Apakah kamu pernah duduk di kursi besi Indomaret sambil bengong?
"Psikiater Mahal, karena itu Indomaret nyediakan kursi di depan"
Di beberapa platform media massa sering terdengar tagline seperti itu, tapi ini bukan iklan sama sekali, namun ini adalah bentuk fenomena pop culture dari celetukan yang diawali oleh netizen di platform X menjadikan itu menjadi sebuah idiom yang memiliki banyak value di dalamnya.Â
Idiom ini nampaknya populer sekali yang mengacu pada situasi, yang menggambarkan realitas sosial dan psikologis yang dihadapi oleh banyak orang ketika berusia dewasa.Â
Perilaku duduk di depan kursi Indomaret sambil merokok, ngopi dan berdiam diri adalah sebuah bentuk pelepasan emosi pribadi.
Hal ini menunjukkan, kursi di Indomaret sebenarnya tidak memiliki makna apa-apa, dalam kebijakan Indomaret tentunya kursi besi di taroh di depan dengan harapan agar costumer dapat santai menikmati camilan yang mereka beli di Indomaret dengan tenang, dan tentunya harapannya meningkatkan penjualan.
Namun pada kenyataanya terdapat fenomena yang lebih mendalam dalam situasi dan perilaku masyarakat ini. berikut adalah fenomena tersebut:Â
Fenomena Sosial dan Keterbatasan Akses terhadap Layanan Kesehatan MentalÂ
Secara tidak langsung idiom ini menggambarkan realitas bahwa layanan kesehatan mental seperti konsultasi dengan psikiater sering kali dianggap mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.Â
Sebagai respons terhadap keterbatasan akses ini, orang sering mencari alternatif yang lebih sederhana dan terjangkau untuk menenangkan diri, seperti duduk di depan Indomaret (atau tempat lain yang umum) untuk sekadar mengistirahatkan pikiran.
Simbolisme Kursi di Depan IndomaretÂ
Kursi di depan minimarket seperti Indomaret telah menjadi simbol tempat "pelarian" sederhana bagi orang-orang yang membutuhkan waktu untuk merenung atau beristirahat secara emosional.Â
Ini melambangkan ruang publik yang bebas biaya, tempat orang dapat "melarikan diri" dari tekanan sehari-hari, meskipun hanya untuk sesaat. Sebab kegiatan ini biasanya dilakukan saat jeda pendek dari pekerjaan, misal sebelum berangka / pulang kerja, dll.
Idiom ini juga dapat dilihat sebagai kritik terselubung terhadap kurangnya dukungan yang memadai dari pemerintah dan sistem kesehatan mental. Dengan semakin banyak orang yang merasa tertekan oleh masalah kesehatan mental.
Disadari atau tidak ada kebutuhan yang lebih besar untuk akses yang lebih mudah dan terjangkau ke layanan seperti terapi dan konseling. Ketika ini tidak tersedia, masyarakat mungkin mencari alternatif lain yang lebih murah, meskipun tidak selalu efektif atau sehat.
Budaya "Selesaikan Sendiri" dan Stigma Kesehatan MentalÂ
Selain mencerminkan masalah biaya, idiom ini juga bisa merujuk pada budaya di mana masalah kesehatan mental sering dianggap sebagai sesuatu yang harus diatasi sendiri tanpa bantuan profesional.Â
Duduk di depan Indomaret bisa menjadi representasi dari cara masyarakat mengatasi stres atau kecemasan tanpa mencari bantuan medis, baik karena stigma yang melekat pada gangguan mental atau karena alasan ekonomi.
Sebab di Indonesia para penderita atau penyintas depresi ini sering diberikan stigmasi sebagai seseorang yang lebay dan tidak dekat dengang agama, sehingga krn hal ini membuat banyak penderita/penyintas memilih diam dan memendam.Â
Isu mengenai kesehatan mental ini masih menjadi sesuatu yang asing, khususnya apabila kita berada pada suatu lingkungan yang (mohon maaf) menengah ke bawah, isu ini sebatas di stigmasi sebagai kondisi seseorang yang kurang beribadah, kurang mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa.
Padahal siapapun dalam kondisi apapun bisa memiliki mental health tak dibatasi oleh usia, gender, profesi, status dan beragam situasi-situasi lainnya.Â
Namun karena stigmasi tersebut, kebanyakan penderita tidak mau mengakui apa yang terjadi dalam dirinya dan membiarkan situasi berkembang tak terkendali sampai kemudian kondisi mental jatuh pada fase down dan mengganggu produktivitas harian.
Pelepasan Emosi di Ruang PublikÂ
Idiom ini juga mencerminkan bgmn ruang publik menjadi tempat pelepasan emosional yang spontan. Dengan semakin banyak orang yang merasa terasing atau terbebani oleh kehidupan modern, mereka mungkin mencari kenyamanan dalam tindakan sederhana.Â
Tindakan seperti duduk di tempat yang umum, di mana mereka dapat merasa terhubung dengan orang lain tanpa harus berinteraksi secara langsung. Hal ini memberikan jarak karena mereka tidak saling kenal.
Anonimitas adalah jarak yang memberi ruang antara, antara seseorang yang sedang diam sambil mengawasi jalanan, merokok dan meminum kopi dengan manusia lainnya yang sedang melakukan aktivitas-aktivitas lainnya.Â
Anonimitas menciptakan jarak psikologis antara individu dan orang lain atau antara individu dan konsekuensi dari tindakan mereka. Dengan tidak diketahui identitasnya, seseorang mungkin merasa lebih bebas untuk bertindak atau mengungkapkan pendapat tanpa khawatir akan penilaian atau akibat langsung.
Anonimitas juga bisa berarti adanya pemisahan sosial, di mana identitas seseorang tidak diketahui atau tidak relevan dalam interaksi tertentu. Ini bisa memberi ruang untuk berinteraksi tanpa prasangka, atau sebaliknya, memungkinkan perilaku yang mungkin tidak diterima secara sosial jika identitas asli diketahui.
Pengaruh Teknologi dan ModernisasiÂ
Fenomena ini juga mencerminkan pengaruh modernisasi dan gaya hidup yang semakin sibuk. Minimarket seperti Indomaret menjadi simbol modernisasi, tempat yang sering dikunjungi orang untuk kebutuhan sehari-hari.Â
Kursi di depan toko menjadi tempat di mana orang dapat berhenti sejenak di tengah aktivitas yang tak henti-hentinya. Ini menggambarkan kebutuhan masyarakat modern untuk menemukan momen ketenangan di tempat-tempat yang tidak terduga.
Humor dan Kesadaran KolektifÂ
Idiom ini juga mengandung unsur humor, yang sering kali digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk menghadapi situasi yang sulit. Siapa sih yg nggak pernah bengong sebentar duduk di depan Indomaret di jaman sekarang ini?
Namun pada sisi lainnya dengan menjadikan "kursi depan Indomaret" sebagai pengganti psikiater yang mahal, idiom ini menunjukkan kesadaran kolektif bahwa masalah kesehatan mental semakin umum, tetapi penanganannya masih menjadi tantangan besar.Â
Baik dalam alur penanganan, sampai dengan bagaimana mengedukasi masyrakat mengenai bahwa kesehatan mental adalah situasi yang ibarat duri dalam daging kelak jika tidak disikapi dengan kesigapan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI