Padamu kasih kuserahkan senja yang bergelayut di langit sore ini
Untuk kau peluk dan sayang-sayang mengobati kegelisahanmu yang menggerayang
("Mencintai Senja" M. Hamse)
      Aku bahagia dengan mencintainya apa adanya. Hubunganku dengannya terbilang sederhana. Tidak ada makan bersama di restoran mahal, cukup di warung sederhana pinggir jalan. Bagiku dan dia, ini cukup membuat bahagia. Restoran mahal dan warung pinggir jalan sama-sama nyaman. Romantis tercipta bukan dari mewahnya tempat kencan, tapi dari cara kita memperlakukan pasangan.
     "Kok wajahmu memerah?" kataku pura-pura tak tahu sesaat kuseka bibirnya yang belepotan.
     "Tuh, Bu Ria lihat," bisiknya.
     "Aku dulu saat muda juga begitu, Nak," canda Bu Ria.
      "Romanitis itu penting merawat hubungan," lanjut Bu Ria.
     Ia hanya tersenyum kepadaku. Aku terhanyut memandang dan menikmati setiap lekuk bibirnya yang tersenyum. Bibir yang menyimpan banyak kenikmatan. Tentu aku ingin memilikinya untuk menemani hariku. Lengkaplah sudah kebahagiaanku.
      "Lo, kamu di sini, Ki?" kata Randi yang tiba-tiba datang.
      "Jadi ini, Syntia, yang kamu ceritakan?" kata Randi.
      Aku terpaku membisu. Dinda menatapku dengan seribu pertanyaan.
     "Syntia siapa, Yang?" tanyanya.
      Aku gelagapan,"Anu, teman SMA-ku," jawabku seadanya.
      "Dasar buaya," bentaknya dan berlalu pergi.
28 Juli 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H