2. Negara-negara melarang dan mengkriminalisasi pernikahan sesama jenis
3. Negara-negara yang masih belum memiliki hukum yang spesifik mengenai
pernikahan sesama jenis -- apakah melegalkan atau melarangnya melalui
instrumen hukum pidana
Pengelompokan semacam ini juga dilakukan oleh berbagai lembaga yang konsens terhadap isu-isu LGBT dan Pernikahan Sesama Jenis seperti International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association (ILGA). Mereka juga membagi dan mengelompokan negara-negara di dunia terkait sikap mereka terhadap isu LGBT dan Pernikahan Sesama Jenis ke dalam tiga kelompok besar, yakni: Â negara yang melegalkan;
negara yang melarang dan mengkriminalisasikannya; dan negara yang belum jelas hukumnya apakah melegalkan atau mengkriminalkan. Lihat
Sampai dengan September 2018, jumlah negara yang masuk dalam kategori ini (negara yang melegalkan Pernikahan Sesama Jenis) sudah mencapai 27 negara. Kebanyakan diantaranya adalah negara-negara eropa. Negara di luar eropa yang masuk dalam kategori ini adalah Kanada,
Amerika Serikat, Meksiko, Kolumbia, Uruguay, Brazil, Argentina, Afrika Selatan, Selandia Baru, dan Australia. Negara yang baru saja melegalkan pernikahan sesama jenis adalah India
Sampai dengan Maret 2018, jumlah negara yang masuk dalam kategori ini (negara yang melarang dan mengkriminalisasi Pernikahan Sesama Jenis) mencapai 76 negara. Kebanyakan diantaranya adalah negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika serta negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim.
Sementara itu, pada sisi yang lain, negara-negara Asia, Afrika, dan sebagian besar Amerika, termasuk negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim juga berjuang untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional, budaya, dan agama mereka yang umumnya tidak menghendaki dilegalkannya pernikahan sesama jenis.
Untuk itu, selain memaparkan perdebatan dan fenomena legalisasi pernikahan sesama jenis yang sedang melanda dunia saat ini, penelitian ini juga akan mencoba mencari tahu apakah pernikahan sesama jenis itu merupakan hak asasi manusia yang bersifat universal sehingga mutlak harus diakui dan dilegalkan oleh semua negara atau justru sebaliknya, ia hanya sebatas pilihan politik hukum suatu negara yang bersifat terbuka: boleh dilegalkan bagi negara yang memang