Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Memasak Bareng Keluarga, Kemesraan Tak Tergantikan di Bulan Ramadan

23 Mei 2018   21:34 Diperbarui: 23 Mei 2018   22:18 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Ramadan selalu ditunggu kehadirannya. Karena pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Sehingga seharusnya suatu keluarga mengisi bulan Ramadan dengan kegiatan bareng untuk meningkatkan kemesraan antar anggota keluarga. Terlebih sekolah sering memberi libur panjang di awal dan akhir bulan Ramadan.  

Sayang, harapan sering jauh dari kenyataan. Alih-alih mengisinya dengan aktivitas bermanfaat,  saya sering gemas melihat anak-anak asyik bermain games. Sejak bangun pagi hingga menjelang Magrib. Hanya pada waktu salat Zuhur dan Isya, mereka rehat.

Karena itu harus memutar  otak,  mengajak mereka melakukan kegiatan bareng yang disukai. Percuma jika tidak, anak-anak bakal merasa tertekan. Setiap keluarga memiliki kecenderungan berbeda, dan keluarga saya sangat suka memasak. Maksudnya kegiatan seputar memasak.

Apa saja? Ini dia:

  • Berbelanja

Banyak  alasan mengapa anak-anak lebih menyukai  berbelanja di ritel modern. Sejak kecil mereka sudah biasa diajak ke tempat yang bersih dan tidak becek ini. Mereka bisa bermain dengan troli dan belajar berbelanja serta tidak harus bersikap pasif seperti jika ibunya berbelanja di pasar tradisional.

Pasar tradisional memang lebih saya sukai karena bisa tawar menawar dan mengobrol ngalor ngidul dengan penjualnya. Tapi tidak anak-anak. Mereka merasa bosan. Mereka  juga kesulitan berpartisipasi  memilih barang karena penataan yang tidak ramah anak.

Beda halnya dengan ritel modern,  anak-anak bisa ikut aktif memilih barang. Saya ajarkan agar mereka mengenal jenis dan kualitas barang sehingga mampu bersikap kritis. Telur dan buah-buahan misalnya, komoditi pangan yang sangat mereka sukai. Mereka belajar memilih telur yang kondisinya masih segar. Mereka juga belajar memilih buah mangga yang masak pohon dengan melihat bentuk dan mencium harumnya.

Di bulan Ramadan, selain semua aktivitas tersebut juga ada kegiatan berburu takjil. Baik untuk mereka sendiri maupun untuk masjid, tempat saya menyumbang takjil. Rame pastinya, ada yang pasti-pasti aja, seperti memilih cendol Elizabeth. Yang lainnya berpetualang rasa, mencoba rasa serta bentuk bahan takjil. Ulah penjual yang harus memutar otak agar dagangannya laris.

Kegiatan ini bertambah seru dengan melirik harga: " Hiii mahal", katanya. Ah, mereka juga belajar menghemat rupiah.

  • Memasak

Memasak menjadi ajang komunikasi intens lainnya. Saya mengajarkan mereka masakan sederhana agar mampu hidup mandiri. Namun dari 4 anak selalu ada yang unik. Iyok misalnya selalu ingin bereksperimen. Dia ingin tahu apakah dadar telur akan semakin enak  jika semua bumbu dimasukkan? Ah ya, bayangkan aja rasa dadar telur dengan beragam kecap dan saus. ^_^

Selain memasak, kegiatan yang mengundang tawa ialah ketika membuat takjil bareng. Biasanya saya menyumbang takjil es buah dalam satu buah panci yang sangat besar.  Mengukir buah-buahan seperti pepaya, melon dan semangka menjadi tugas mereka. Penuh sendagurau yang berakibat tumpahnya sirup atau potongan buah. Saya biarkan agar menjadi kenangan kemesraan keluarga kami.

  • Mempersiapkan sahur dan berbuka bersama-sama.

Bisa dipastikan ada teh manis dan takjil sebagai pembuka puasa keluarga kami. Tugas membuat teh manis menjadi kewajiban saya, sedangkan takjil saya serahkan pada mereka. Disini keriuhan dimulai. Karena bisa memilih isian takjil, ada yang mengisi banyak-banyak, ada juga yang memilih isian tertentu.

Mereka juga mendapat tugas menyiapkan meja makan untuk berbuka. Bergantian mereka membersihkan meja makan berbentuk lonjong dan berukuran besar, cukup untuk 10 orang. Kemudian memasang alas makan, menyiapkan takjil di tempat duduk masing-masing karena teh manis yang terakhir saya keluarkan.

Begitu juga persiapan makan bersama usai tarawih dan makan sahur. Walau tidak seheboh memasak namun selalu ada yang menggelitik mengundang kerinduan untuk berkumpul ketika mengingatnya.

Can Stock photo
Can Stock photo
Ini kisah sepuluh tahun silam, ketika Iyok belum berangkat ke Jogja untuk kuliah di UGM dan Bimo ke Semarang.  Usai kuliahpun, perpisahan tak terelakan, Eko dan Bimo mengejar karier. Eko ke Jakarta sedang Bimo ke Sidoarjo. Sementara Iyok menambah ilmu S3 ke Jepang,  dengan alasan agar hidupnya kelak semakin bermanfaat, Mabelle harus menemani kakak ipar yang sakit kanker.

Namun saya yakin, sebagai ibu, saya tidak hanya menitipkan sebagian pengetahuan yang saya miliki juga menggoreskan kemesraan di bulan Ramadan agar sebagai keluarga, hubungan  kami kekal tak tergantikan. Tak terpisahkan. Selama darah mengalir kami  akan saling merindukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun