"Sayangi bumi, bersihkan dari sampah"
Demikian tagline International Zero Waste Cities Conference (IZWCC) yang dihelat dalam melengkapi rangkaian Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) ke – 12 di Kota Bandung, Cimahi dan Soreang pada tanggal 5 – 7 Maret 2018. Merupakan konferensi internasional ke -3 dan pertama di Indonesia setelah penyelenggaraan pertama dan kedua di Philipina.
Unik sekaligus sangat beralasan mengapa Kota Bandung, Cimahi serta Soreang terpilih sebagai tuan rumah. Yaitu:
- Akibat longsornya tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Leuwigajah tercetuslah Hari Peduli Sampah Nasional setiap tanggal 21 Februari. Sebagaimana diketahui tumpukan sampah Leuwigajah berasal dari tiga daerah tersebut: Kota Bandung, Cimahi dan Kabupaten Bandung.
- Ketiga kawasan tersebut, khususnya Kota Bandung dan Cimahi merupakan tuan rumah yang paling siap dibanding kota-kota lain di Indonesia. Karena telah membentuk Kawasan Bebas Sampah (KIBS) serta membuat beberapa terobosan terkait pengelolaan sampah.
- Tak kalah penting adalah para pegiat persampahan yang bergabung dalam Bandung Juara Bebas Sampah (BJBS). Mereka adalah lembaga independen seperti YPBB, Greeneration Indonesia, pihak pemerintah dan media setempat.
Konferensi ini memang tidak hanya membahas bagaimana agar sampah tidak terlihat oleh pandangan mata orang awam. Tapi juga meniadakan sampah yang diaplikasikan pada kota nol sampah (zero waste cities) dengan berpijak pada circular economy.
Karena itu forum terbagi dua, yang pertama City Leader Forum, diikuti para kepala daerah dari seluruh Indonesia yang bisa diwakili SKPD terkait. Diselenggarakan di Hotel Papandayan, event bertujuan agar para pemegang kebijakan memahami konsep circular city yang mampu menciptakan sumber daya bagi pembangunan kota. Diharapkan konsep ini menjadi dasar pembangunan di wilayah masing-masing.
Forum kedua adalah Civil Society Forum dengan materi dan suasana yang lebih cair. Diselenggarakan di Eco Camp yang terletak di Bandung utara nan sejuk, warga masyarakat mendapat wawasan circular city dari para pakarnya, perwakilan Gllobal Alliance for Incinerator alternatives (GAIA), Break Free From Plastic (BFFP), Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) selama 5 hari.
Karena menyasar peserta yang kemungkinan besar belum memahami circular city, maka diterapkan Zero Waste Event, yaitu sistem pengelolaan sampah yang diterapkan pada suatu kegiatan (event). Tujuannya untuk meminimalisasi sampah menuju nol sampah (zero waste). Harapannya agar peserta event mendapat edukasi, ibarat menciptakan sebuah “dunia kecil” yang kondusif untuk belajar memperlakukan barang yang sudah tidak terpakai (mengelola sampah).
Ruang pertemuan:
Berlawanan dengan kebiasaan makan orang kita yang meninggalkan piring bekas makanan dan sampah sisa makanan di meja atau sering dimana saja. Dalam penyelenggaraan IZWCC, usai makan snack dan santap siang, peserta diharapkan mendatangi Zero Waste Spot untuk membuang sampahnya pada tempat sampah khusus dan meletakkan piring serta sendok garpu di tray yang disediakan.
Juga ada beberapa perubahan dalam cara penyajian, yaitu:
- Tisu dan tusuk gigi adalah 2 jenis barang yang hanya akan dikeluarkan bila diminta oleh peserta.
- Gula untuk coffee break diberikan dalam bentuk curah, tidak dikemas kertas/bentuk sachet.
- Plastic wrap tidak digunakan untuk snack maupun makan siang
- Snack bebas dari kemasan plastik dan paper cup.
- Air minum disajikan menggunakan gelas kaca tanpa tutup kertas.
Upaya pengurangan sampah menuju nol samkpah juga dilakukan di penginapan peserta konferensi, meliputi:
- Air minum disediakan dalam botol kaca.
- Kopi dan gula disediakan dalam wadah keramik.
- Ada himbauan terkait penghematan air untuk handuk dan seprai. Serta potensi sampah lainnya yaitu toiletries dan sandal hotel.
Rupanya kemajuan teknologi bisa mengakibatkan kehancuran jika tidak digunakan dengan bijaksana. Salah satunya penggunaan plastik untuk mempermudah hidup manusia berbalik menimbulkan potensi bencana karena sulit terurai di alam. Bahkan dikuatirkan jumlah sampah dilautan melebihi biota laut (sumber).
Linear Economy vs Circular Economy
Mengapa circular economy?
Karena linear economy menghabiskan sumber daya alam secara boros dan tidak berkelanjutan. Negara-negara di Eropa sudah bergerak menuju circular economy sehingga diharapkan pada tahun 2050 tidak ada lagi penerapan linear economy.
Demikian menurut Flore Berlingen, Zero Waste France Director yang menyajikan materi "Adopting Zero Waste Towards a Circular Economy”. Lebih lanjut Flore mengemukakan bahwa untuk memastikan ada cukup makanan, air dan kemakmuran pada tahun 2050, kita perlu beralih dari linear economy ke circular economy. Tujuannya adalah agar tercipta kondisi hidup dan kerja yang sehat dan aman, serta tidak ada lagi kerusakan pada lingkungan.
Dalam circular economy, tidak ada lagi sampah. Produsen mendisain produk agar bisa digunakan kembali. Misalnya, kaca bekas digunakan untuk membuat kaca baru, kertas bekas digunakan untuk membuat kertas baru, plastik didaur ulang menjadi pelet untuk membuat produk plastik baru.
Produk dan bahan baku juga harus dapat digunakan secara maksimal. Perangkat listrik dirancang sedemikian rupa agar lebih mudah diperbaiki. Dalam circular economy kita memperlakukan lingkungan secara bertanggung jawab. Hasil akhirnya adalah tidak ada lagi sampah berserakan di darat dan lautan.
Penerapan circular city di Indonesia
Dengan bayang-bayang pemerintahan Jokowi yang ngotot mempercepat pembangunan pembangkit listrik berbahan baku sampah (waste to energy), mungkinkah circular economy diterapkan di kota-kota Indonesia?
Bengalore di India dan San Fernando, Filipina adalah dua kota yang mirip kota-kota di Indonesia yang telah mewujudkan circular city. Perwakilan kedua negara tersebut hadir dalam IZWEE dan mengemukakan banyak hal.
San Fernando di Filipina
Tugas mereka meliputi:
- Mengelola kegiatan Solid Waste Management Board Kelurahan
- Menyelenggarakan pengumpulan sampah yang memastikan pengumpulan paling lambat 24 jam dari semuasumber
- Menyelenggarakan pengolahan sampah dan memastikan terjadinya pengurangan sampah yang diangkut ke TPA (mandatory waste diversion):
- 25% dalam 5 tahun
- 50% dalam 10 tahun
- Setelah itu harus ada kenaikan minimal setiap 3 tahun
Bengalore di India
- Warga wajib memilah sampahnya, sampah organik dikompos baik di pengomposan komunal maupun skala kecil.
- Pemerintah hanya akan mengangkut sampah anorganik yang harus disetorkan dalam keadaan bersih. Semua sampah non organik ini akan diserahkan pada pabrik daur ulang. Tidak menutup kemungkinan jika warga ingin menjual sendiri sampah daur ulang atau diberikan kepada service provider
- Pemberian insentif pada penghasil sampah kurang dari 10 kg akan dibayar pemerintah. Sedangkan keluarga yang memproduksi sampah lebih dari 10 kg harus membayar sendiri.
Dengan perbandingan 2 kota yang mirip dengan kota-kota di Indonesia secara ekonomi, sosial dan lingkungan, seharusnya circular city bisa diterapkan. Sudah waktunya mengucapkan selamat tinggal pada linear economy dan mengimplementasikan circular economy yang menjadi alternatif pemanfaatan sumber daya secara maksimal. Tidak ada lagi sumber daya habis-habisan, produksi -- konsumsi -- sampah.
Apabila pemerintah mau membuka mata dan memulai circular economy maka penyelamatan lautan dari cemaran sampah akan semakin mudah dilakukan. Juga pembenahan sungai Citarum, karena yang dilakukan sekarang hanya pengedukan sedimen dan pengerukan sampah. Sementara perilaku membuang sampah tidak berubah.
Sarua jeung bohong kata Urang Sunda, alias sama dengan bohong.
Anda setuju?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H