"Saya hanya mau menginfakkan umur" kata Supardiyono Sobirin dalam pelatihan pengelolaan sampah yang diselenggarakan kecamatan Cibeunying Kaler Bandung, beberapa tahun silam.
Nampaknya Pak Sobirin salah memilih kata, untuk melambangkan betapa mulianya jadi relawan. Harusnya menyedekahkan umur, karena infak berarti berbagi harta atau sesuatu yang bersifat materi. Tapi sudahlah, kalimatnya tetap mengilhami, bahwa jika tak punya harta, kita bisa berbagi waktu seperti yang dilakukan beliau.
Bukankah Allah SWT menjanjikan 3 amal jariah yang terus mengalir walau pemiliknya telah wafat? 3 amal jariyah itu adalah: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendoakan orang tuanya
Supardiyono Sobirin merupakan pensiunan PNS. Bersama dengan Solihin GP, mantan Gubernur Jabar, beliau bergabung dalam dewan pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) aktif membagikan pengetahuannya sebagai alumnus ITB yang pernah berkarir di Pusat Litbang Sumber Daya Air
Daftar Isi
- Karena Hidup Harus Bermanfaat
- Ibu Rumah Tangga juga Bisa Menjadi Relawan
- Setiap Orang Bisa Jadi Relawan
Gak heran, jika Anda berkunjung ke kantor DPKLTS maka akan melihat Mang Ihin, nama panggilan Solihin GP, dengan suaranya yang berwibawa sedang menginstruksikan penyebaran benih pohon.Â
Sementara Pak Sobirin sedang berbincang dan merancang dengan anggota DPKLTS lainnya, tentang berbagai terobosan, seperti cara tanam padi SRI (System Rice Intensification), rumah tahan gempa dan masih banyak lagi.
Sayang mang Ihin harus menghentikan aktivitasnya, sejak dokter menginstruksikan beliau untuk lebih banyak beristirahat di rumahnya di Cisitu Bandung.
Mang Ihin, Pak Sobirin serta anggota DPKLTS lainnya, tentu saja tidak mendapat gaji untuk aktivitasnya, bahkan kerap harus merogoh kocek pribadi. namun ada "gaji" yang nilainya tak bisa dibayar dengan rupiah, dollar atau mata uang manapun.
Gajinya non materi dan bermakna kepuasan. Puas telah hidup bermakna. Puas telah hidup bermanfaat. Serta kepuasan lain yang hanya dirasakan oleh para relawan.
Mungkin akan ada yang mendebat, "Ya iyalah, mereka kan pensiunan. Mereka tak perlu risau perkara makan apa hari ini."
Itu sih pilihan ya, karena aktivitas relawan kan gak menghabiskan waktu. Anggota dan para pakar DPKLTS tidak setiap hari ngantor di DPKLTS. Saya juga hanya menggunakan 4-5 jam setiap minggu untuk melakukan aktivitas relawan.
Bagaimana caranya? Begini:
Ibu Rumah Tangga juga Bisa Menjadi Relawan
Apa keuntungan menjadi ibu rumah tangga?
Yep, mudah bergaul dan berkomunikasi dengan audience yang mayoritas terdiri dari ibu rumah tangga juga. Salah satunya ngobrolin pengelolaan sampah.
Awal terjun di pengelolan sampah ketika Kota Bandung menjadi kota lautan sampah pada tahun 2008. Penasaran dengan masalah sampah yang nampak sepele, namun sanggup meruntuhkan martabat kota Bandung, saya berguru ke Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) Bandung.
Beruntungnya saya, YPBB gak hanya transfer pengetahuan mengenai pengelolaan sampah, juga bagaimana seharusnya gaya hidup manusia agar  tidak zalim pada bumi, agar bumi ini berkelanjutan, dan agar cucu cicit kita kelak hidup normal, gak krisis air dan gak mengalami dampak global warming.
Lingkungan hidup yang berkelanjutan memang menjadi concern YPBB, lembaga yang telah berdiri sejak tahun 1993, dan kini berubah nama menjadi Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan. Karena gak sekadar dapat ilmu, saya juga berkesempatan menjadi relawan.
Salah satunya adalah Kereta Kota, suatu program sosialisasi pengelolaan sampah melalui beberapa permainan. Kegiatan tersebut pernah saya tulis di sini:
Kemudian berbagai aktivitas YPBB lainnya, seperti survey pemilahan sampah, survey green map, survey tempat pembuangan sampah sementara (TPS), survey waste to energy (WTE), serta survey YPBB lainnya.
LPTT merupakan lembaga lain yang saya ikuti kegiatannya sebagai relawan. Pada tahun 2010, LPTT bekerja sama dengan Unilever dan pemerintah kota Bandung meluncurkan program Bandung Green and Clean.
Setelah membantu pelatihan serentak, saya juga memutuskan mendampingi komunitas-komunitas secara langsung. Pertimbangannya, bagaimana mungkin pelatihan umum mampu mengubah cara mengelola sampah?
Pelatihan serentak dilakukan untuk 1531 RW dan 9473 RT Kota Bandung. Andai tiap RW mengirim 2 perwakilan, maka ada sekitar 3.000 orang, sementara jumlah staf LPTT hanya sekitar 10 orang.
Beberapa tulisan tentang aktivitas tersebut pernah saya tulis di sini:
Pesta Rakyat Bantaran Sungai Cidurian
Terhindar Jerat Rentenir Berkat Bank Sampah
Zakat Mengantar Bank Sampah "Motekar" Meraup Omzet Ratusan Juta Rupiah
Serta masih banyak lainnya
Setiap Orang Bisa Menjadi Relawan
Di akhir tahun 2021, media sosial YPBB memuat konten tentang kesempatan menjadi relawan. Kriterianya sebagai berikut:
Anda dapat menjadi bagian dari tim relawan trainer YPBB, jika...
- Punya kepedulian tentang lingkungan, khususnya isu sampah
- Suka berbagi pengalaman dan pengetahuan pada orang lain
- Punya kemampuan dasar public speaking (tidak mudah demam panggung)
- Bersedia mengikuti secara penuh kegiatan ToT (Training of Trainer) pada tanggal Sabtu, 11 Desember 2021
- Punya waktu luang yang ingin digunakan
- Berdomisili di Bandung Raya minimal untuk 1,5 tahun ke depan.
- Bersedia mewakili YPBB dalam memberikan pelatihan zero waste lifestyle sedikitnya 3x selama tahun 2022
Semudah itu menjadi relawan bukan?
Hanya meluangkan waktu ikut pelatihan dari pagi hingga sore hari, serta waktu luang sebanyak 3 kali dalam setahun.
Namun banyak sekali menfaatnya, antara lain:
- Menambah jam terbang sebagai public speaker
- Memperluas networking
- Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang pengelolaan sampah. Karena trainer yang terpilih gak boleh asal bunyi (asbun), di aktivitas hariannya dia harus sudah melakukan pengelolaan sampah.
Tapi ... YPBB kan hanya ada di Kota Bandung. Bagaimana dengan kota lain? Juga gak semua orang tertarik dengan pengelolaan sampah.
Sebetulnya, selama negara kita masih punya jutaan masalah, maka peluang menjadi relawan terbuka lebar.
Di sekitar rumah, ada organisasi PKK yang sangat membutuhkan uluran tangan. Baik dalam kegiatan mereka maupun memberi pelatihan keuangan, gizi, kerajinan tangan dan lainnya.
Juga ada gerakan kebersihan seperti Jumsih (Jumat Bersih), keamanan/siskamling serta 17 Agustusan tentunya.
Akhirnya kembali ke diri pribadi. Mau menganggap aktivitas jadi relawan merupakan perbudakan atau justru menambah value pelakunya, yang telah bertindak sesuai hati nurani.
Karena hidup tidak melulu tentang rupiah, tapi juga martabat dan nilai hidup itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H