Pertama, masalah stunting. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, angka stunting di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 21,5 persen, hanya turun 0,1 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 21,6 persen.
Kedua, masih tingginya penyakit katastropik seperti jantung, stroke, ginjal, kanker, sirosis hati, thalasemia, leukimia, dan hemophilia. Pada tahun 2023 terdapat 29,7 juta kasus penyakit katastropik. Data ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang berada pada angka 23,3 juta kasus.
Ketiga, ketersediaan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan primer dan sekunder serta penyebaran tenaga kesehatan yang masih perlu ditingkatkan terutama di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
Keempat, ketersediaan bahan baku farmasi dan alat kesehatan. Diperlukan riset untuk pengembangan produk farmasi dan alat kesehatan di Indonesia untuk mewujudkan kemandirian bangsa. Integrasi yang kuat antara akademisi, industri, dan pemerintah perlu difasilitasi negara untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor.
Kelima, kesiapsiagaan menghadapi risiko krisis kesehatan dunia di masa depan. Pengalaman menghadapi pandemi Covid-19 memberikan pembelajaran berharga tentang perlunya kesiapsiagaan dan sistem kesehatan yang tangguh secara menyeluruh di Indonesia.
Mengacu pada laporan APBN tahun 2024 oleh Kementrian Keuangan, anggaran yang dikucurkan untuk pembangunan bidang kesehatan sebesar Rp187,5 triliun atau setara 5,6% dari total anggaran belanja Negara. Terdapat lima arah kebijakan kesehatan Indonesia untuk menghadapi berbagai tantangan yang muncul.
Pertama, percepatan penurunan stunting melalui penajaman lokasi dan intervensi. Kedua, peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan primer dan rujukan. Ketiga, peningkatan kualitas dan distribusi tenaga kesehatan. Keempat, penguatan teknologi kesehatan dan kemandirian farmasi dalam negeri. Kelima, penguatan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilakukan melalui penajaman manfaat program berdasarkan kebutuhan dasar kesehatan dan penyaluran bantuan iuran bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN untuk mendukung penurunan stunting dan kemiskinan.
Secara lebih rinci, Kementrian Keuangan juga mencanangkan target output prioritas yang hendak dicapai antara lain, cakupan penduduk yang menjadi peserta PBI melalui JKN/KIS sebanyak 96,8 juta jiwa; penyediaan makanan tambahan bagi 45.000 ibu hamil kurang energi kronis (KEK) dan 100.000 balita kurus; sosialisasi dan diseminasi pencegahan dan pengendalian TBC bagi 1.200orang; penugasan khusus tenaga kesehatan sebanyak 5.200 orang (secara tim 1.200 orang dan secara individu 4.000 orang); keluarga dengan baduta yang mendapatkan fasilitas dan pembinaan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) sebanyak 8,1 juta keluarga; sampel obat, obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan yang diperiksa sebanyak 57.738 sampel, Pembangunan 9 Rumah Sakit Pratama; pembangunan/rehabilitasi 1.539 balai penyuluhan KB; penyediaan puskesmas di 48 kecamatan dan peningkatan infrastruktur pada 12.234 puskesmas; penyediaan bantuan operasional kesehatan untuk 10.074 puskesmas dan 545 daerah; dan penyediaan bantuan operasional KB untuk 6.229 balai penyuluhan KB.
Bayar Pajak untuk Dukung Indonesia Sehat
Melihat betapa pentingnya pajak untuk pemerataan pembangunan kesehatan, maka setiap warga negara yang tergolong wajib pajak sudah seharusnya terpanggil untuk selalu memenuhi kewajibannya membayar pajak. Dengan membayar pajak, masyarakat akan merasakan manfaat pembangunan di bidang kesehatan yang bisa dinikmati atau digunakan dalam jangka panjang.
Contohnya, masyarakat dapat menggunakan fasilitas kesehatan seperti posyandu, puskesmas dan rumah sakit. Masyarakat juga bisa menikmati pelayanan kesehatan seperti, pelayanan kesehatan ibu dan anak, pelayanan gizi, pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit, yang semuanya itu disediakan negara secara gratis.