Menjelang Hari Sungai Nasional yang diperingati setiap  tanggal 27 Juli,  publik dikejutkan dengan kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang menutup permukaan Kali Sentiong  dengan jaring hitam. Mirip cadar, Kali Sentiong yang kerap disebut Kali Item menjadi sungai yang pertama di Indonesia yang ditutup permukaan airnya.
Jagad media sosial menjadi heboh  pastinya. Media internasional latah  memberitakan. "Bukankah masalah seharusnya dicarikan solusi, bukan malah ditutupi?" demikian kira kira argumennya. Seperti bangkai tikus yang seharusnya  dipendam dalam tanah,  menutupinya dengan kain hanya akan menimbulkan masalah lain
Sebetulnya apa yang terjadi?
Anies Baswedan dan wakilnya Sandiaga Uno  kompak menjawab bahwa Kali Item ditutup agar tidak terlihat buruk rupa  selama perhelatan akbar  Asian Games 2018. Sebagai tuan rumah tentunya malu pada para tamu internasional  yang singgah dan bermalam di Wisma Atlet.
"Fungsinya untuk menambah keindahan sehingga kali yang airnya item itu tidak terlihat langsung oleh para atlet internasional. Ini jadi untuk mempercantik lah," ujar Kasubbag Kepegawaian Dinas Sumber Daya Air Supriyono (sumber)
Aha,  jadi ini masalah beautifikasi. Disaat tamu berdatangan,  lokasi harus nampak rapi dan indah. bahkan agar tampak lebih cantik lagi, di sepanjang Kali Item  dipasang ornamen lampu dan tanaman hias. Sangat instagramable.
![sumber: kompas.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/07/27/kali-item-warna-warni-5b5ae23ed1962e357b1718d3.jpg?t=o&v=770)
Tidak menyelesaikan masalah. Sekadar "penutup malu" dan merupakan kebijakan gaya instan yang kerap diterapkan. Misalnya akan datang "tamu agung" maka PKL dan gelandangan diamankan dulu. Sesudah itu seperti biasa lagi.
Ternyata apa yang dikerjakan Anies sama dengan kepala daerah lain. Jadi jangan gusar. Toh selama ini kita diam saja ketika jalan tiba-tiba rapi, bersih dari sampah dengan alasan pejabat akan datang.
Demikian pula dalam penilaian Adipura, PKL tiba-tiba "menghilang", Â serangkaian pot bersama tanaman hiasnya secara ajaib muncul menghiasai kawasan yang semula kumuh.
Jadi, biasa ajalah menyikapi kebijakan Anies Baswedan. Bukankah "budaya" sulap menyulap lazim dilakukan dan kita diam seribu bahasa. Seolah tidak terjadi apa-apa.
Secara ekosistem semakin tidak sehat. Â Â Â Â
Siapapun tahu,  air sungai berubah hitam dan berbau menyengat disebabkan air limbah yang dibuang penduduk dan industri di sepanjang aliran air. Banyaknya air limbah yang masuk melebihi kemampuan air sungai untuk  mengurainya. Terlebih kerap ada cemaran limbah B3.  Sementara air merupakan salah satu elemen pendukung ekosistem.
Dwi Sawung Pengkampanye  dan Energi Walhi memberi penjelasan bahwa DKI Jakarta sudah menetapkan  Kali Item hanya sebagai saluran, bukan pendukung ekosistem.  Yang harus dilakukan pemerintah kemudian adalah membangun IPAL dan saluran air kotor.
Terjawab sudah mengapa di era Ahok, Kali Item hanya  diambil sampahnya serta dikeruk lumpurnya. Yang belum dilakukan adalah membangun instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) dan pembangunan saluran air kotor.
Kritik tajam ternyata berbuah manis, usai Asian Games  Anies berjanji akan membangun IPAL di sepanjang Kali Item.  Syukurlah karena jika hanya mengandalkan imbauan pada pabrik tahu seperti yang dilakukan Sandiaga (sumber), jelas bukan solusi brilian.
Hanya ada 2 cara untuk menghentikan aktivitas membuang air limbah oleh industri. Menjerat pelaku dengan Undang Undang nomor 32 tahun 2009 yang berakhir dengan pencabutan SIUP.
Atau membangun IPAL komunal bagi industri kecil dan rumah tangga.
 Jika dengan mudahnya mengeluarkan anggaran setengah milyar untuk kain hitam, harusnya DKI Jakarta tidak pelit membangun IPAL komunal  bagi warganya.
Citarum pernah diglontor HOC, tentu bisa dicobakan disana.
Sebelum perhelatan Asian Games semakin dekat, sebenarnya sudah banyak rencana yang digagas pemda DKI Jakarta untuk menyelesaikan masalah Kali Item. Diantaranya menggunakan alat pengolah tinja bernama PAL-Andrich Tech System yang dilontarkan Sandiaga Uno 31 Mei lalu.
Tak kurang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjalankan fungsinya mendukung kerja eksekutif  dengan  menawarkan teknologi  nanobubble generator.
"Nanobubble generator merupakan mesin yang bisa membuat gelembung di dalam air. Dengan adanya gelembung, oksigen di dalam air akan meningkat sehingga ekosistem di lokasi yang diberi nanobubble bisa hidup kembali" ujar Kepala Balai Pengembangan Instrumentasi LIPI, Â Anto Tri Sugiarto (sumber)
"Contohnya di Yokohama. Di pantai Yokohama. Pantai yang tercemar itu dipasang nanobubble ini tiga tahun kemudian ikannya datang lagi", lanjut Anto.
![sumber: kompas.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/07/27/kali-item-berlubang-5b5ae3f35e137345265b9ad5.jpg?t=o&v=770)
Waring, nama lain kain hitam penutup Kali Item hanya berfungsi mengurangi penguapan selama perhelatan Asian Games, sesudah itu akan menumpuk menjadi sampah. Sampah yang sulit terurai. Waktunya mungkin tak lama lagi,  karena sekarangpun kain waring  mulai robek berlubang (sumber)
Terlepas dari kontroversi, ada hikmah dibalik kisah "sungai bercadar" . Yaitu tertujunya perhatian publik pada keberadaan Kali Item yang menyumbang polutan bagi penduduk disekitarnya. Adanya bau mengindikasikan air sungai tidak sehat. Kesehatan warga terancam.
Pemerintah wajib menormalkan kembali hingga biota air bisa hidup di Kali Item. Jangan hanya mengeduk lumpur, terlebih menutupnya dengan kain. Jangan menyesalkan pejabat terdahulu, karena tidak menghadirkan solusi. Ajak saja masyarakat sekitar untuk berpartisipasi, itu lebih realistis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI