Soloing ke negara dan benua lain adalah perjalanan yang diwarnai dengan pengalaman unik dan mengesankan. Apalagi bila perjalanan itu dalam rangka untuk memenuhi undangan sebuah acara "asing" yang dihadiri oleh orang-orang "asing" dari berbagai belahan dunia.
Berbagai perasaan bercampur aduk dalam masa persiapan sebelum keberangkatan. Antara terkejut, senang, dan was-was. Saya merasa beruntung bisa menerima undangan dari Google.Â
Surat elektronik itu datang dari  kantor pusat Google, mengabarkan bahwa saya akan menghadiri acara tahunan Google Local Guides 2019 di Montana View, San Jose, Amerika Serikat.
Banyak hal harus segera saya urus dalam tempo singkat untuk acara yang berlangsung 18-24 November 2019 itu. Tentu saja termasuk di dalamnya adalah urusan Visa. Selain hal-hal yang bersifat administratif dan wajib, juga remeh-temeh lainnya. Saya sangat terbantu saat bertanya sana-sini, jauh-jauh hari teman-teman saya mengingatkan banyak hal.
Salah satu hal yang diingatkan mereka, terkait dengan kartu kredit. Mereka berpesan agar saya segera mengurus dan membuat kartu kredit. Mereka memberi tahu saya bahwa kebanyakan transaksi yang berlaku di Amerika Serikat, harus menggunakan kartu kredit.
Demikianlah hari-hari saya dipenuhi oleh kesibukan mengurus segala hal. Itu semua sangat membantu sehingga perjalanan saya ke kantor pusat Google dapat berjalan lancar. Acara tahunan internasional itu pun berlangsung meriah, seru, dan kaya akan pengalaman yang tak terbeli.
Saya sangat menikmatinya. Berjumpa dengan orang-orang baru dari berbagai bangsa dan negara membuat hari-hari di sana terasa segar. Meskipun berbagai urusan sebelum berangkat cukup ribet. Demikian juga dengan perjalanan menuju San Jose, yang harus ditempuh cukup panjang dan melelahkan.
Tragedi Pin
Namun di balik itu semua, terjadilah hal konyol ini. Di sana, saya tiba-tiba lupa akan pin kartu kredit yang baru dibuat itu! Ups! Untunglah cerita berbelanja suvenir pertama itu berakhir indah. Jika tidak, sudah pasti saya tidak akan bisa membawa suvenir spesial buat suami di Indonesia.
Masalah pin di transaksi perdana itu teratasi saat seorang teman yang baru saya kenal di acara itu, membayarkan pembelian suvenir saya menggunakan kartu kreditnya. Saya kemudian mengganti pembayarannya dengan uang tunai.
Namun demikian, untuk hari-hari dan kesempatan berikutnya, saya tetap dibuat tak berdaya. Ketika di sela-sela acara saya diajak ke toko suvenir milik Google, saya hanya bisa mencuci mata dengan perasaan ngiler.
Agar tidak larut dalam kesedihan, saya mengubah perhatian. Rasio saya kemudian mengingatkan agar tidak memikirkan soal suvenir lagi. Lebih baik memusatkan perhatian pada acara-acara keren yang tersedia dan memetik manfaat dari semua itu.
Selain itu, ada cara untuk menghibur diri. Sederhana saja. Saya mengalihkan perhatian dan membangkitkan rasa syukur atas semua suvenir yang sudah saya dapatkan secara gratis. Lumayan banget suvenir-suvenir yang sudah saya peroleh dari pihak Google dalam swag bag yang mereka berikan.
Hari ketiga pada acara itu, membuat saya senang sekali. Bahagia itu datang seolah membayar lunas perasaan "gelo" saya. Saat berkumpul dengan teman-teman "gank" baru yang tiba-tiba terasa bagai sahabat lama, kami berinisiatif untuk saling bertukar gift.
Momen itu sungguh manis. Saya mendapatkan banyak suvenir dari berbagai negara. Semua gift itu saya terima dan simpan dengan rasa sayang. Bagi saya, sebuah gift yang diberikan seseorang adalah penanda bahwa orang itu menyukai, menyayangi, atau cocok dengan kita.
Apa hadiah spesial itu? Sebuah gawai! Produk Google, seri terbaru. Google Pixel! Wow, girang banget dong! Apalagi, baru kali ini saya mendapatkan hadiah gawai. Tak pernah terpikirkan, apalagi masuk dalam wish list. Saya pun mengantre dengan riang dan menerima gawai berwarna putih itu dengan penuh sukacita.
Dua hari berlalu, kisah tentang hadiah gawai berwarna itu ternyata berlanjut. Saat kami berkumpul, salah seorang teman "gank" saya mengutarakan bahwa sebenarnya ia sangat menginginkan gawai berwarna putih. Sementara gawai yang ia terima, gawai berwarna hitam. Saat mendengarnya, saya mempertimbangkannya dalam hati.
Malam itu saya tidur dengan membawa berbagai perasaan. Keesokan paginya, saya pun mantap untuk bertukar gawai dengan teman itu. Kami pun membuat janji untuk melakukannya. Setelah sarapan, sebelum acara sesi pertama hari itu berlangsung, kami pun berjumpa untuk bertukar gawai.
Ekspresi bahagia yang menyeruak di wajah dan tatapan matanya yang berbinar-binar, tak akan bisa saya lupakan. Teman asal Yunani itu berkata, "You know what? I desperately seeking this white one, because I never have black colour in my stuff. So, if I have a white handphone, it will be okay with various colour in mine."
Sementara saya, sama sekali tidak berkeberatan bertukar warna gawai dengannya. Bahkan sejujurnya, saya lebih menyukai gawai yang berwarna hitam daripada yang putih. Alhasil, pertukaran suvenir ini membuat kami berdua diliputi perasaan bahagia. Lebih dari itu, hati kami pun terikat satu sama lain hingga kini, sekalipun kami terpisahkan benua.
Jika kangen kepada teman-teman sesama Local Guide dari berbagai negara itu, saya memandangi suvenir itu satu demi satu. Serasa masih terdengar suara mereka. Masih teringat momen bersama si pemberi suvenir dan nuansa yang mewarnai perasaan kami saat itu.
Perjalanan ke San Jose dan mengikuti acara tahunan tersebut, pada akhirnya bukan sekadar perjalanan yang menyegarkan. Dengan suvenir-suvenir yang saya terima dari banyak orang, saya merasa mendapatkan kekayaan tak terhingga dalam rupa kisah yang diukir pada lembar persahabatan kami.
Sesekali, dengan teman-teman tertentu yang bisa, kami masih saling berkomunikasi secara daring. Lewat chat atau ngobrol menggunakan Google Hangout. Isi pembicaraannya? Pasti serulah!
Acara serupa di tahun ini, entah tetap dilangsungkan atau akan ditunda karena pandemi Covid-19. Melihat kondisi ini, perasaan sedih datang dan meliputi hati saya. Ah, semoga virus corona ini segera berlalu.