Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Balik Kisah Perempuan Bertudung Bernama Halimah Yacob

13 September 2017   15:30 Diperbarui: 15 September 2017   06:29 3606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Do good, do together". Slogan kampanye yang sangat catchy  diperkenalkan Halimah Yacob usai mengundurkan diri sebagai Ketua DPR untuk mengikuti pemilihan Presiden Singapura ke-8. Dilanjutkan mencari dukungan dari serikat pekerja, tokoh-tokoh masyarakat dan organisasi-organisasi di Singapura, sejak awal Halimah menjadi favorit kuat untuk mengukir sejarah sebagai presiden perempuan pertama di negara yang merupakan pusat keuangan terdepan ketiga di dunia.

 Nasib baik berpihak pada Halimah, sebelum pemilihan presiden digelar,  4 kandidat lainnya gugur, tidak berhasil  mengantongi sertifikat kelayakan yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Presiden (PEC). Sehingga pada Rabu, 13 September 2017, Halimah  menjadi presiden perempuan muslim pertama bagi Negara Singapura, Negara berpenduduk 5,5 juta jiwa  dan memiliki luas wilayah 716 km2. (sumber)

Sejarah juga akan mencatat bahwa setelah 47 tahun, Halimah berhasil menjadi Presiden Singapura beretnis Melayu kedua. Sebelumnya  Yusof Iskak (1965-1970) presiden beretnis Melayu yang  kemudian selalu dipegang etnis China dan India (2 periode).

Gagasan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong yang mengawali perubahan dengan pertimbangan bahwa Singapura terdiri dari multietnis. Etnis China (74,1 %), Melayu (13,4%), India (9,2%) dan lainnya (3,3%)bahkan nama dan lagu kebangsaan Singapura berasal dari bahasa Melayu.

Menurut PM Lee,  Presiden Singapura harus mencerminkan masyarakat inklusif dan multi ras. Setelah perdebatan alot di parlemen, pada November 2016 konstitusi Singapura berubah. PM Lee menetapkan kursi presiden Singapura 6 tahun ke depan untuk etnis Melayu.

"Rakyat akan melihat. Ya inilah negaraku. Seseorang seperti saya bisa menjadi pemimpin dan dapat mewakili negaranya", kata Lee (sumber)

Peran Presiden Singapura umumnya hanyalah seremonial karena Singapura memberlakukan sistem parlementer  sehingga seorang perdana menteri menjadi kepala pemerintahan yang sebenarnya.

Namun setelah dilakukan amandemen konstitusi,  Presiden Singapura dapat memveto rancangan undang-undang (RUU)  yang diajukan parlemen. Juga memiliki hak veto terhadap simpanan keuangan Negara dan anggaran Negara, penunjukkan pejabat publik seperti Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Panglima Angkatan Bersenjata dan Kepala Staf Tiga Angkatan. (sumber)

Dengan setumpuk kewenangan menjadi presiden di negara dengan gelar pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, latar belakang Halimah ternyata sesederhana penampilannya.  Namun penuh liku. Dia adalah:

Anak yatim

Lahir 23 Agustus 1954,  Halimah merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara. Ayahnya yang beretnis India meninggal tatkala Halimah masih berusia 8 tahun. Ibunya, Maimun Abdullah seorang Melayu yang gigih membesarkan sendiri anak-anaknya dengan  berjualan nasi Padang.

Setiap hari Halimah kecil harus bangun dini hari dan bekerja sebagai asisten ibunya: berbelanja, membersihkan, mencuci, membersihkan meja dan melayani pelanggan. Tak heran dia kerap tertidur di kelas dan tidak menyelesaikan pekerjaan rumah.

Berawal sekolah khusus perempuan

sumber: straitstimes.com
sumber: straitstimes.com
Berasal dari etnis minoritas, Halimah menjadi bagian dari segelintir anak Melayu yang bersekolah di Singapore Chinese Girls' School yang dilanjutkan ke  Tanjong Katong Girls' School. Sempat ragu sewaktu memilih jurusan,  Halimah belajar hukum di University of Singapore.

Untuk membiayai kuliahnya Halimah mendapat beasiswa 1000 dollar/tahun dari the Islamic Religious Council of Singapore. Saudaranya yang baru mulai bekerja menyumbang $50 sebulan. Dan Halimah sendiri  bekerja sebagai pegawai perpustakaan selama jangka waktu istirahat untuk menutupi sisa biaya hidupnya.

Pada tahun 1978, Halimah mendapat gelar  LLB (Bachelor Legum Of Law). Pada tahun 2001, dia menyelesaikan gelar LLM (The Master of Laws) di National University of Singapore, dan mendapat gelar Doktor Kehormatan dari National University of Singapore pada tanggal 7 Juli 2016. (sumber)

Karir yang mengalir

Mulai bergabung dengan National Trades Union Congress (NTUC) pada tahun 1978, Halimah menghabiskan lebih dari 30 tahun sebelum  akhirnya ditunjuk sebagai wakil sekretaris jenderal.

Pada tahun 2001, Halimah mulai berkecimpung dalam dunia politik, dan menjadi anggota parlemen untuk Konstituensi Perwakilan Jurong Group (GRC).

Pada tahun 2011, dia menjadi Menteri Negara di Kementerian Pengembangan Masyarakat, Pemuda dan Olahraga. Halimah  ditunjuk sebagai ketua parlemen wanita pertama di Singapura pada tahun 2013. Pada pemilu 2015, Halimah adalah satu-satunya calon minoritas untuk PAP.

Hidup sederhana dan dukungan suami

thesingaporewomen'sweekly.com
thesingaporewomen'sweekly.com
Singapura akan  mengenal "First Dude", "First Lad, atau "First Mate" sebagai panggilan bagi pendamping presiden, yaitu Mohammed Abdullah Alhabshee, suami Halimah yang dikenalnya di universitas dan menikahi Halimah pada Juni 1980.

Pasangan berlainan etnis ini, Mohammed Abdullah Alhabshee beretnis Arab, memiliki 5 orang anak yang dibesarkan di flat HDB yang telah ditinggali selama 30 tahun. Bahkan ketika Halimah menjadi ketua parlemen, Halimah tidak berniat pindah.

"Bagaimanapun, lebih dari 80 persen populasi kita tinggal di flat HDB dan jika cukup baik untuk mereka, berarti cukup baik untuk saya, " katanya kepada The Sunday Times.

Mereka berdua merobohkan dinding pemisah  flat di Yishun dan mengajarkan hidup berbagi. Semuanya berukuran keluarga dan milik bersama. "Anda tidak membeli barang hanya untuk diri Anda sendiri. Anda membeli barang untuk dibagikan kepada semua orang. " kata Halimah.

Mohamed Abdullah Alhabshee, seorang pengusaha yang menjadi  pilar pendukung karir istrinya. Dia sangat bangga atas prestasi  Halimah, selalu memberikan dukungan moral dan selalu menemani kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat akar rumput. (sumber)

Restu Ibunda

sumber: thestraitstimes.com
sumber: thestraitstimes.com
Sebagai anak yang berbakti, Halimah merawat ibu mertuanya (meninggal pada tahun 1999) dan ibu kandungnya, Maimun Abdullah yang meninggal dalam usia 90 tahun  pada 11 September 2015. Tepat pada hari pemungutan suara.

Hari penuh suka sekaligus duka. Karena walaupun berhasil menang bersama tim PAP-nya, Halimah harus melepas kepergian ibunda yang selalu merestui langkahnya.

Ibundanya membantu merawat anak-anak, ketika Halimah meniti karir dan tenggelam dalam kesibukan. Peran berbalik sewaktu sang ibu menderita demensia, bergiliran dengan anak-anaknya, Halimah merawat ibunya.

Relawan sejati

sumber: mustsharenews.com
sumber: mustsharenews.com
Hidup bersama masyarakat grassroots, membuat Halimah dengan mudah mengetahui  problem yang terjadi  dan cepat bertindak. Seperti ketika virus Zika mewabah,  dia pergi dari pintu ke rumah dan melakukan tindakan pencegahan bersama dengan warga.

Halimah juga terlibat dalam pendistribusian makanan mingguan bagi orang-orang yang kurang beruntung. Dia juga mensosialisasikan pentingnya pendidikan pada keluarga berpenghasilan rendah. Serta mendirikan pusat pendidikan di Marsiling dan Bukit Batok untuk memastikan anak-anak di lingkungan mendapatkan pendidikan yang mereka butuhkan.

sumber:straitstimes.com
sumber:straitstimes.com
Namun, seperti umumnya sosok yang berkibar semakin tinggi, selalu ada kelompok yang tidak menyukai. Mulai dari slogan Halimah yang dianggap tidak ilmiah, boneka PAP, para pembenci menggunakan tagar  #Unconstitutional  #Fraud  #Cheat  #Riggedelection  #Dictatorship #Wastemytime. #NotmyPresident. #NotMalay untuk menunjukkan ketidak setujuan atas terpilihnya Halimah Yacob sebagai presiden mereka.

Tudingan diarahkan pada PM Lee yang dianggap diktator karena memformulasi undang-undang sehingga sulit ditembus. Juga tuduhan bahwa Halimah seharusnya beretnis india (garis ayah) dan bukan Melayu (garis ibu). Pemilihan Halimah sebagai perempuan muslim "berkudung" dianggap tidak layak dan akan membuat tragedi  memalukan di ranah internasional saat bertemu dengan kepala negara asing.  (sumber)

Hmm.... tak jauh dengan tudingan pada presiden RI,  Bapak Jokowi bukan? Dan realitas membuktikan sebaliknya. Kita tunggu saja kiprah perempuan yang penampilannya sangat bersahaja ini, Halimah Yacob.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun