Perempuan dari Masa Lalu
   Siang yang gerah, buatku jalan tak tentu arah. Aku lapar, itu alasan aku singgah di warung Berkah ini.
   "Nasi ikan," pesanku.
  Aku duduk di sudut, sebab tak mau wajahku yang kecut jadi perhatian. Aku menegak segelas air putih, mengusir sedikit laparku.
   "Boleh duduk," seorang perempuan cantik dengan anak kecil di gandengannya.
Aku mengangguk saja, toh aku sendiri saja. Sejenak aku menatapnya. Astaga! "Jangan-jangan...," aku tak berani meneruskan. Takut tebakanku benar. Aku melamun ke masa lalu. Pikiranku mengembara, ada penyesalan yang amat besar.
   "Makan," katanya.
   Kami tampak dekat, apalagi si kecil nekat duduk di pangkuanku. Aku pasrah, toh dia tidak paham apa-apa.
 Â
   Tapi ada yang salah. Pikiranku berantah. Ia menggebrak meja.
    "Dasar laki-laki," teriaknya.
    Aku membisu. Semua mata menatapku.
    "Kemana saja selama ini?"
   Ia menggila. Pikiranku masih bingung harus menjawab apa. Seorang laki-laki tegap menghampiriku.
   "Tegakah kau meninggalkannnya?"
  Aku terdiam.
   "Prakkk...,"
   Laki-laki tegap itu melepaskan satu tamparan keras. Aku mematung.
    "Mas, bayar," kata pelayan.
  Aku merogoh saku, memberikan selembar Rp 50.000.
   "Kurang Rp 50.000," kata pelayan lagi.
   "Kan dua porsi?" lanjut pelayan.
 Ia sudah berlalu pergi. Aku tersenyum.
   "Dasar!" umpatku.
30 Agustus 2023
M. Hamse
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H