Adisa dan Mikha merupakan 2 sosok fiktif. Keduanya perempuan berbeda agama. Adisa seorang muslimah sedangkan Mikha beragama Katolik. Karena suatu hal, dua sahabat seumuran ini tinggal dibawah atap yang sama. Ritme hidup keduanya diwarnai dengan membahas banyak hal sambil minum kopi, mendengar musik dan mengemil kue hangat.
Hal remeh-temeh hingga poligami, kristenisasi, mengapa Adisa masuk Islam, dan mengapa dia menggunakan hijab didiskusikan oleh mereka berdua. Karena, ya Adisa seorang mualaf.
Adisa dan Mikha tercipta akibat kegelisahan yang saya alami. Sebagai seorang muslim saya harus menerima ayat-ayat suci Al Quran sebagai kebenaran mutlak yang tidak boleh dipertanyakan. Termasuk izin Allah yang memperbolehkan kaum pria untuk beristri lebih dari satu. Terima, yakini, selesai. Karena pada satu ayat melekat ayat-ayat suci lainnya.
Anehnya, ketika saya mengatakan hal tersebut, teman-teman pria merasa heran. Teman pria mengajukan sejuta alasan. Sedangkan teman perempuan menyumpah, "Rasain lho kalo suamimu ntar poligami".
Mereka lupa bahwa ayat suci sungguh berbeda dengan pelaksanaan umatnya.
Jangankan poligami, aturan wajib seperti sholat, zakat dan puasa, sering kita langgar. Jangan dicampur aduk jika berharap menjadi umat yang bertakwa.
Adisa dan Mikha lah yang mengupas tuntas dengan ringan. Tidak menggurui karena saya bukan lulusan Fakultas Teologi. Hanya beruntung dengan makin mudahnya mencari referensi agama, mengenal tokoh agama nonmuslim, dan tentunya tokoh agama Islam. Yang tak kalah penting adalah pengalaman hidup sebagai nonmuslim sejak umur 3 hari hingga menjelang usia 28 tahun.
Masih lekat dalam ingatan, kisah mengenai para nabi yang ditulis dalam lembaran kertas berwarna mengilap. Masih belum lupa, bagaimana marahnya bapak/ibunda saya jika salah satu anaknya terlambat berangkat ke gereja.
"Diberi Tuhan nikmat 7 hari, masa ke gereja cuma sejam aja telat," kata ibunda dengan nada marah. Kami paham mengapa bapak dan ibu marah. Mereka meyakini agama sebagai way of life. Jika ingin hidup sesuai norma, ya jalankan agama yang dianut dengan benar.
Karena itu betapa sedihnya saya ketika ada beberapa ustad mualaf menjelek-jelekan agama asalnya. Kalimat-kalimat seperti: mereka menyembah 3 Tuhan,mereka menetapkan Hari Kelahiran Nabi Isa yang salah, hingga yang remeh seperti Nabi Isa kan lahir di padang pasir, kenapa ada pohon cemara? Dan kalimat-kalimat lain yang tidak bermanfaat dan hanya menghasilkan perpecahan antaragama.
Karena umat nonmuslim toh tidak akan mengubah penetapan hari rayanya. Dampak negatif justru mungkin terjadi pada umat Islam, merasa agama nya "lebih" maka akan menyebablan "riya". Dan seperti kita ketahui, riya merupakan dosa besar pengggugur amal.