Mohon tunggu...
mariam febrianti
mariam febrianti Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia

3 Mei 2021   13:34 Diperbarui: 3 Mei 2021   13:36 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

a) stigma keterpurukan bangsa; 

b) eskalasi konflik; 

c) krisis moral dan etika; d) pudar, nya identitas bangsa (Fajar, 2004: 7). Namun demikian, ia lebihmenekan, kankondisiriilbangsaketikakitamenginginkan berbagairancangandalam mewujudkan pengembangan pendidilcan Islam untuk upaya merespon tun, tutan global di negeriini.

 Dari faktor lain, secara internal dalam pendidikan sendiri terdapat pula berbagai problem di tengah realitas masyarakat, di antarannya ada:lah (Sunyoto, 2006: 2). Pertama, Problem pendidikan sejak sistem kolonial Belanda masuk ke,Indonesia secara tidak sadar membangun "mitos" (harapan kosong tidak tentu arah) pada kesuksesan. 

Pemahaman yang menyesatkan banyak kalang, an bahwa proses untuk menuju "perubahan clan kemajuan" yang berujung pada status social, hams lewat pendidikan secara formal. Padahal realitas logika di atas, sebagaimana berbenturan dengan realitas pengangguran yang semakin "menyampah". Janji *dan jaminan bahwa lembaga pendidikan menghasilkan orang sukses, praktis hanya diperuntukkan pada kelompok mereka yang berduit dan para bangsawan dalam lingkar elit kolusi dan nepotisme. Sekolah sudah gagal membentuk manusia yang berdikari clan berkarakter serta berkepribadian luhurclantawakkal.

Kedua, Problem pendidikan secara internal sebagai komoditas bisnis memenuhi berbagai tuntutan pragmatis, mengesampingkan pembentukan karakter perjuangan clan keberpihakan terhadap problem social. Paradigma pendidikan digiring untuk memenuhi koata industri dan pasar. Ketiga, Problem pendidikan sebagai instrumet (apparatus) kekuasaan * negara, sehingga tidak mempunyai independensi dalam menentukan arah dalam mengawal proses perubahan social. Keempat, Problem pendidikan sebagai proses perpanjangan tangan dari sistem kapitalisasi dunia Barat. Konsekwensinya sistem clan materi yang diajarkan hanyalah mengarahkan pada proses sekulerisme. Akibatnya agama dan sistem nilai spritual sudah tidak layak diajarkan, kalau perlu dianggap tidakrasional,karenatidakmampumemenuhi kebutuhanindustridanpasar. Kelima, Kemuncu1an model pendidikan non formal mulai dijadikan ajang bisnis komersil dengan biaya tinggi mengumbar janji, sehingga ke, hadirannya hanya sebagai candu untuk menampung alumni frustasi.Be, rangkatdarisignifikansiberbagai problematikadiatas,perlukiranyapenulis mendiskripsikan

"DinamikaPendidikanIslam diIndonesia(dariTradisional Menuju Kontemporer).

Pembahasan 

Pesantren;Historis dan Fakta Memahami realitas "pesantren'' secara tidak langsung kita harus me, nengok latar belakang historisnya. Ada: pandangan yang menarik bahwa "pesantren" telah ada sebelum masa Islam. Pemyataan tersebut dilontarkan Azyumardi Azra sebagai berikut; "Sebagai lembaga pendidikan indigenous, pesantren memiliki akar sosio- historis yang sangat kuat, sehingga membuatnya mampu menduduki posisi yang relatif sentral dalam dunia keilmuan masyarakatnya, dan sekaligus bertahan di tengah berbagai gelombang perubahan. Kalau kita menerima spekulasi bahwa "pesantren" telah ada sebelum masa Islam, maka.sangat boleh jadi ia merupakan satusatunya lembaga pendidikan dan keilmuan di luar istana. Dan jika ini benar, berarti pesantren merupakan semacam lembaga "counter culture" (budaya tandingan) ter- hadap budaya keilmuan yang dimonopoli kalangan istana dan elit Brahmana" (Azra, 1998: 87).

 Pemyataan di atas, dapatpuladianggapbenarclanrelevanbilamana kita melihatnya dalan konteks masyarakat pribumi (tanahJawa). Karena masyarakat Jawa secara riil pada saat itu yang ada hanyalahagamamayoritas Syiwa,Budha. Dari sisi lain adalah betapa sulitnya proses islamisasi di tanahJawa itu penjelasan ini juga ditegaskanAgus Sunyoto sebagai berikut: "Catatan historiografi Jawa ini menunjukkan betapa sulitnya proses islamisasi di Jawa. 

Namun seiring kehadiran penduduk muslim Cina dan Campa pada abad ke-15, gelombang islamisasi sangat cepat. Salah satu proses islamisasi adalah melalui asimilasi budaya dan pengambil-alihan lembaga pendidikan Syiwa-Budha yang disebut Asrama dan Dukuh menjadi pondok pesantren. Hal itu memungkinkan terjadi, karena nilai- nilai yang dianut di lembaga pendidikan Syiwa-Budha memiliki kemiripan dengan ajaran Islam" (Sunyoto, 2006: 2). Sebagai penegasan kembali ''.Asrama clan Dukuh" milik lembaga pendidikan Syiwa, budha yang memiliki "kemiripan'' dengan ajaran Islam itu temyata sangat relevan dengan "kemungkinan keunikan spekulatif" Azra bahwa, "pesantren" telah ada sejak sebelum Islam dalam konteks masya, rakyat Jawa sebagai akibat pengambil,alihan lembaga pendidikan Syiwa, BudhayangdinamakanAsramaclanDukuh menjadi "pondok pesantren".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun