M. Hamse
Aku duduk, sambil ngopi dan nge-sopi1. Suasana hatiku sedang tak bisa diobati. Jadi aku butuh solusi, yaitu minum sopi. Aku tidak sadari, hampir setengah botol kuhabisi. Aku meyakini, masalahku sudah selesai. Sebab pengaruh sopi sangat asasi. Aku yakin, aku tidak hilang kendali. Sebab hal ini sudah kujadikan tradisi.
        "Tok, tok," panggil istriku lagi.
        Aku menoleh dan beranjak menghampiri. Dan menyakini diri, aku tidak dibawah pengaruh sopi.
        "Ada apa, Nyai?"
        "Belikan aku indomie."
        "Baiklah, istri."
        Aku berlalu pergi, menuju kios Bu Mini, yang letaknya di dekat pom mini. Pulang kembali setelah belanjaan kukantongi.
        "Ini indomie," kataku dan duduk minum lagi.
        "Jangan mabuk lagi," kata istriku, Sri.
        "Tinggal ini," kataku menunjukkan botol sopi.
                                                                 ***
Aku sepertinya terlelap begini. Sampai-sampai aku tidur di lantai. Sayup-sayup kudengar namaku dipanggili. Aku mengucek mata ini. Pandanganku masih begini, kabur. Aku mencoba berdiri, takut aku dimarahi si Sri. Aku tak sanggup berdiri, sehingga aku rubuh sendiri. Aku berbaring lagi di lantai.
        "Jangan bermimpi. Sudahi kisahmu ini. Masih kau tak sadari, Sri sudah diperistri si Beni," kata mami.
        "Kau sudah dikhianati. Jangan sakiti diri sendiri."
        Aku terdiam sepi. Air mataku jatuh lagi di pipi.
        "Ah, Sri, aku masih menginginkanmu di sini!"
1Sopi: Sejenis minuman keras (arak) asli Manggarai, Flores, NTT.
