Mohon tunggu...
Maria Novela Wulandini
Maria Novela Wulandini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Film Eksil dan Hubungannya dengan Teori Kekuasaan ala Foucault

15 Juni 2024   20:26 Diperbarui: 15 Juni 2024   20:37 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena Kemunculan Eksil Indonesia dalam Film Eksil

Film berjudul Eksil merupakan film yang menceritakan tentang para eksil Indonesia yang “terdampar” di luar negeri. Para eksil sendiri merupakan mahasiswa asal Indonesia yang mendapat beasiswa di luar negeri dan dikirim oleh negara pada masa pemerintahan Soekarno untuk melanjutkan studi di luar negeri pada tahun 1960-an. Namun, mereka tidak bisa kembali pulang ke Indonesia karena adanya peristiwa yang terjadi di Indonesia pada tahun 1965, yaitu pergolakan politik akibat Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI). Pasca peristiwa tersebut menandakan Indonesia mengalami pergantian rezim dari Orde Lama yang dipimpin oleh Soekarno berganti menjadi Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto.

Setelah terjadinya gerakan tersebut, di bawah kepemimpinan Soeharto, dilakukanlah pembantaian besar-besaran kepada anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan juga orang-orang yang memiliki hubungan dengan PKI. Gerakan tersebut juga akhirnya memengaruhi sikap pemerintah Indonesia kepada para mahasiswa Indonesia yang sebelumnya dikirim ke luar negeri, termasuk mereka yang dikirim ke negara-negara sosialis, seperti Uni Soviet, Kuba, Cekoslovakia, dan China. Pemerintah Indonesia memiliki kecurigaan kepada para mahasiswa tersebut, khususnya karena kecurigaan kepada mereka yang berafiliasi dengan PKI dan mereka-mereka yang memiliki perbedaan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, seperti Komunisme, Marxisme, dan Leninisme. Hal ini kemudian membuat nasib para mahasiswa tersebut kacau setelah runtuhnya Orde Lama karena kewarganegaraan mereka dicabut oleh pemerintah Indonesia sehingga menghambat mereka untuk pulang ke tanah air dan malah terasingkan oleh negara sendiri.

Para eksil yang diceritakan dalam film karya Lola Amaria ini terdiri dari Asahan Aidit, Chalik Hamid, Djumaini Kartaprawira, Kuslan Budiman, Sardijo Mintardjo, Sarmadji, Hartoni Ubes, I gede Arka, Tom Iljas, dan Waruno Mahdi. Dalam film ini, diceritakan bagaimana fenomena ini memengaruhi kehidupan mereka dan kehidupan dari para keluarga korban eksil. Akibat dari ketidakpastian yang diberikan Indonesia kepada para eksil ini selama bertahun-tahun, akhirnya para eksil ini harus membuat keputusan agar bisa bertahan hidup di negeri orang. Pengasingan yang mereka alami membuat mereka tidak memiliki kewarganegaraan. Oleh sebab itu, mereka memutuskan untuk berpindah-pindah negara dan melakukan pekerjaan apa pun, bahkan parahnya lagi mereka juga harus berpindah kewarganegaraan supaya tidak menjadi orang yang stateless. Hal ini mereka lakukan agar kelak dapat mengunjungi kembali negara asal mereka walaupun dengan keputusan ini pula mereka tidak dapat diterima lagi menjadi warga negara Indonesia.

Menggunakan Teori Foucault dalam Melihat Fenomena  Eksil Indonesia

Sumber: CLT
Sumber: CLT

Michel Foucault adalah seorang cendekiawan dan pemikir yang berasal dari Perancis pada abad ke-20. Ia dikenal sebagai salah satu pemikir kontemporer yang pemikiran utamanya berbicara tentang kekuasaan dan pengetahuan. Foucault memiliki proposisi tentang kekuasaan yang menyatakan bahwa kekuasaan akan menimbulkan resistensi atau anti terhadap kekuasaan itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari konteks yang melatarbelakangi kemunculan eksil Indonesia. Kekuasaan Soekarno pada masa Orde Lama diresisten oleh kekuasaan baru, yaitu kekuasaan Soeharto pada masa Orde Baru. Kekuasaan Soeharto yang resisten terhadap kekuasaan sebelumnya sangatlah anti-Soekarnois. Hal ini disebabkan oleh adanya unsur-unsur sosialisme-komunisme pada masa Soekarno dan keterlibatan yang dominan dan aktif dari PKI dalam politik dan pemerintahan Indonesia kala itu yang diduga memicu terjadinya G30S/PKI. Hal tersebut kemudian diganti oleh kekuasaan yang anti-Soekarnois pada masa Orde Baru. Oleh sebab itu, muncullah para eksil yang merupakan warisan dari kekuasaan Soekarno yang dikirim ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan tetapi akibat pergantian rezim dan resistensi terhadap kekuasaan lama pada masa Orde Baru membuat mereka terbuang di negara asing.

Dalam pemikirannya pula, Ia menjelaskan bagaimana praktik kekuasaan membentuk sebuah pengetahuan yang diterima sebagai kebenaran oleh masyarakat. Menurut Foucault dalam Siregar (2021: 7-9), kekuasaan dan pengetahuan memiliki hubungan yang saling terkait. Kekuasaan menciptakan pengetahuan baru, sebaliknya pengetahuan juga menciptakan pengaruh kekuasaan. Foucault juga menjelaskan tentang politik diskursus atau wacana. Menurutnya, wacana merupakan medium yang tidak netral dalam membentuk pengetahuan terhadap suatu hal karena wacana sendiri dapat mengatur makna atau arti yang boleh atau tidak boleh digunakan. Melalui wacana, pengetahuan kemudian dijadikan sebagai sebuah kebenaran yang dapat diterima oleh masyarakat karena adanya campur tangan kekuasaan. Maka dari itu, wacana digunakan untuk memperkuat kekuasaan sekaligus melawan kekuasaan sesuai dengan kepentingan yang sifatnya politis.

Rezim wacana dijadikan sebagai sebuah alat dalam memulai praktik kekuasaan karena rezim wacana dapat memainkan dan mengkonstruksikan sebuah kebenaran untuk menjelaskan kejadian pada masa tertentu yang bahkan kebenaran tersebut tidaklah mutlak dan belum tentu objektif. Kebenaran yang dihasilkan sangatlah bergantung pada wacana yang dibentuk pada masa kekuasaan tertentu. Dengan demikian, dari penjelasan Foucault  dapat dimaknai bahwa pengetahuan menciptakan pengaruh kekuasaan dan kekuasaan menghasilkan pengetahuan yang dapat diterima menjadi kebenaran oleh masyarakat.

Penjelasan Foucault mengenai kekuasaan dapat membantu kita dalam memahami fenomena kemunculan eksil. Setelah Orde Lama berakhir, Soeharto yang memimpin jalannya rezim Orde Baru memasarkan wacana untuk menjunjung tinggi ideologi Pancasila yang anti-Soekarnois, anti-PKI, anti-komunisme, dan anti terhadap hal-hal lainnya yang dianggap dapat membahayakan stabilitas negara karena melenceng dari Pancasila. Wacana yang menopang kekuasaan Soeharto ini dibuat atas dasar dari pengetahuan yang dimiliki Soeharto bahwa ajaran komunisme yang diperbolehkan “bersarang” dan berkembang di Indonesia oleh Soekarno, serta menjadi bagian sentral dalam politik lewat keterlibatan PKI pada masa Orde Lama menciptakan instabilitas politik melalui G30S/PKI. Dengan kekuasaan yang Soeharto dapatkan melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), kekuasaan dijadikan alat baginya untuk membentuk rezim kebenaran dengan membenarkan pengetahuan, wacana, dan hukum yang dibentuknya sehingga akhirnya dapat diterima oleh masyarakat menjadi sebuah kebenaran.

Sumber: Majalah TEMPO
Sumber: Majalah TEMPO

Program dan propaganda mengenai wacana yang sudah dibentuk oleh pemerintahan masa Orde Baru, seperti melucuti segala hal yang terkait dengan Soekarno dan PKI akhirnya diterima menjadi sebuah kebenaran pada masa tersebut. Narasi yang dibentuk dan dikampanyekan bahwa militer yang berhasil menumpas PKI sebagai sesuatu yang berbahaya karena berupaya mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis menjadi sebuah kebenaran yang diterima oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, program yang dilakukan pemerintah dalam menghabisi orang-orang yang berafiliasi dengan PKI dan orang-orang yang dicap PKI juga dinormalisasi pada masa itu.

Hal ini dapat diterima karena adanya relasi kuasa yang membuat Soeharto dan pemerintahannya memainkan strategi untuk memengaruhi masyarakat lewat wacana yang sudah dibentuk sebelumnya sehingga masyarakat menerima wacana tersebut menjadi suatu kebenaran yang ditujukan untuk menciptakan keadilan dan kemakmuran sesuai dengan yang tertuang dalam Pancasila. Rezim kebenaran yang sudah terbentuk itulah pada akhirnya melegitimasi wacana Orde Baru sehingga  membuat adanya penormalisasian terhadap segala hal yang dilakukan pada masa itu. Dari strategi tersebut, dapat dilihat bahwa wacana untuk menjunjung tinggi Pancasila dengan meng-anti-kan hal-hal lain yang dianggap bertentangan dengan Pancasila, seperti komunisme, PKI, dan rezim Soekarno/Orde Lama digunakan untuk mempertahankan dan memperkuat kekuasaan Soeharto sekaligus menentang kekuasaan sebelumnya dengan cara “membusukkan” warisan-warisan dari rezim Orde Lama sebagai lawan dari rezim Orde Baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun