Burung besi itu membelah langit. Berselancar diantara tumpukan awan. Seputih kapas. Berlatar biru. Tingkalkan Jakarta. Â Menuju Tanah Jawa.
Tanah Jawa mengingatkan saya pada rumah eyang di Kemetiran Jogja. Halaman rumah yang luas. Resik. Tidak hanya karena penduduknya rajin menyapu. Juga  rumput  yang nampak enggan berkeliaran. Sungguh berbeda dengan Tanah Pasundan. Tempat berbagai herba mengganggu tanaman induk.
Namun bukan berarti  Tanah Jawa,  tak sesubur  Parahyangan  tempat bersemayamnya para Hyang (Dewa). Ada Delanggu, yang memasok beras Rojo Lele seperti Cianjur dengan Pandan Wanginya. Dan ada banyak mata air yang dua diantaranya  diproses Danone untuk dikirimkan ke seluruh pelosok negeri.
Ya, kami ber -20, akademia Danone Blogger Academy mendapat kesempatan untuk mengeksplor jejak corporate social responsibility (CSR) Danone di Tanah Jawa. Termasuk mengunjungi pabrik pengolah makanan dan minumannya.
Nutricia Sari Husada
Terik mulai mengganti kehangatan pagi ketika kami mulai memenuhi kursi ruang pertemuan. Ada aroma kopi yang menguar lembut. Ada jajan pasar yang menggoyang  lidah. Ada camilan cookies kering dan keripik yang membuat program diet berantakan. Terlebih keripik tempenya. Sungguh crispy. Satu stoples tak kan cukup.
"Buatan penduduk", kata Ibu Endah, penanggung jawab CSR Sari Husada. Melalui CSR, masyarakat di sekitar tidak hanya mendapat pelatihan, juga dukungan pemasaran.
Merupakan bagian Danone Nutricia Early Life Nutricion, Â ternyata Sari Husada sudah khatam dalam menyediakan nutrisi bagi balita di Indonesia. Â Lahir tahun 1954, sedangkan Nutricia tahun 1987, para ibu pastinya masih ingat makanan bayi dalam kardus atau sachet, Â yang berjasa menutrisi anak mereka. Bahkan seorang teman, setiap sakit selalu menyantap makanan bayi ini. "Lebih sedap", katanya.
Menyusuri jalan berbatu menuju  pabrik  Sari Husada dipenuhi  takjub atas keresikan, kenyamanan dan keheningan. Saya yang pernah memasuki puluhan pabrik mengernyit bingung, bagaimana mungkin begitu hening? Pekerja pabrik seolah saling berbisik.
Dan nun di area taman. Semburan air membasahi rumput yang terpangkas rapi. Air hasil olahan grey water/air limbah. Â sisa aktivitas kantor dan pabrik.
Bumdes Kemudo
Desa menjanjikan penghidupan. Karena disini sumber daya alam bermuara. Dibutuhkan inovasi dan kreativitas untuk mengolahnya. Agar pasar milenial menerimanya tanpa kehilangan sentuhan kearifan lokal.
Bumdes Kemudo merupakan destinasi awal setelah mengunjungi pabrik Sari Husada. Di sini, petani mempelajari MOL atau Mikro Organisme Lokal,  berbahan  air bekas cucian beras dan sampah buah-buahan.  MOL dengan fungsinya sebagai  penyubur tanah dan sumber nutrisi tambahan bagi tumbuhan,  membuat panen berlimpah ruah.
Produk lanjutannya adalah sambel mercon yang bikin telinga kamu berdenging saking pedasnya. Saya tebak sambel ini terbuat dari cabe rawit merah atau cabe rawit domba di tanah Pasundan,  yang sukses membuat kuliner pedas dalam berbagai level. Mau coba? Jangan lupa siapkan sapu tangan atau tisu! Karena akibat kepedasan,  air mata akan bercucuran, cairan dari hidung berleleran,  bibir merah dan membengkak. Pedas yang  nagih! Tak heran. ketika pulang,  beberapa akademia menenteng sambel botolan. Hasil olahan UMKM setempat.
Juga ada UMKM furniture beromzet milyaran rupiah. Furnitur yang didesain kekinian untuk memasok kebutuhan cafe dan perumahan modern ini terbuat dari  bekas  kontainer kayu. Ya, limbah kayu yang acap dibuang dan menambah volume timbulan sampah, disini diolah dan dimanfaatkan kembali. Bahkan dengan nilai jual lebih tinggi.
Taman Pintar
Destinasi berikutnya berada di tengah kota Jogjakarta. Acap melalui taman bermain bernama Taman Pintar, saya baru menjejak dan  berselancar didalamnya. Ada deretan tokoh dunia yang membuat perubahan dunia: Einstein, Phytagoras,  Ibnu Sina  atau kerap disebut Avicenna, Filsuf Persia yang berjasa di bidang kedokteran.
Waktu sehari tak akan cukup untuk mengeliling Taman Pintar. Â Setiap ilmu dijelaskan dengan gamblang dan disediakan fasilitasnya. Danone membangun Taman Air Menari disini, juga PAUD, miniatur pabrik dan pendampingan kurikulum edukasi nutrisi.
Merapi Project
Ingin memandikan sapi? Yay, saya baru tahu bahwa sapi memiliki waktu mandi, makan dan diperah susunya. Para sapi berbaris rapi dalam kandang yang dikelilingi  tanaman rumput gajah sebagai makanannya. Mereka tak berhenti mengunyah. Tidak hanya rumput, juga tumbuhan jagung. Menjadi atraksi menarik melihat para sapi memutar bonggol buah jagung dari batang kemudian memamahnya.
Tak jauh dari kandang, ada kompor berbahan bakar biogas kotoran sapi yang bisa digunakan untuk memasak air atau sekedar mi instan. Kelebihan biogas disalurkan pada 7 rumah penduduk yang tinggal di sekitar project. Pemandangan yang menyenangkan melihat peternakan apik tertata  dan berdaya dengan beberapa terobosan.
Diantaranya  produk susu segar dan yoghurt berbagai rasa. Sebotol tak akan cukup. Endeus banget. Sayang jauh dari Bandung, andaikan dekat, pasti saya akan berlangganan yoghurt yang punya rasa berbeda ini.
UMKM Rukun Santoso
Hari kedua sesudah mengunjungi  pabrik Danone, rombongan menapaki jejak Danone lainnya yaitu UMKM pengelolaan sampah Rukun Santoso. Setiap produsen memiliki tanggung jawab  EPR atau Extended Producer Responsibility (EPR). Merupakan konsep yang didesain untuk mengintegrasikan biaya-biaya lingkungan kedalam proses produksi suatu barang hingga  produk  tidak dapat digunakan lagi. Biaya lingkungan menjadi komponen harga pasar produk tersebut.
Plastik reject atau tak layak pakai dikirim Danone ke UMKM Rukun Santoso untuk dipotong kecil-kecil. Mereka yang mengerjakan mendapat upah Rp 11.000/kg. Potongan plastik tersebut menjadi refill lapisan kulit. Hasil akhirnya bisa berupa tas, tampat tisu, tikar, sendal dan masih banyak lagi.
Taman Kehati
Kalender menunjukkan tanggal 13 Oktober 2018. Bukan sekedar penanda hari kedua field trip rombongan Danone. Juga menjelang peringatan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun 15 Oktober 2015.
Akademia mendapat pengalaman mencuci tangan dengan benar sambil menghemat air. Air hanya dialirkan di awal dan akhir mencuci tangan. Jangan dibiarkan mengalir mubazir. Hemat tidak hanya berkaitan air tanah yang hanya 3 % dari jumlah total di bumi. Juga terkait empati pada saudara-saudara kita yang kekurangan air.
 Bagaimana seharusnya konservasi dilakukan agar rakyat Indonesia tidak kekurangan air di musim kemarau, agaknya harus mencontoh keberhasilan Taman Keaneka Ragaman Hayati yang dibangun Danone. Banyak jenis tumbuhan ditanam di area sekitar 4.000 hektar ini.
River Pusur Project
Destinasi terakhir di tanah Jawa adalah mengunjungi Desa Polanharjo, tempat Sungai  Pusur mengalir. Banyak yang khas disini. Diantaranya penangkaran burung hantu untuk membasmi tikus. Juga pembangunan demplot pertanian.  Â
SRI atau System Rice Intensification diuji cobakan untuk memperoleh hasil padi organik. Dengan SRI, biaya produksi bisa ditekan dan kebutuhan airpun lebih hemat. Yang menarik adalah primadona teh berbahan baku bunga telang .
Bunga telang yang berwarna  biru dikeringkan dan dikemas dalam botol. Hasil olahannya bukan saja berupa teh biru, tapi juga  mochaccino blue latte dan blue rice. Mungkin seharusnya ada sentuhan chef yang pakar mengolah pangan. Agar  blue rice nampak sophisticated. Tidak seperti di Polanharjo yang dimasak seadanya dengan lodeh, sop, tahu bacem dan ayam goreng. Mungkin ini yang dinamalan" think globally, act locally"?
Yang paling rame dan berkesan pastinya acara "river tubing". Sungai Pusur seperti umumnya sungai di Indonesia semula penuh sampah. Atas inisiatif masyarakat setempat, sungai dibersihkan dan disulap menjadi destinasi wisata river tubing.
Saya sering melihat aktivitas ini di sungai Cikapundung. Usai dibersihkan dari sampah, komunitas Sungai Cikapundung mengarungi aliran sungai dengan ban mobil bekas. Gegap gempita pastinya. Karena walau aliran air cukup tenang tapi mengundang sensasi. Ketika pusaran air mengangkat ban bekas berisi  "penumpang" yang tidak bisa menjaga keseimbangan, tawapun pecah.
Jejak Danone di Tanah Jawa mengingatkan saya pada  puisi Lao Tzu:
Pergi dan temuilah masyarakatmu,
Hiduplah dan tinggallah bersama mereka
,Cintai dan berkaryalah dengan mereka,
Mulailah dari apa yang mereka miliki,
Buatlah rencana dan bangunlah rencana itu,
Dari apa yang mereka ketahui,
Sampai akhirnya ketika pekerjaan usai,
Mereka akan berkata:"Kami yang telah mengerjakannya!".(Lao Tzu)
Semua capaian adalah milik warga masyarakat. Danone hanya memberi pancing. Wargalah yang menentukan akan menggunakan pancing atau tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H