Mohon tunggu...
Maria Juvita
Maria Juvita Mohon Tunggu... -

Menulis Tak Berarti Tak Bersuara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

IMLEK - Imlek Sebagai Perayaan Cinta Kasih Universal

20 Februari 2015   08:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:51 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1424371447145768562

Perayaan Imlek atau Tahun Baru China merupakan salah satu perayaan yang secara turun temurun dilakukan oleh hampir semua keturunan suku bangsa Tionghoa di seluruh penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia. Pada rezim orde baru kala pemerintahan presiden Soeharto, perayaan ini sempat dilarang karena dianggap identik dengan faham komunisme. (Sebenarnya perlu dibubuhkan TANDA TANYA BESAR, dimakah letak keterkaitannya? Mungkinkah ini hanyalah sebuah diskriminasi rasial yang dilakukan untuk memberangus kekayaan budaya dari suatu peradaban tertentu? ataukah ini sebenarnya adalah ekspresi ketakutan berlebih dari sang penguasa yang otoriter?). Beruntung, semenjak orde baru tumbang oleh gerakan reformasi dan digantikannya Instruksi Presiden (InPres) Tahun 1967 dengan Keputusan Presiden (KePres) No. 06 Tahun 2000 oleh presiden Abdurrahman Wahid, angin segar kembali berhembus dan memberi nafas bagi berbagai perayaan keagamaan dan tradisi yang identik dengan kebudayaan etnis Tionghoa di Indonesia, termasuk Imlek.

Bagi sebagian orang, perayaan Imlek sering dianggap sebagai hari raya keagamaan umat Kong Hu Cu. Hal ini wajar mengingat mayoritas nenek moyang suku bangsa Tionghoa memeluk agama Kong Hu Cu dan penanggalan pertama Imlek juga didasarkan pada kelahiran agama Kong Hu Cu, yakni pada tahun 551 SM. Meskipun demikian, anggapan tersebut sebenarnya perlu diluruskan. Berdasarkan sejarah, Imlek sebenarnya bukanlah perayaan agama Kong Hu Cu, melainkan perayaan menyambut musim semi serta ungkapan syukur atas berlalunya musim dingin oleh para petani. Seiring dengan perkembangan jaman dan persebaran ras mongoloid di berbagai tempat, maka hari raya inipun berubah menjadi hari raya etnis Tionghoa di berbagai belahan dunia.

Bertolak dari sejarah di atas, dimana dikatakan sebenarnya Imlek merupakan hari raya para petani untuk menyambut musim semi dan ungkapan syukur atas berlalunya musim dingin, maka Imlek dapat diartikan sebagai "lembaran baru" yang penuh dengan harapan akan kehidupan. Imlek adalah simbol harmonisasi antara manusia dengan alam dan manusia dengan sesama manusia. Harmoni ini secara simbolik dapat disyukuri dan dirayakan dengan makan besar bersama keluarga dan sanak saudara, dan dilanjutkan dengan saling memberi ucapan selamat tahun baru dan pembagian angpao (Amplop merah berisi uang yang diberikan oleh orang dewasa yang telah berkeluarga kepada anak-anak). Dalam tradisi ini, anak-anak diajarkan untuk menghormati orang tua dengan mengepalkan tangan/ pai-pai dan sebaliknya orang tua sebagai simbol keteladanan dan kebiijaksanaan akan memberikan nasehat-nasehat yang merupakan ungkapan kasih kepada anak. Selain itu, pemberian angpao menunjukan semangat berbagi yang ditanamkan dan diajarkan orang tua kepada anak sejak dini. Orang tua/ pemberi dapat dimaknai sebagai orang yang telah mampu bekerja dan membagikan rejekinya, sementara anak dimaknai sebagai simbol orang kecil yang masih membutuhkan uluran tangan. Jumlah uang atau nominal bukanlah yang terpenting, keikhlasan yang didasari cinta kasih adalah yang utama.

Semangat berbagi dan cinta kasih di atas adalah suatu gagasan yang menarik, apalagi jika tidak hanya diperuntukan bagi sanak saudara dan sesama etnis saja, melainkan mampu ditransformasikan untuk menjadi lebih relevan diterapkan dalam kehidupan masyarakat yang heterogen, lintas suku, lintas agama, dan lintas profesi. Perlu diingat bahwa Gagasan yang baik hanyalah tinggal gagasan ketika tak ada yang memulai. Gagasan yang baik juga hanya akan menjadi sebatas gagasan ketika hanya diupayakan oleh salah satu pihak saja. Dalam hal ini, dibutuhkan cara berpikir yang lebih terbuka, kerelaan untuk memulai, dan sebuah sinergi dari berbagai pihak. Dengan demikian, perayaan Imlek yang dirayakan oleh keturunan etnis Tionghoa secara simbolik setiap tahun sungguh dapat menjadi perayaan cinta kasih universal sepanjang tahun yang mewujud sebagai sebuah persatuan dalam keberagaman. Hal ini diharapkan dapat mendorong peluang terlahirnya harapan baru akan kehidupan bersama yang lebih baik. Semoga.

Selamat Tahun Baru Imlek, Maria Juvita (19 Februari 2015).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun