Mohon tunggu...
Dewi Maria
Dewi Maria Mohon Tunggu... -

hanyalah seorang gadis yang mencoba menjadi dewasa dan memahami dunia dengan segala ketidaksempurnaan yang ada padaku.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kecantikan Hati

9 Oktober 2010   02:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:35 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Nggak papa” aku merebahkan kepalaku pangkuannya. Aku hanya ingin menatap matanya saat ini. Dan mungkin bertanya padanya, kenapa aku tak sempurna seperti kakakku, Mey?

“Ada apa?” Ibu menatapku lembut. Tanpa harus aku berucap, ibu selalu tahu setiap kali ada hal yang mengusik hatiku. Ibuku memang orang yang paling tahu tentang aku, melebihi diriku sendiri. Yah, mungkin itu yang dinamakan naluri seorang ibu.

“Emmh… Bu, aku sama mbak cantik siapa?” aku memulai kalimat pertamaku dengan sebuah pertanyaan. Aku tak tahu bagaimana harus memulai ceritaku.

“Nggak ada yang paling cantik, semuanya cantik.” Ibuku menatap mataku, dengan senyum kecil.

“Bohong! Pasti mbak yang lebih cantik!” aku menatap ibuku dengan sorot tajam. Aku tahu kakakku itu lebih cantik, dan sekarang ibu sedang berbohong dengan mengatakan itu agar aku tidak sedih.

“Ibu pernah bohong sama adek?” Ibu menatapku lembut, setitik kekecewaan terpancar dari sinar matanya. Sepertinya ibu sangat kecewa mendengar bantahanku tadi.

“Nggak…” aku mengalihkan pandanganku ke layar tv, aku tak mau menatap kedua mata ibuku karna aku tak akan bisa menahan airmataku ketika melihat beliau dengan sinar kekecewaan yang terpancar dari matanya seperti itu.

Sedetik kemudian kami terdiam, mata kami tertuju pada layar tv. Tapi aku tahu, pikiranku tidak berada pada alur cerita drama itu, pikiranku sedang mengawang jauh memikirkan kata-kata ibuku dan ribuan pertanyaan yang pernah hinggap di pikiranku tentang ketidakadilan Tuhan padaku.

Entah darimana datangnya, ada sebuah pertanyaan baru yang hinggap di benakku… Pertanyaan yang sungguh tak pantas untuk aku tanyakan pada ibuku, tapi hatiku tak sanggup untuk menahan rasa penasaran yang mendesakku untuk bertanya pada beliau.

Pernahkah ibu menyesal atau kecewa melahirkan anak yang jelek seperti aku?

“Emmh… Bu..” aku memulai kalimat pertamaku lagi setelah beberapa saat kami terdiam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun