Mohon tunggu...
Maria Kristi
Maria Kristi Mohon Tunggu... Dokter - .

Ibu empat orang anak yang menggunakan Kompasiana untuk belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menjadi Penulis yang Lebih Baik bersama Kompasiana

22 Maret 2024   17:08 Diperbarui: 6 Oktober 2024   06:32 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amelia Bertlett/Unsplash 

Bukan, tulisan ini bukan dari Admin Kompasiana dan bukan sebuah pengumuman pembukaan kelas kepenulisan. Ini adalah hasil refleksi saya sebagai pengguna Kompasiana. Pada hari ini, sepuluh tahun yang lalu, saya menayangkan artikel pertama di Kompasiana tentang kejang demam. Anggap saja tulisan ini adalah "hadiah ulang tahun" saya untuk Kompasiana. Maksudnya ulang tahun keanggotaan saya, bukan ulang tahun Kompasiana. 

Setelah satu dekade menjadi Kompasianer, saya menyadari bahwa kita sangat bisa menjadi penulis yang lebih baik, bahkan penulis profesional, bersama Kompasiana. Caranya? Tentu saja dengan rutin menulis di Kompasiana, bukan menulis secara angot-angotan (1) seperti yang selama ini saya lakukan. 

Ada banyak fitur di Kompasiana yang dapat kita manfaatkan untuk menjadi penulis yang lebih baik. Fitur apa sajakah itu? Mari kita kulik satu persatu. 

#1. Admin

Mungkin ini adalah faktor pembeda utama antara menulis di Kompasiana dan di media sosial lainnya. Ya, Kompasiana dapat dikategorikan sebagai media sosial: kumpulan blog. Slogan lawas Kompasiana berbunyi "sharing, connecting" yang kemudian berubah menjadi "beyond blogging" pada tahun 2017 menegaskan bahwa Kompasiana adalah platform blog yang menjaga kualitasnya dan admin adalah salah satu penjaga kualitas tersebut. 

Semua artikel yang masuk ke Kompasiana dikurasi terlebih dulu oleh tim admin. Setelah itu, artikel tersebut dikategorikan menjadi ke artikel pilihan, artikel utama, artikel biasa yang hanya dimunculkan di bagian "terbaru" dan profil penulisnya, atau bahkan tidak diizinkan untuk dimuat di Kompasiana karena melanggar aturan. 

Jika tulisan kita menjadi artikel pilihan berarti tulisan tersebut sudah cukup baik. Tulisan yang terpilih menjadi artikel utama berarti istimewa (kita bahas nanti). Sementara itu, tulisan yang tidak masuk ke kedua kategori tersebut bisa dikatakan (maaf) buruk. Buruk di sini dalam artian bisa saja logika tulisan yang tidak dapat ditangkap, tulisan yang terlalu pendek, dan tulisan yang seolah dibuat asal jadi. 

Meskipun demikian, kategori "bukan pilihan apalagi headline" ini kadangkala juga berisi tulisan yang bagus, logikanya jelas, runtut, namun mengandung ideologi berbahaya yang akan menyebabkan masalah jika dibaca oleh banyak orang. Ya, saya pernah menemukan yang seperti ini.

Jika saat ini tulisan kita masih belum diberi label "pilihan" maupun "artikel utama" oleh admin, janganlah berkecil hati. Pelajari ulang apa hal yang mungkin kurang dari tulisan kita dan tulis ulang dengan lebih baik lagi. Ini jika kita ingin menjadi penulis yang lebih baik lho. Jangan khawatir untuk menulis tentang hal yang sama berulangkali. Toh tidak ada larangan tentang itu. Paling-paling orang yang berkunjung ke profil kita yang mengernyitkan dahi, "ngapain orang ini nulis tentang topik yang sama sampai berulangkali?".

Menulis sebanyak-banyaknya dengan teknik yang diperbaiki dari waktu ke waktu akan menjadikan kita penulis yang lebih baik, tim admin Kompasiana ada untuk memantau kemajuan kita dalam hal itu.

#2. Topik Pilihan 

Jika menulis sebanyak-banyaknya dengan teknik yang diperbaiki seiring berjalannya waktu adalah kunci untuk menjadi penulis yang lebih baik, bagaimana saat kita mengalami kebuntuan ide? Nah, Topik Pilihan di Kompasiana hadir untuk mengatasi ini. Tiap beberapa hari sekali, Kompasiana mengeluarkan Topik Pilihan untuk membantu Kompasianer membuat tulisan sesuai tema yang telah ditentukan. 

Apa dampak dari adanya Topik Pilihan? Tentu saja ada banyak tulisan tentang tema yang sama. Hal ini dapat memberikan insight tentang bagaimana suatu tema dapat dituliskan dari banyak sudut pandang. Kita juga jadi menggerti lebih mendalam tentang sebuah tema jika mau meluangkan waktu untuk membaca artikel-artikel yang ada di tiap Topik Pilihan. 

Saat menulis berdasarkan Topik Pilihan, kita dapat berpatokan pada pertanyaan-pertanyaan pancingan dari Tim Kompasiana yang disertakan pada deskripsi tentang topik pilihan yang bersangkutan, kita dapat pula menulis dari sudut pandang baru. 

Selain menambah pengetahuan tentang tema tertentu, tulisan-tulisan dari Kompasianer lain di sebuah Topik Pilihan dapat menjadi "bahan pelajaran" untuk kita: tulisan yang menjadi artikel utama dapat dilihat sebagai contoh bagaimana artikel tentang tema tersebut ditulis, tulisan yang tidak masuk label "pilihan" dapat ditelaah di mana kekurangannya. 

Kita juga boleh memperbaiki tulisan tersebut, hitung-hitung belajar editing. Tulisan terakhir saya yang diganjar "headline" oleh Kompasiana sebenarnya merupakan revisi dari artikel yang ditulis oleh Kompasianer lain. Saya bahkan menggunakan gambar yang sama agar terlihat bahwa itu sebenarnya adalah artikel yang idenya sama (namun kemudian ilustrasi utamanya diganti oleh Admin). 

#3. Artikel Utama

Tidak ada yang lebih membuat kita menjadi penulis yang lebih baik di Kompasiana selain membuat artikel utama atau headline lagi dan lagi. Masalahnya, membuat artikel headline juga susah-susah gampang. Kompasiana telah menyediakan bocorannya di sini. 

Intinya, artikel yang menjadi headline adalah yang istimewa. Jika itu adalah berita, maka haruslah merupakan hasil liputan langsung yang ditulis dengan baik, bukan hasil katanya si ini dan katanya si itu. Tulisan itu juga sebaiknya mendalam, dengan membaca satu artikel pembaca telah memahami garis besar permasalahan. 

Jika artikel tersebut berupa fiksi, saat ini disebut hanya sebagai fiksi berkualitas. Namun sebelumnya Kompasiana menuliskan bahwa fiksi yang didasarkan pada budaya sebuah suku, dipertimbangkan menjadi headline. Cerpen saya pernah menjadi headline di Kompasiana karena mengangkat budaya Sumba sebagai latar belakang konfliknya. 

Yang terakhir, artikel yang dijadikan headline adalah yang orisinal. Bukan merupakan artikel copy-paste dan diedit di sana-sini. Itu sebabnya penting untuk menulis menggunakan kata-kata kita sendiri, tidak meniru gaya orang lain. Selain melatih diri untuk menjadi jujur, menulis dengan gaya sendiri membuat pembaca kita mengetahui bahwa itu adalah tulisan kita, apapun topik yang kita tulis. 

Sebenarnya masih banyak sekali manfaat menulis di Kompasiana, seperti branding (The Series), manfaat ekonomi (halo, K reward), jaringan yang kuat, dll, namun pada artikel ini saya mengkhususkan pada pembahasan tentang menjadi penulis yang lebih baik. 

Oya, poses-proses yang saya tuliskan di atas tentu saja akan lebih mudah dan nyaman dilakukan jika kita tidak diganggu oleh iklan. Saya sendiri baru mantap untuk mulai rutin menulis lagi di Kompasiana setelah mendaftar akun Kompasiana Premium. Dengan Rp25.000,00 kita bisa belajar menjadi penulis yang lebih baik lagi selama sebulan penuh (ada diskon untuk langganan 3 bulan dan 1 tahun). Itu jauh lebih murah dibandingkan kursus menulis di luar sana lho. Cus, daftar. Eh, malah jadi iklan. 

Intinya, saya telah bersenang-senang selama 10 tahun di Kompas, semoga Anda juga. Selamat ulangtahun sebagai Kompasianer untuk saya. 

Catatan kaki: 

(1) angot-angotan : malas-malasan (bahasa Sunda)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun