Mohon tunggu...
Maria Kristi
Maria Kristi Mohon Tunggu... Dokter - .

Ibu empat orang anak yang menggunakan Kompasiana untuk belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pertolongan Pertama Saat Kejang

28 September 2014   07:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:13 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_362358" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)"][/caption]

Kejang merupakan kejadian yang cukup menakutkan bagi anak dan orangtuanya. Kebanyakan orangtua merasa panik jika anaknya kejang dan alih-alih memberikan pertolongan yang memadai, terkadang hal-hal yang dilakukan dapat membahayakan anak. Berikut ini adalah hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan pada saat anak kejang. Pedoman sederhana ini terutama ditujukan untuk anak namun beberapa masih cukup relevan untuk digunakan pada orang dewasa yang mengalami serangan kejang.

Tidak boleh dilakukan:

1.Memasukkan apa pun ke dalam mulut anak yang sedang kejang

Banyak orang yang memasukkan sendok ke dalam mulut anak yang sedang kejang dengan harapan agar anak tersebut tidak menggigit lidahnya. Tindakan yang semula berniat melindungi anak ini dapat berbahaya karena berisiko mematahkan gigi anak. Jangan pula memasukkan obat/cairan ke dalam mulut anak selama dia kejang, hal ini dapat membuatnya tersedak karena selama kejang terjadi diskoordinasi otot-otot tubuh, termasuk otot pernapasan.

2.Memukul/menggigit/menusuk/melukai anak dengan harapan segera sadar

Hal ini tidak akan membuat kejang berhenti maupun membuat anak segera sadar, hanya akan menambah beban anak dengan luka yang dapat menjadi tempat masuknya kuman. Jika setelah dipukul/digigit/ditusuk anak menjadi sadar, maka itu hanya kebetulan belaka, bukan akibat langsung dari trauma fisik yang diberikan.

3.Mengerumuni/menonton anak yang sedang serangan kejang

Mengerumuni anak yang sedang kejang membuat persediaan oksigen yang ada di sekitar anak menipis sebab kita semua memerlukannya untuk bernapas. Anak yang sedang kejang mengalami hipoksia (kondisi kekurangan oksigen) di otak yang dapat membaik dengan pemberian oksigen. Jadi mengerumuni anak yang sedang kejang hanya akan menambah berat hipoksia pada anak tersebut.

Sebaiknya dilakukan:

1.Mengamankan daerah sekitar anak: jauhkan anak dari benda berbahaya seperti benda yang keras, tajam, air, maupun api

Tujuan tindakan ini adalah mengurangi risiko cedera pada anak.

2.Menurunkan demam anak jika ada demam

Demam merupakan salah satu penyebab kejang tersering kejang pada anak. Kejang yang semata-mata disebabkan oleh demam disebut sebagai kejang demam. Tindakan menurunkan demam pada anak yang terkena kejang demam dapat menghentikan kejang. Tentunya tidak dianjurkan pemberian obat penurun panas lewat mulut karena berisiko membuat anak tersedak. Mengompres dan memberikan obat penurun panas lewat dubur dapat menjadi alternatif menurunkan demam.

3.Menggunakan obat pemutus kejang

Ada obat pemutus kejang yang dapat diresepkan dokter untuk diberikan oleh orangtua pasien sewaktu-waktu jika anaknya kejang. Obat ini biasanya diberikan lewat dubur dan dapat diberikan sampai 2 kali jika kejang belum berhenti, tentunya diharapkan orangtua tetap melakukan langkah selanjutnya: membawa anak ke tempat layanan kesehatan.

4.Membawa ke tempat layanan kesehatan terdekat

Bagaimanapun kejang adalah suatu gejala penyakit dan bukan penyakitnya sendiri. Penyebab kejang ada beraneka macam, mulai dari yang ringan seperti kejang demam sampai yang berat seperti radang selaput otak. Membawa anak ke tempat layanan kesehatan terdekat merupakan hal yang bijak untuk dilakukan meskipun saat itu kejang sudah berhenti. Kejang pertama kali, terutama jika terjadi pada anak di bawah 2 tahun memerlukan evaluasi lebih lanjut apakah merupakan kejang yang ringan atau merupakan tanda dari penyakit yang lebih berat.

Semoga bermanfaat :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun