Beberapa tahun terakhir, aktivitas sahur on the road (SOTR)  berujung tragedi. Tujuan awalnya sih baik. Beberapa kelompok remaja berinisiatif membangunkan orang untuk sahur. Mereka  berkeliling dengan  menggunakan kendaraan roda 4 atau roda 2 sambil membuat bunyi-bunyian. Namun niat saja tak cukup, cara pun harus benar. Terlebih jika pelakunya merasa menjadi kelompok yang  eksklusif. Sehingga mudah curiga, mudah dihasut dan kegiatan SOTR  berujung tawuran bahkan memakan korban. Â
Kegiatan membangunkan orang untuk sahur tidak pernah dicontohkan oleh Rasullulah SAW.  Lebih merupakan tradisi yang muncul karena  ghirah, semangat dalam melaksanakan ibadah di bulan puasa. Tak ingin kerabat dan tetangganya terlambat sahur bahkan tidak sahur yang berakibat mobilitas terganggu keesokan harinya.
Karena itu aktivitas membangunkan  orang untuk sahur muncul di berbagai  kawasan Indonesia. Kalimantan selatan dan Kalimantan Timur mengenal Bagarakan Sahur yang dilakukan sekelompok pemuda. Mereka menyalakan lampu dari getah kayu damar dan membuat bunyi-bunyian, tidak hanya berasal dari pukulan  besi tua, juga seruling, gendang dan gong.
Ternate Maluku Utara memiliki tradisi membangunkan orang sahur yang unik. Dinamakan gendang sahur, kelompok ini menggunakan kendaraan terbuka yang berisi beragam alat musik, seperti keyboard, sound system, dan alat musik tradisional, dan tamtam.  Lantunan lagu " Kami datang membangunkan sahur" melengkapi aksi tradisi gendang sahur selain  menabuh berbagai alat musik yang mereka bawa.
Ngarak bedug merupakan tradisi Betawi dalam membangunkan sahur. Muncul karena ratusan tahun lalu Jakarta masih terdiri dari  hutan dan rawa-rawa sehingga menggunakan bedug untuk membangunkan orang sahur saat Ramadan.
Mungkin terinspirasi tradisi tersebut munculah kegiatan SOTR yang didominasi remaja yang dianggap labil sehingga mudah tersulut emosi.
Mereka yang berkecimpung dalam kegiatan kemasyarakatan pastinya merasakan perubahan sikap remaja yang makin skeptis. Sulit sekali mengumpulkan mereka dalam aktivitas bersama. Kegiatan gotong royong jumsih (jumat bersih) hanya dilakukan para orang tua mereka. Kaum pemuda dan pemudi yang tergabung dalam organisasi Karang Taruna hanya menunjukkan geliat pada peringatan 17 Agustus. Mereka mengumpulkan sumbangan,  mengadakan perlombaan Hari Merdeka, dan  selesai!
Saya menduga, mereka cenderung menyukai kegiatan yang fun, yang mampu menyalurkan sengkarut atas benang-benang masalah yang berkelindan dalam otak mereka. Tak heran kegiatan seperti Earth Hour berhasil menghimpun banyak pemuda dan pemudi. Kegiatan seperti ini memancing ide dan kreativitas walau sering implementasinya masih jauh panggang dari api.
Tentunya tidak semua kegiatan SOTR diisi para remaja yang asyik meluapkan emosi dalam deruman sepeda motor, Â bunyi-bunyian dan teriakan nyaring. Di beberapa daerah masih banyak kaum muda yang membangunkan orang untuk sahur dengan tertib. Mereka juga bergabung dalam kegiatan membagi-bagikan nasi bungkus untuk makan sahur.
Jika  akhirnya kegiatan membangunkan  sahur yang terbungkus dalam sahur on the road (SOTR) berujung tragedi, tentunya jangan  lantas melarang kegiatan positif ini. Ada banyak rambu dan regulasi yang bisa dipakai. Menggunakan kendaraan bermotor secara ugal-ugalan misalnya, bisa terkena sanksi peraturan lalu lintas. Sedangkan mereka yang membawa celurit melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Drt. No. 12/1951 atas dugaan membawa senjata penikam, atau senjata penusuk, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun.
Sumber: