Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Berbagi Rezeki di Pasar Kaget

27 Mei 2018   22:15 Diperbarui: 27 Mei 2018   22:36 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar Kaget Pusdai Bandung (dok. Maria G Soemitro)

"Lima belas rebuan ......lima belas rebuan ......" nyaring terdengar suara dari loudspeaker dari deretan tenda  di sepanjang jalan Arjuna.  Bertambah ramai, jalan yang menghubungkan kawasan Andir dengan jalan Pajajaran, Bandung ini  mendadak dipenuhi penjual baju, sandal, sepatu serta pernak pernik busana lainnya. Padahal dalam keseharian, jalan yang tidak hanya dipadati kendaraan dan pedestrian  yang berlalu lalang, juga penjual  kebutuhan dapur seperti daging, sayur, buah. 

Teriakan orang menawarkan sendal seharga lima belas ribu rupiah per sendal  berasal dari deretan tenda yang mendadak muncul. Pelakunya para pengamen yang mendapat job khusus di bulan Ramadan. Yaitu meneriakkan harga sendal senilai  lima belas ribu rupiah per buah. Sendal berwarna-warni itu dionggokkan begitu saja dia atas terpal.  Pembeli boleh memilih dan menawar. Tapi jangan harap diberi, karena itu harga pas.

Jalan Arjuna kerap dianggap pasar Ciroyom, pasar tradisional yang berjarak kurang lebih 100 meter  tempat pemerintah kota Bandung menata penjual busana terpisah dari pedagang sayuran. Tapi apa mau dikata, pembeli enggan mendatangi  bangunan megah namun becek dan kumuh oleh sampah ini. Mereka lebih nyaman mendatangi kios-kios yang muncul agak jauh, namun strategis. Imbasnya  anak-anak di 3 sekolah lanjutan, SMAN 31, SMAN 32, SMAn 23  yang berlokasi di jalan Arjuna, setiap harinya harus berjuang melewati jalan macet nan becek, beragam pedagang yang memenuhi bahu jalan hingga pengguna jalan yang lalu lalang.

Ada beberapa  kelompok pelaku yang beraktivitas dalam hubungan simbiosis mutualisme, di jalan Arjuna, yaitu:

  • Penyewa bangunan toko, umumnya berjualan busana dan peralatan dapur.
  • Pedagang kaki lima, penyewa tetap bangku dan meja tempat penjualan yang bersifat temporer. Mereka memenuhi badan jalan dan menutup akses pembeli yang mau berbelanja ke toko busana dan peralatan dapur. Pemerintah Kota Bandung menetapkan batas pukul 06.00  para PKL menutup dan menyimpan peralatan  berjualan. Peraturan yang jauh panggang dari api.
  • Pedagang dadakan di bulan Ramadan.  Mereka tiba-tiba muncul setelah melihat kebutuhan pembeli akan busana, peralatan dapur baru, dan pernak pernik lebaran lainnya. Bermodalkan kain terpal mereka menggelar barang dagangann ya.  Juga ada pedagang dengan modal cukup besar yang membawa mobil bak terbuka berisi aneka kebutuhan Lebaran.
  • Tenaga lepas. Aha saya menyebutnya tenaga lepas karena dalam keseharian mereka bukanlah bagian dari ketiga kelompok di atas. Biasanya berprofesi  pengamen yang beroperasi di sekitar lokasi. Tenaga lepas ini semacam outsourcing yang dibutuhkan tenaganya untuk menata dan meneriakkan barang dagangan. Tidak ada wewenang lebih  dari itu. Upah harian sesuai kesepakatan.

Bulan Ramadan merupakan bulan penuh berkah dalam mengumpulkan amalan. Juga bulan berkah bagi mereka yang ingin mengais rejeki. Seperti penjual sendal dan sepatu yang sehari-hari memiliki kios di sepanjang jalan Arjuna. Mereka kalah pamor dibanding penjual kebutuhan dapur. Mereka baru menunjukkan taringnya di bulan Ramadan dengan mengeluarkan semua stok. 

Mereka paham, kalangan tertentu hanya membeli  baju, sendal, sepatu serta pernak-perniknya di hari Lebaran. Karena di hari raya umat Islam tersebut selain  Salat Ied, ada kegiatan kunjung mengunjungi. Momen semua orang berpakaian bagus.  Saat baju sobek akibat aktivitas sehari-hari, dilipat dan disimpan.

Memcoba baju di pasar kaget Jl Arjuna (dok. Maria G Soemitro)
Memcoba baju di pasar kaget Jl Arjuna (dok. Maria G Soemitro)
Walau menyebabkan kemacetan, pembeli tertolong dengan keberadaan mereka. Pembeli bisa melihat-lihat, menawar, membeli jika cocok atau meninggalkan ketika  tidak berkenan.  Dibanding harus  menyengaja mendatangi pusat  belanja busana dan peralatan dapur, hal ini tentu memudahkan. Terlebih jika anggaran lebaran mepet sementara keinginan membeli busana bukan hanya untuk keluarga inti tapi juga orang tua, mertua, orang yang dituakan, keponakan dan lain-lain.

Transaksi  mudah belum tentu sukses. Barang  yang dijual umumnya stok lama. Karena itu penjual bisa mematok harga murah. Jangan heran jika sendal yang baru dipakai sudah jebol alasnya. Namun pembeli yang beruntung berbelanja di pasar kaget pastinya lebih banyak. Terbukti penjual di pasar kaget tak pernah kekurangann pembeli.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun