Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Saya Mah Selalu Pertamax, Neng

29 Oktober 2017   21:20 Diperbarui: 29 Oktober 2017   21:23 1597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: katadata.co.id

Pertamax? Pandangan saya terbentur pada deretan huruf di atas alat pengisi BBM. Disitu tertulis Pertamax, bukan Premium, bahan bakar yang biasanya dikonsumsi angkutan umum (angkot). Wah ngga salah ini angkot?

Sebetulnya penggunaan Pertamax sebagai bahan bakar kendaraan sudah tidak seekslusif dulu. Seiring turunnya harga minyak dunia, banyak kendaraan yang beralih dari Premium ke Pertamax. Selisih harga yang sekitar Rp 1.500, menjadi tak bermakna mengingat hasil kerja mesin pengguna Pertamax lebih unggul. Mulai dari kenyamanan hingga jarak tempuh per liter nya.

Tapi bagi angkutan umum yang kini saya tumpangi, sebandingkah dengan uang yang didapat?Terlebih banyak sopir angkot mengeluh sepi penumpang. Kuota 7 penumpang di bangku sebelah kanan dan 5 di bagian kiri, hampir tak pernah terpenuhi.

"BBM-nya Pertamax, Pak? Wah hebring pisan," tanya saya penasaran pada sopir angkot. Usianya saya taksir di atas 50 tahun. Berpakaian cukup rapi dan nampak santun.

"Saya mah selalu Pertamax, Neng". Jawab sang sopir, yang kemudian saya ketahui namanya Dedi. 

Begitu yang saya baca dari kartu tanda pengenal berlaminating dan dipasang di atas dashboardangkot. Orang yang sangat ramah, karena tanpa diminta dia menjelaskan bahwa Pertamax memiliki angka oktan (RON) lebih tinggi membuat proses pembakaran yang sempurna sehingga hasil tenaga yang dihasilkan lebih besar. Mobil menjadi nyaman dikendarai, berbunyi halus, dan hasil akhirnya mesin lebih awet.

"Angkot yang ini hasil peremajaan, Neng. Kan angkot tua ngga boleh beroperasi. Sudah bolak balik turun mesin. Orang bengkel bilang, sekarang pakai Pertamax supaya awet, saya turuti, ternyata terbukti".

Saya hanya manggut-manggut, termasuk ketika Pak Dedi memberi perumpamaan. Mobil menggunakan Premium itu ibarat orang lari dengan menggunakan sepatu kekecilan. Awalnya masih bisa berlari, tapi pada jarak 100 meter pasti larinya terhenti karena kesakitan. Apabila tetap bersikukuh lari, bisa-bisa kakinya luka dan tubuh Si Pelari terjungkal, terhenti sama sekali dengan luka yang lebih parah.

Sangat berbeda dengan pelari yang memakai sepatu tepat ukuran. Larinya pasti nyaman, bahkan bisa memenangkan lomba lari. Persis seperti mesin angkot yang dikendarainya, bisa berlari kencang tanpa pernah rewel.

Hmmm... bagus juga perumpamaannya. Mungkin karena Pak Dedi bukan sembarang sopir. Sesuai penuturannya dia dulu bekerja di PT DI. Nasib membuatnya terkena pemutusan hubungan kerja. Tapi berbeda dengan banyak rekannya yang kembali bekerja di PT DI, dia memutuskan berwirausaha dari nol. Sayang selalu gagal. Akhirnya uang pesangon yang tersisa digunakan untuk modal. Istrinya membuka warung dan pak Dedi membeli kendaraan angkutan umum. Sempat memiliki 2 angkot, salah satu angkot dia jual.

Kisah yang sungguh mengesankan.Walau saya lebih penasaran akan fakta, apakah Pak Dedi tidak rugi memilih Pertamax untuk angkotnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun