Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Saya Mah Selalu Pertamax, Neng

29 Oktober 2017   21:20 Diperbarui: 29 Oktober 2017   21:23 1597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : twitter.com @BayuSA33

Ternyata tidak. Menurut Pak Dedi hitungan jangka panjang jauh lebih menguntungkan ketika memakai Pertamax. Untuk meminimalisir kerugian akibat angkot kosong, Pak Dedi hanya narik di jam-jam sibuk seperti waktu bubar anak-anak sekolah serta karyawan pabrik. Dia juga punya langganan yang secara rutin menyewa angkot seperti ibu-ibu pengajian yang mengaji dari satu lokasi ke lokasi lain, anak sekolah yang pergi berenang, serta penyewa periodik lainnya. Penerapan manajemen waktu membuat hasil kerjanya lebih efisien, tetapi hasilnya maksimal.

Sungguh cerdas! Berlainan dengan kebanyakan sopir angkot. Mereka masih menggunakan pertimbangan konvensional. Mengetem berlama-lama menunggu penumpang di sembarang pengkolan jalan. Bisa dipastikan penumpang yang tidak sabar akan turun atau bahkan enggan menggunakan moda transportasi ini. Anehnya bukan introspeksi, mereka malah menyalahkan jasa transportasi online dan menuduh pemerintah tidak  berpihak. Pemerintah juga dituding membatasi distribusi  Premium.

"Mentang-mentang murah, sekarang Premium jarang ada di SPBU,"keluh 7mereka.

Benarkah demikian? Ternyata tidak. Menurut data Pertamina ternyata kuantitas Premium yang didistribusikan tetap sama. Permintaan konsumenlah yang berubah sehingga hukum ekonomi berlaku. Selain itu mayoritas SPBU dimiliki pihak swasta, mereka tentunya cenderung menyediakan produk laris seperti Pertamax dan Pertalite dibanding Premium. Hanya tersisa beberapa SPBU, khususnya milik Pertamina yang masih menjual Premium.

sumber gambar: katadata.co.id
sumber gambar: katadata.co.id
Tidak hanya hukum ekonomi, seleksi alam juga terjadi pada penggunaan bahan bakar secara global. Di tingkat dunia bahan baku beroktan rendah (dibawah RON 90) seperti Premium mulai ditinggalkan. Negara-negara mengacu pada standar emisi Euro 3 dengan minimum oktan 92.

Standar emisi Euro merupakan standar versi Eropa yang bertujuan mengurangi gas buang dari knalpot kendaraan, baik kadar nitrogen oksida (NOx), karbonmonoksida (CO), hidrokarbon (HC) dan particulare matter (pm).

sumber gambar: katadata.co.id
sumber gambar: katadata.co.id
Sebetulnya Indonesia telah berkomitmen menerapkan standar Euro 2 pada tahun tahun 2005, yaitu standar emisi yang bertujuan mengurangi gas buang. Seperti yang dikatakan Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongki Sugiarto:

"Semua mobil keluaran tahun 2006 keatas itu sudah standar emisi Euro 2 yang artinya wajib memakai BBM Ron 90 keatas, itu sudah kita sosialisasikan ke pengguna".

Sayangnya hingga kini penggunaan bahan bakar beroktan rendah masih marak, walau ketentuan Euro 2 sudah disusul Euro 3 pada tahun 2013. Bahkan Indonesia meresmikan peraturan Euro 4 pada 3 April 2017 yang diperkuat dengan peraturan Menteri LHK nomor P.20 tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor (sumber).

Negara lain hanya memproduksi untuk kebutuhan terbatas. Rusia misalnya, memakai bahan bakar beroktan rendah (RON 80) untuk militer dan kendaraan tua, sedangkan Mesir distribusinya terbatas bagi beberapa jenis taksi.

Sementara negara-negara di Asia Tenggara, sudah lama menghentikan peredaran BBM beroktan rendah.Vietnam telah menghentikan sejak 1 Januari 2014 dan di Filipina, penghentian penjualan RON 81 dan RON 88 sejak Mei 2013 diganti minimum oktan 91(sumber).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun