Mohon tunggu...
Rizka Marianna
Rizka Marianna Mohon Tunggu... Perempuan biasa-biasa aja

Reading beyond the lines. Professional Loner.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fear of Failure Pada Mahasiswa Semester Akhir dan Peranan Sistem Sosial

23 Agustus 2024   12:34 Diperbarui: 31 Agustus 2024   07:49 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa tahun terakhir ini banyak sekali kita temui kasus-kasus depresi gen Z dikarenakan harus berhadapan dengan tugas semester akhir dan beragam kendala yang mereka alami. Ini fenomena gunung es yang sebenarnya banyak terjadi dan berpotensi menghambat dan merambat pada situasi-situasi lain yang bisa jadi lebih buruk, oleh karena itu membutuhkan banyak peran serta beragam pihak untuk menyelenggarakan pendidikan yang lebih efektif guna mewujudkan cita-cita bangsa mempersiapkan mahasiswa sebagai agen perubahan dan generasi penerus bangsa. 

Istilah Fear of failure, atau ketakutan akan kegagalan, merupakan kondisi psikologis yang umum dialami oleh mahasiswa semester akhir, terutama saat mereka menghadapi tugas akhir atau skripsi. Ketakutan ini bisa muncul akibat tekanan akademis, harapan yang tinggi dari diri sendiri dan lingkungan, serta ketidakpastian akan masa depan pasca-kelulusan. Di Indonesia, fenomena ini semakin terlihat dalam berbagai laporan media mengenai mahasiswa yang mengalami depresi, kecemasan, dan bahkan dalam kasus ekstrem, tindakan yang lebih serius akibat tekanan tugas akhir.  Faktor-faktor penyebab fear of failure (ketakutan akan kegagalan) pada mahasiswa semester akhir biasanya melibatkan berbagai aspek psikologis, akademis, dan sosial. Berikut adalah beberapa faktor utama yang sering memicu ketakutan ini.

Tekanan Akademis

Mahasiswa semester akhir dihadapkan pada beban akademis yang besar, termasuk menyelesaikan skripsi, proyek penelitian, atau tugas akhir lainnya. Skripsi sering kali dianggap sebagai penentu kesuksesan akademis, dan gagal menyelesaikannya tepat waktu dapat menyebabkan ketakutan besar akan kegagalan. Banyak mahasiswa merasa bahwa masa depan mereka sangat bergantung pada kelulusan ini. Namun situasi di lapangan, seringkali proses penyelesaian skripsi itu menjadi sumber stress bagi mahasiswa karena tuntutan untuk mampu menulis secara baku dan ilmiah bukan hal yang mudah bagi mereka meskipun mereka selama kuliah dibiasakan untuk membaca, dan membuat jurnal. Hal tersebut masih belum bisa meredakan ketakutan mereka mengenai proses skripsi. Situasi lainnya adalah ketakutan mereka tidak mencapai standar-standar yang di harapkan oleh dosen atau pembimbing tidak sepadan dengan kemampuan mereka yang membuat mereka merasakan perasaan gagal setiap bimbingan.

Tekanan dari Lingkungan Sosial

Tekanan lingkungan sosial ini biasanya dari keluarga dan circle pertemanan. Keluarga dan masyarakat sering kali memiliki ekspektasi tinggi terhadap mahasiswa, terutama bagi mereka yang mendekati kelulusan. Harapan untuk sukses dan segera bekerja setelah lulus dapat menambah tekanan, sehingga mahasiswa takut mengecewakan orang tua, keluarga, atau bahkan diri mereka sendiri. 

Sedangkan tekanan dari lingkungan pertemanan biasanya muncul karena mahasiswa memiliki kecenderungan untuk melakukan perbandingan antara dirinya sendiri dengan progress tugas akhir yang dijalani oleh teman lainnya. Hal ini secara tidak langsung menambah dan menumpuk stress, dan memicu rasa takut akan ketertinggalan dibandingkan dengan teman-teman yang lain dan gagal dalam memenuhi standar akademik di lingkungan pertemanan. 


Kurangnya Kepercayaan Diri

Disadari atau tidak, ketidak percayaan diri seringkali memegang peranan penting dalam hal apapun, termasuk ketika berhadapan dengan situasi akademik, beberapa mahasiswa seringkali mengalami perasaan tidak mampu dan merasa tidak cukup kompeten dalam bidang studi yang sudah mereka jalani, apalagi jika bidang studi tersebut bukan pilihan mereka sejak awal. Mereka memiliki kecenderungan besar untuk melimpahkan kesalahan pada pihak lain (biasanya orangtua) atau pada diri sendiri dan menganggap dirinya tidak kompeten menyelesaikan studi mereka.

Ketidakpastian Masa Depan

Mahasiswa Gen Z ini sangat internet friendly dan banyak membangun pemahaman dari media massa yang mereka konsumsi, mereka juga generasi yang update dengan situasi-situasi terkini. Adanya kesadaran mengenai situasi dan prospek kerja kedepannya memang hal yang bagus, namun pada sisi lainnya, ketidakpastian tentang prospek pekerjaan atau melanjutkan pendidikan sering kali membayangi mahasiswa semester akhir.

Mereka merasa takut bahwa kegagalan akademis, seperti tidak lulus tepat waktu atau mendapatkan nilai yang kurang memuaskan, akan menghambat karier atau rencana masa depan mereka. Di era persaingan kerja yang semakin ketat, ketidakpastian ini memperburuk ketakutan akan kegagalan.  Ditambah dengan tekanan untuk segera mendapatkan pekerjaan setelah lulus, kemudian komparasi dengan teman-teman sebaya biasanya semakin memperburuk pemikiran dan situasi mereka.  

Pengalaman Masa Lalu

beberapa situasi yang membuat kegagalan akademis menjadi sebuah trauma tersendiri bagi mahasiswa, misalnya bimbingan dengan dosen yang pernah melakukan kritik keras dan membuat mahasiswa merasa di permalukan adalah beberapa situasi khusus yang seringkali terjadi. Hal ini menjadikan sebuah pengalaman masa lalu yang bersifat traumatis bagi mahasiswa dan berdampak kecemasan berlebih pada kegagalannya.  

Perfeksionisme

Situasi lainnya berkaitan erat dengan karakter dari mahasiswa itu sendiri, misalnya standar pencapaian yang terlalu tinggi, dimana mahasiswa perfeksionis sering kali menetapkan standar yang sangat tinggi untuk diri sendiri dan merasa takut gagal jika tidak dapat mencapai kesempurnaan. Hal lainnya adalah adanya ketakutan mengecewakan orang lain, biasanya perfeksionisme sering kali dikaitkan dengan ketakutan mengecewakan orang lain, seperti keluarga atau dosen.

Kurangnya Dukungan Emosional

Situasi yang muncul lainnya adalah kurangnya dukungan emosional dari lingkungan keluarga, pertemanan atau orang terdekat, ketika mahasiswa merasa tidak didukung secara emosional, mereka cenderung lebih rentan terhadap ketakutan akan kegagalan. Pada sisi lainnya, kurangnya bimbingan atau mentoring  juga memiliki potensi kecemasan yang sama, dimana tanpa bimbingan yang tepat dari dosen pembimbing atau mentor, mahasiswa mungkin merasa terombang-ambing dan takut gagal karena merasa tidak memiliki arah yang jelas.

Kurangnya mentoring ini bisa secara konkrit dalam bentuk dosen yang kurang bisa menjelas revisian secara terperinci, kebingungan mahasiswa yang kurang bisa menangkap arahan dari dosen, dosen yang sulit dihubungi saat memberikan bimbingan. Situasi-situasi seringkali memberikan beban tersendiri bagi mahasiswa. 

Kondisi Ekonomi dan Tekanan Finansial

Banyak mahasiswa yang juga menghadapi tekanan finansial, baik terkait biaya kuliah yang belum lunas maupun beban hidup yang meningkat. Ketakutan akan tidak bisa segera lulus dan harus membayar biaya tambahan kuliah menjadi pemicu kecemasan.
Kondisi ini diperparah dengan tantangan ekonomi nasional yang bisa memengaruhi lapangan kerja bagi lulusan baru.

Prokrastinasi dan Penundaan

Ketakutan akan kegagalan sering kali menyebabkan mahasiswa menunda-nunda pekerjaan mereka, yang kemudian memperburuk perasaan takut dan stres ketika tenggat waktu semakin dekat. Semua faktor ini bisa saling mempengaruhi dan memperburuk ketakutan akan kegagalan, terutama pada mahasiswa semester akhir yang menghadapi berbagai tekanan akademis dan sosial secara bersamaan.

Dampak Pembelajaran Pasca Covid 19

Meskipun pandemi COVID-19 telah mulai mereda, dampaknya terhadap pendidikan masih terasa. Banyak mahasiswa yang harus menyelesaikan tugas akhir di tengah keterbatasan akses ke laboratorium, perpustakaan, atau bahkan bertemu langsung dengan dosen pembimbing. Keterbatasan ini menambah beban psikologis, karena mereka harus beradaptasi dengan situasi yang lebih menantang.

Situasi lainnya adalah mahasiswa yang sempat merasakan pembelajaran daring seringkali terdapat keluhan bahwa mereka kurang memahami apa yang diterangkan oleh dosen pada saat mereka melakukan aktivitas daring. Apalagi saat itu mereka masih smt awal, atau tengah dan saat pandemi itu selesai, mereka sudah di semester akhir yang mengharuskan mereka menyelesaikan skripsi dengan kondisi mereka masih kurang paham. Banyak mahasiswa menyatakan bahwa pemahaman mereka terhadap materi kuliah menurun karena pembelajaran daring. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kesulitan dalam mengikuti kuliah online, gangguan lingkungan rumah, dan kurangnya interaksi langsung dengan dosen. 

Pada saat mereka mengikuti daring situasi yang sering terjadi adalah saat kelas online, mahasiswa mungkin mengalami kesulitan dalam mengajukan pertanyaan secara real-time atau mendapatkan penjelasan mendetail, yang dapat menghambat pemahaman mereka terhadap konsep yang lebih kompleks. Sedangkan ketika mereka mempelajari dan menambah referensi dari akses lainnya yang terjadi adalah kebingungan karena belum ada dasar pemahaman. 

Pandemi juga menyebabkan pergeseran dalam ekonomi global, yang pada gilirannya menambah ketidakpastian tentang prospek pekerjaan bagi lulusan baru. Situasi ini menciptakan rasa takut yang lebih besar di kalangan mahasiswa semester akhir mengenai bagaimana mereka akan bersaing di dunia kerja yang kini lebih digital dan kompetitif.

Bagaimana Peranan Institusi Kampus? 

Untuk mengatasi fear of failure di kalangan mahasiswa semester akhir, diperlukan intervensi dari berbagai pihak:

  • Kampus perlu menyediakan layanan dukungan psikologis yang lebih komprehensif, dengan penekanan pada pencegahan daripada hanya menangani masalah saat sudah menjadi krisis. 
  • Program bimbingan akademis harus ditingkatkan, memastikan bahwa mahasiswa mendapat arahan yang jelas dan merasa didukung oleh dosen mereka.
  • Keluarga dan lingkungan sekitar perlu memberikan dukungan emosional, bukan hanya menekankan pada pencapaian akademis, tetapi juga kesejahteraan psikologis mahasiswa.

Selain itu, penting juga untuk mengembangkan program pendidikan tentang kesehatan mental di kampus agar mahasiswa dapat lebih memahami dan mengelola kecemasan serta ketakutan akan kegagalan dengan lebih baik.

Fear of failure ada kondisi tekanan psikologis lainnya memang hanya salah satu permasalahan mental karena beragam tekanan, namun jika situasi ini dibiarkan ada kemungkinan akan mengembangkan tekanan-tekanan lainnya jika seorang mahasiswa tidak mampu mengelola emosi dengan baik. Tekanan kedepan yang lebih besar bisa jadi disebabkan oleh media massa yang memberikan terlalu banyak informasi-informasi dan semakin memperberat situasi dan pemikiran.

Sehingga tentunya dibutuhkan sinergi kerjasama dari berbagai pihak untuk memberikan ruang yang nyaman, dukungan sosial kepada para mahasiswa agar dalam proses belajar mengajar dapat memudahkan mereka mencapai prestasi akademik.

(Rizka Marianna)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun