Tabir surya sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari wanita. Hampir semua wanita sudah paham bahaya terpapar sinar matahari secara langsung. Kalaupun ada yang belum paham, kemungkinan menggunakannya karena pengaruh iklan maupun karena zat tersebut sudah lazim berada dalam produk kosmetik.Â
Berbeda dengan wanita, belum banyak (bahkan jarang) pria yang bersedia menggunakan tabir surya. Jangankan pemakaian secara rutin, untuk pemakaian kadangkala pun mereka tidak mau. Kurang machomungkin menjadi alasannya. Pria berkosmetik memang jarang ditemukan kecuali pada jenis pria melambai dan pria metroseksual, setidaknya sejauh pengalaman saya.Â
"Kalau pakai tabir surya nanti tubuh kekurangan vitamin D." Saya akan mengacungi jempol pada pria yang beralasan sedikit ilmiah seperti ini. Sinar ultraviolet yang terdapat dalam sinar matahari memang memiliki fungsi dalam pembentukan vitamin D oleh tubuh.Â
Vitamin D harus dibuat oleh tubuh, yang kita asup dari makanan hanyalah pro vitamin D. Meskipun saat ini sudah ada preparat obat yang berisi vitamin D, harganya relatif mahal dan sulit dicari. Kurangnya paparan sinar matahari dapat menyebabkan tubuh kekurangan vitamin D.
Kenyataannya tidak semua tabir surya menghambat pembentukan vitamin D. Terdapat 2 macam tabir surya, dalam Bahasa Inggris: sunscreen  dan  sunblock.  Sunscreen  bekerja dengan mengurangi intensitas radiasi sinar ultraviolet (UV) jadi masih ada sinar UV yang diterima kulit namun dengan intensitas yang lebih kecil dari sebenarnya. Sunblock  sesuai namanya, bekerja dengan memblok sinar matahari, jadi 100% radiasinya dipantulkan kembali. Biasanya sunblock memiliki SPF lebih dari 15.
Apa itu SPF? SPF atau sun protecting factor adalah lamanya produk tabir surya melindungi kulit dari terbakar sinar matahari. Normalnya kulit manusia mulai terbakar setelah 10 menit terpapar sinar matahari. SPF 15 berarti produk tersebut melindungi selama 15 x 10 menit = 150 menit.Â
Kembali ke pembahasan awal, mengapa pria sebaiknya mulai mempertimbangkan penggunaan tabir surya dalam keseharian mereka.Â
Sinar matahari mengandung 2 jenis sinar ultraviolet, yaitu UV-A dan UV-B. UV-B menyebabkan kulit terbakar (memerah dan melepuh). UV-A tidak menyebabkan kulit terbakar karena intensitasnya tidak sebesar UV-B, namun UV-A menembus lebih dalam sampai ke lapisan kulit yang sebenarnya (dermis) dan menimbulkan kerusakan.Â
Kerusakan yang ditimbulkan oleh UV-A adalah putusnya serat-serat elastin dan kolagen di dermis. Serat-serat ini berfungsi untuk mempertahankan kekenyalan dan tekstur kulit yang sehat. Jika serat-serat ini putus, akan mempermudah terjadinya kerutan pada kulit, selain itu pembuluh darah kapiler kulit akan melebar menimbulkan bayangan kemerahan pada kulit.
Sinar UV-A juga memacu melanosit (sel penghasil pigmen kulit) menghasilkan melanin. Hal ini menimbulkan warna kulit yang menjadi lebih gelap.Â
Jika ketiga hal di atas masih belum cukup untuk menjadi alasan Anda untuk memakai tabir surya, peningkatan risiko kanker kulit mungkin akan membuat Anda berpikir ulang. Orang yang sering terpapar sinar matahari lebih berisiko mengalami kanker kulit di kemudian hari dibandingkan yang tidak. Hal ini terutama pada orang dengan melanin sedikit (yang tidak bisa hitam meskipun sering terpapar matahari). Jadi alasan "gue nggak bisa hitam kok meski berjemur seharian" tidak bisa menjadi pembenaran untuk melupakan pemakaian tabir surya  dalam keseharian kita.Â
Yuk ah, pakai tabir suryanya dulu.Â
Baca juga:
Inilah Rekomendasi Aktifitas Fisik dari WHO
Mengenal Diastasis Recti, Penyebab Perut Tak Kunjung Kempes setelah Melahirkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H