, Ray," ucap Delina seolah memahami ekspresinya.
"Tak sabar, De," katanya.
Ray hanya tersenyum. Dengan terpaksa ia menenggelamkan libidonya.
"Delina kan?" tiba-tiba seorang perempuan muda datang.
"Ya...," Delina gelagapan.
Ia mulai tak nyaman saat perempuan itu duduk di sampingnya.
"Ingat nggak foto ini sebelum kamu oplas beberapa tahun lalu," katanya sambil menunjukkan foto di ponselnya.
"Lihat, Mas, beda kan? Sekarang cantiknya minta ampun," lanjut perempuan itu.
Ray terkesima. Wajah itu, sangat ia kenal. Juleha, anak Bu Sri, pemilik warung langganannya.
"Ray, aku bisa jelaskan," kata Delina.
Ray hanya terdiam. Ingatannya kembali ke masa lalu, saat Juleha menghodanya.
2 Desember 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H