Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

World Environment Day dan Orang Indonesia yang Hobi Makan Mikroplastik

5 Juni 2024   08:57 Diperbarui: 5 Juni 2024   11:40 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hobi berarti kegemaran; kesenangan istimewa pada waktu senggang dan seterusnya. Jadi, apakah orang Indonesia gemar makan mikroplastik seperti judul tulisan dalam memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024?

Sebetulnya hanya kalimat ironi, untuk menggambarkan betapa ngeyelnya orang Indonesia. Setelah Jenna Jambeck bersama tim peneliti dari University of Georgia menerbitkan hasil penelitian yang menyatakan, Indonesia sebagai negara peringkat kedua penyumbang sampah plastik ke laut di dunia.

Kini, menurut sumber, Indonesia merupakan negara yang paling banyak mengonsumsi mikroplastik. Setiap bulan sekitar 15 gram mikroplastik dikonsumsi masyarakat Indonesia.

Apa sebab? Kata Kang Hasan (sumber) sih disebabkan "orang kampung" pindah ke kota namun masih meneruskan kebiasaannya. Sampah dibuang begitu saja, tanpa peduli bahwa jenis sampah yang dihasilkan telah berubah. Tidak hanya sampah organik, juga ada ada sampah anorganik.

Sampah anorganik, khususnya sampah plastik tidak dapat diurai di tanah. Mikroorganisme gak bisa mengurai plastik karena gak punya enzim yang cocok untuk memprosesnya.

Namun, hukum kekekalan massa tetap berlaku. Sampah plastik terpapar panas hujan sehingga terpecah/terdegradasi menjadi mikroplastik, atau partikel plastik kecil berukuran 5 mm atau lebih kecil.

Dihembus angin, mikroplastik ini hinggap di air dan tanah, mencemari air minum dan makanan serta dihirup manusia. Karena itu tak berlebihan penelitian yang menyebutkan Indonesia yang menempati urutan ketiga garis pantai terpanjang di dunia, sebagai penyumbang sampah nomor dua di lautan, dan merupakan pengonsumsi mikroplastik terbanyak.

Sumber: Diolah pribadi via canva.com
Sumber: Diolah pribadi via canva.com

Emang apa bahayanya makan mikroplastik?

Tentu saja bahaya, para ahli menemukan potensi terganggunya kesehatan akibat paparan mikroplastik, seperti gangguan saluran pencernaan, gangguan fungsi hati, gangguan reproduksi, kanker, gangguan fungsi ginjal, gangguan metabolisma dan gangguan dalam berpikir atau mudah lupa.

Namun, seperti ancaman tak nampak lainnya, bahaya mikroplastik diabaikan masyarakat Indonesia. Kita terbuai system persampahan tradisional yang selama ini diterapkan pemerintah daerah setempat, yaitu: Kumpul, angkut dan buang.

Gak heran berbagai tragedi terkait sampah pun bermunculan. Yang paling tragis adalah longsornya TPA Leuwigajah Cimahi pada 21 Februari 2005 memakan korban 157 orang, dan hilangnya 2 permukiman.

Atas tragedi kemanusiaan tersebut, nampaknya warga Bandung belum kapok. Terbukti 19 Agustus 2023 terjadi kebakaran di TPA Sarimukti yang menyebabkan Bandung menjadi lautan sampah. Pengulangan tragedy 2005.

Tidak hanya kota Bandung yang mengalami lautan sampah. Tanggal 23 Juli 2023 silam, Pemda DIY menutup TPA Piyungan, Bantul, Yogyakarta, karena kapasitas tempat pembuangan akhir tersebut telah melebihi kapasitas sejak tahun 2010. (sumber)

Selanjutnya silakan mengetik "TPA Longsor" di mesin pencari, maka akan bermunculan beberapa TPA seperti TPA Peh Jembrana, Bali; TPA Cipayung Depok, TPA Cipeucang, Serpong dan masih banyak lagi.

TPA yang bermasalah (overload, kebakaran, longsor dan lainnya) akan berimbas pada daerah-daerah pengirim sampah. Timbulan sampah memenuhi setiap sudut kota. Menyebarkan bau busuk dan dan aliran air lindi.

sumber: jakarta.go.id
sumber: jakarta.go.id

Solusinya Ternyata Mudah!

Setiap masalah yang muncul akibat perilaku manusia, solusinya pasti mudah!

Dari data di atas terlihat bahwa 43 persen atau menempati posisi terbanyak adalah sisa makanan atau sampah organik. Jumlah sampah organik bervariasi di setiap daerah. Misalnya Kota Bandung, sampah organiknya mencapai sekitar 60 persen.

Semakin metropolitan suatu kota, jumlah sampah organiknya akan berkurang. Demikian pula sebaliknya. Hal ini berkorelasi dengan lahan yang dibutuhkan untuk mengompos sampah organik.

Yup, solusi pengurangan sampah adalah memilah sampah sejak awal, sehingga sampah organik bisa dikompos, sedangkan sampah anorganik seperti plastik, kain, kertas dan lainnya dapat diserahkan/dijual pada UMKM yang menjalankan bisnis daur ulang sampah.

Tiga kondisi ini mempengaruhi cara pengomposan sampah organik.

  • Rumah dengan pekarangan bertanah yang cukup luas
  • Rumah dengan pekarangan bertanah, namun sempit
  • Rumah tanpa halaman bertanah

Bata Terawang (sumber: maria-g-soemitro.com)
Bata Terawang (sumber: maria-g-soemitro.com)

Penghuni rumah dengan pekarangan bertanah, baik sempit maupun cukup luas, mempunyai banyak pilihan mengompos sampah organik, diantaranya

  • Bata Terawang
  • Takakura
  • Lubang Resapan Biopori (LRB)
  • Selain itu juga dapat dibuat lubang khusus sampah organik.

Takakura (sumber:maria-g-soemitro.com)
Takakura (sumber:maria-g-soemitro.com)

Tempat tinggal dengan pekarangan bertanah memang lebih leluasa memilih cara mengompos. Tidak demikian halnya dengan rumah tanpa halaman bertanah.

Namun bukan tanpa solusi. Seperti yang saya alami dua tahun terakhir ini. Saya menghuni rumah tanpa pekarangan bertanah. Ada dua alternatif, mengompos dengan Takakura atau menggunakan pot tanaman hias.

Penjelasan rinci tentang cara membuat bata terawang dan Takakura akan saya tulis berikutnya. Sedangkan mengompos dengan pot tanaman hias sebagai berikut.

Mengompos dalam pot tanaman hias (sumber:YPBB Bandung)
Mengompos dalam pot tanaman hias (sumber:YPBB Bandung)

Bahan Mengompos dalam Pot 

  • Pot tanaman hias
  • Sekop tanah
  • Tanah
  • Sekam padi/cocopeat (gambut kelapa)
  • Sampah organik yang telah dicacah

Cara Membuat

  • Dengan menggunakan sekop, masukkan sekam padi/cocopeat secukupnya di bagian bawah pot, kemudian lapisi dengan tanah.
  • Masukkan sampah yang telah dicacah di atas media tanah. Tujuan pencacahan agar sampah organik mudah terurai. Semakin kecil hasil cacahan, semakin cepat terjadinya proses pengomposan.
  • Tutup sampah organik dengan tanah, kemudian siram dengan air secukupnya. Penyiraman berkala dibutuhkan untuk mempercepat proses pengomposan. Perhatikan, media tanah jangan terlalu basah, juga jangan terlalu kering. Pengomposan yang terlalu basah akan berpotensi bau, sedangkan terlalu kering membuat proses pengomposan lebih lama.
  • Setelah 3-4 minggu, kompos siap digunakan.

Nampak ribet, ya? Awalnya aja kok. Jika telah terbiasa justru akan merasa gak nyaman ketika tidak memilah sampah, dan mengompos sampah organik.

Keberadaan sampah organik inilah yang memunculkan anggapan bahwa sampah itu bau dan jorok. Karena itu harus segera diatasi. Tidak demikian halnya dengan sampah plastik, bisa disimpan berbulan-bulan sampai bertemu pemulung yang mau menerima sedekah sampah plastik.

Masalah sampah mirip masalah banjir. Harus diatasi dari sumbernya. Dikenal dengan Zero Runoff yang pernah diperkenalkan mantan Gubernur DKI, Anies Baswedan, yang anehnya berakhir diketawain netizen.

Sementara Pak Anies pastinya memperoleh konsep tersebut dari para pakar. Sayangnya seperti konsep Zero Runoff, cara mengelola sampah sejak dari sumbernya ini juga diabaikan.

Gak heran Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan penduduk yang doyan mengonsumsi mikroplastik.

Gak heran juga, peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia cuma berakhir basa-basi, tanpa makna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun