Mohon tunggu...
M. Hamse
M. Hamse Mohon Tunggu... Guru - Hobi Menulis

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Fiksi Mini: Maaf Cintaku (Bagian Akhir)

20 Maret 2024   05:47 Diperbarui: 20 Maret 2024   05:48 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

...
Mengertilah
Perempuanku
Jalan masih teramat jauh
Mustahil berlabuh
Bila dayung tak terkayuh

....
         Lirik lagu ini seolah mengena. Aku patut berterima kasih kepada Pak De Iwan Fals. Aku terhanyut menikmatinya. Menikmat kesedihan! Buliran air mata turun tak terhenti. Sepoi angin sore ini serasa mengobrak-abrik tulangku. Aku menggigil. Kehangatan sirna sejak itu. Sejak senyumnya redup di ujung hari.
        "Aku harus bisa move on," gumamku.
        Itulah aku di sini. Mencoba menenangkan diri dan berharap bisa melupakannya.
       "Mas, bantu fotoin ya," seorang perempuan mendekat.
        Aku mengangguk pelan dan menerima ponselnya. Si pria, pacarnya memeluk sambil mengecup keningnya.
       "Silahkan, Mas," pinta perempuan itu saat mendapatiku hanya diam menatap.
        Aku kembali mengenang masa itu. Saat aku dan Putri berfoto di taman ini. Kenangan itu mencuat, pikiranku kembali ke masa itu. "Bagaimana aku melupakanmu, Putri?" gumamku lirih.
       Aku memutuskan pergi, tetapi bola mataku menangkap sosok yang aku kenal. Si mungil itu mendekat. Tak terasa, ia sudah bisa berjalan meski sesekali terjatuh. Aku menghampirinya. Jari lentiknya membelai wajahku.
      "Maaf, Mas," kata perempuan cantik, mungkin ibunya.
       "Ya. Dia mirip, Rani," kataku.
       "Ya, dia Rani," jawab perempuan itu.
        "Anaknya, Putri?"
         "Keponakannya. Aku iparnya. selama ini dia yang jagain saat aku sibuk di kantor," jelas perempuan itu.
        "Maksudnya...,"
        "Dia belum menikah," jawabnya.
         Sontak aku terkejut. Kebahagiaan datang di ujung keterpurukan. "Ini takdirku," kataku dalam hati.
        "Minggu depan ia menikah dengan, Dilan. Kamu temannya ya?"
         "Dilan?" tanyaku memastikan.
         Perempuan itu mengangguk. Aku tak percaya ini terjadi. Aku semakin rapuh. Air mata jatuh begitu saja tanpa bisa dibendung.
        "Nih, tisu," suara itu mengagetkanku.
        Putri tiba-tiba muncul. Aku menahan kesal dan tangis. Tak lama Dilan muncul. Aku menatapnya dengan amarah. Tak mungkin pula aku menghajarnya.
        "Maafkan aku, Mas," kata Putri.
         Aku mematung dan menunduk lesu. Inginku berteriak melempiaskan kekesalanku. Hanya saja aku tak mau terlihat bodoh.
        "Maaf telah meninggalkanmu selama ini. Mau kan menikah denganku?"
        "Tak mungkin ia tolak," kata Dilan.
         Putri memelukku. Aku mencerna yang terjadi. Iparnya hanya tersenyum. Aku dibohongin. Dilan tersenyum padaku. Selama ini ia mencari keberadaan Putri demi aku.
         "Makasih, bro," kataku dan mengeratkan pelukan.

18 Maret 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun