Aktif dalam komunitas pengelola sampah, dan pernah melakukan survey untuk  Bebas Sampah ID, suatu platform persampahan nasional, saya jadi paham beberapa langkah recycle yang malah menyebabkan gas rumah kaca (GRK):
1. Pemakaian bahan bakar fosil dalam pengangkutan sampah. Seperti kita ketahui pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan GRK, yaitu karbon dioksida dan metana, yang memerangkap panas di atmosfer.
2. Sebelum proses recycle, limbah botol kemasan air mineral akan dipisah antara tutup, botol dan labelnya. Tutup botol berbeda jenis plastiknya dengan botol dan label plastiknya. Nah, hanya limbah botol yang masuk pabrik daur ulang. Sedangkan tutup botol dan label kemasan berakhir di tempat pembuangan sampah akhir atau dibakar
Mengapa? Ukuran tutup botol terlalu kecil dan label kemasan mengandung tinta, sehingga biaya prosesnya terlalu tinggi. Kurang cuan atau malah rugi, jika harus memproses limbah tutup serta label kemasan.
3. Botol kemasan didaur pulang (dicacah dan seterusnya) di mesin yang menggunakan bahan bakar fosil.
Dari penjelasan di atas, bisa kita lihat perjalanan botol air mineral yang alih-alih mengurangi krisis iklim, eh malah menambah GRK penyebab pemanasan global.
Ngenesnya, masyarakat yang menaati peraturan Ibu Risma bakal berkeyakinan bahwa dia telah berkontribusi mengurangi ancaman perubahan iklim.
Mereka tak menyadari telah berjalan ke arah yang berlawanan. Analoginya, mereka mau ke Kanada di benua Amerika, namun pesawat yang difasilitasi pemerintah membawa mereka ke Prancis di benua Eropa.
Perubahan Iklim dan  FOMO
FOMO merupakan singkatan dari Fear of Missing Out yang artinya rasa takut ketinggalan atau kehilangan momen, informasi, atau pengalaman.